Jumat, 23 November 2012

Wasiat Nasehat Habib Abdullah Al - Aydrus Akbar • Peraslah jasadmu dengan mujahadah ( memerangi hawa nafsu dunia ) sehingga keluar minyak kemurnian. • Barangsiapa yang menginginkan keridhaan Allah, hendaklah mendekatkan diri kepada Allah swt, karena keajaiban dan kelembutan Allah terdapat pada akhir malam. • Siapapun dengan penuh kesungguhan hati mendekatkan diri kepada Allah swt, maka terbukalah Khazanah Allah swt. • Diantara waktu yang bernilai tinggi, merupakan pembuka perbendaharaan Ilahi, diantara zuhur dan ‘Asar, Magrib dan Isya dan tengah malam terakhir sampai Ba’da Subuh. • Sumber segala kebaikan dan pangkal segala kedudukan dan keberkahan akan dicapai melalui ingat mati, kubur dan bangkai. • Keridhoan Allah swt dan Rasulnya terletak pada muthalaah( mempelajari dan memperdalam ) Al qur’an dan hadits serta kitab-kitab agama islam. • Meninggalkan dan menjauhi Ghibah adalah Raja atas dirinya, menjauhi namimah (mengadu domba) adalah Ratu dirinya, baik sangka kepada orang lain adalah wilayah dirinya, duduk bercampur dalam majlis dzikir adalah keterbukaan hatinya. • Kebaikan seluruhnya bersumber sedikit bicara ( tidak berbicara yang jelek didalam bertafakur tentang Ilahi dan ciptaannya terkandung banyak rahasia.) • Jangan kau abaikan sedekah pada setiap hari sekalipun sekecil atom; perbanyaklah baca Al qur ‘an setiap siang dan malam hari. • Ciri-ciri orang yang bahagia adalah mendapatkan taufik dalam hidupnya, banyak ilmu dan amal serta baik perangi maupun tingkah lakunya. • Orang yang berakal adalah yang diam (tidak bicara sembarangan) • Orang yang takut pada Allah swt adalah orang yang banyak sedih (merasa bersalah) • Orang yang Roja’ ( mengharap Ridho Allah ) adalah orang yang banyak melakukan ibadah • Orang yang mulia adalah yang bersungguh-sungguh dalam kebaikan dan ridho Allah swt yang didambakan hidupnya. • Orang yang bertaubat adalah yang menyesali perbuatannya, menjauhi pendengaran yang tidak bermanfaat, dan mendekatkan diri kepada Allah swt.
Keluarga Alawiyyin di Hadramaut Nabi Hud as dan Hadramaut. Hadramaut adalah suatu daerah yang terletak di Timur Tengah, tepatnya di kawasan seluruh pantai Arab Selatan dari mulai Aden sampai Tanjung Ras al-Hadd. Menurut sebagian orang Arab, Hadramaut hanyalah sebagian kecil dari Arab Selatan, yaitu daerah pantai di antara pantai desa-desa nelayan Ain Ba Ma'bad dan Saihut beserta daerah pegunungan yang terletak di belakangnya. Penamaan Hadramaut menurut penduduk adalah nama seorang anak dari Qahthan bin Abir bin Syalih bin Arfahsyad bin Sam bin Nuh yang bernama Hadramaut, yang pada saat ini nama tersebut disesuaikan namanya dengan dua kata arab hadar dan maut. Nabi Hud merupakan salah satu nabi yang berbangsa Arab selain Nabi Saleh, Nabi Ismail dan Nabi Muhammad SAW. Nabi Hud diutus kepada kaum 'Ad yang merupakan generasi keempat dari Nabi Nuh, yakni keturunan Aus bin Aran bin Sam bin Nuh. Mereka tinggal di Ahqaf yakni jalur pasir yang panjang berbelok-belok di Arab Selatan, dari Oman di Teluk Persia hingga Hadramaut dan Yaman di Pantai Selatan Laut Merah. Dahulu Hadramaut dikenal dengan Wadi Ahqaf, Sayidina Ali bin Abi Thalib berkata bahwa al-Ahqaf adalah al-Khatib al-Ahmar. Makam Nabi Hud secara tradisional masih ada di Hadramaut bagian Timur dan pada tanggal 11 Sya'ban banyak dikunjungi orang untuk berziarah ke makam tersebut dengan membaca tiga kali surah Yasin dan doa nisfu Sya'ban. Ziarah nabi Hud pertama kali dilakukan oleh al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan setelah beliau wafat, ziarah tersebut dilakukan oleh anak keturunannya. Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad semasa hidupnya sering berziarah ke makam Nabi Hud. Beliau sudah tiga puluh kali berziarah ke sana dan beliau lakukan pada setiap bulan Sya'ban. Dalam ziarah tersebut beliau berangkat bersama semua anggota kerabat yang tinggal di dekatnya. Beliau tinggal (di dekat pusara Nabi Hud) selama beberapa hari hingga maghrib menjelang malam nisfu sya'ban. Beliau menganjurkan kaum muslimin untuk berziarah ke sana, bahkan beliau mewanti-wanti, "Barangsiapa berziarah ke (makam) Nabi Hud dan di sana ia menyelenggarakan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, ia akan mengalami tahun yang baik dan indah." Menurut sebagian ulama kasyaf, makam Nabi Hud merupakan tempat penobatan para waliyullah. Setibanya di syi'ib Nabi Hud (lembah antara dua bukit tempat pusara nabi Hud), Imam al-Haddad bertemu dengan beberapa orang sayyid dan waliyullah, sehingga pertemuan itu menjadi majlis pertukaran ilmu dan pandangan. Dalam bahasa Ibrani asal nama Hadramaut adalah 'Hazar Maweth' yang berdasarkan etimologi, rakyat mengaggapnya berhubungan dengan gagasan "hadirnya kematian" yaitu berkaitan dengan hadirnya Nabi Saleh as ke negeri itu, yang tidak lama kemudian meninggal dunia. Pengertian lain kata Hadramaut menurut prasasti penduduk asli Hadramaut adalah "panas membakar", sesuai dengan pendapat Moler dalam bukunya Hadramaut, mengatakan bahwa Hadramaut sebenarnya berarti negeri yang panas membakar. Sebuah legenda yang dipercayai masyarakat Hadramaut bahwa negeri ini diberi nama Hadramaut karena dalam negeri tersebut terdapat sebuah pohon yang disebut al-Liban semacam pohon yang baunya menurut kepercayaan mereka sangat mematikan. Oleh karena itu, setiap orang yang datang (hadar) dan menciumnya akan mati (maut). Kota-kota di Hadramaut. Di antara pelabuhan yang cukup penting di pantai Hadramaut adalah al-Syihir dan al-Mokalla. Asy-Syihir merupakan bandar penting yang melakukan perdagangan dengan pantai Afrika Timur, Laut Merah, Teluk Persia, India dan pesisir Arab Selatan terutama Moskat, Dzofar dan Aden serta perdagangan dengan bangsa Eropa dan bangsa-bangsa lainnya. Kota Syibam merupakan salah satu kota penting di negeri itu. Syibam merupakan kota Arab terkenal yang dibangun menurut gaya tradisional. Di kota ini terdapat lebih dari 500 buah rumah yang dibangun rapat, bertingkat empat atau lima. Orang Barat menjulukinya 'Manhattan of the Desert'. Kota tua ini telah menjadi ibukota Hadramaut sejak jatuhnya Syabwah (pada abad ke 3 sampai abad ke 16). Karena dibangun di dasar wadi yang agak tinggi, kota ini rentan terhadap banjir, seperti yang dialaminya tahun 1532 dan 1533. Kota-kota besar di sebelah Timur Syibam adalah al-Gorfah, Syeiun, Taribah, al-Goraf, al-Sowairi, Tarim, Inat dan al-Qasm. Saiyun merupakan kota terpenting di Hadramaut pada abad ke 19, kota terbesar yang merupakan ibukota protektorat terletak 320 km dari Mokalla'. Ia juga sering dijuluki 'Kota Sejuta Pohon Kurma' karena luasnya perkebunan kurma di sekitarnya. Kota lain di sebelah Timur Syibam adalah Tarim, yang terletak sekitar 35 km di Timur Saiyun. Di satu sisi kota ini terlindungi oleh bukit-bukit batu terjal, di sisi lain di kelilingi oleh perkebunan kurma. Sejak dulu, Tarim merupakan pusat Mazhab Syafi'i. Antara abad ke 17 dan abad ke 19 telah terdapat lebih dari 365 masjid. Kota Tarim atau biasa dibaca Trim termasuk kota lama. Nama Tarim, menurut satu riwayat diambil dari nama seorang raja yang bernama Tarim bin Hadramaut. Dia juga disebut dengan Tarim al-Ghanna atau kota Tarim yang rindang karena banyak pepohonan dan sungai. Kota tersebut juga dikenal dengan kota al-Shiddiq karena gubernurnya Ziyad bin Lubaid al-Anshari ketika menyeru untuk membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, maka penduduk Tarim adalah yang pertama mendukungnya dan tidak ada seorang pun yang membantahnya hingga khalifah Abu Bakar mendoakan penduduk Tarim dengan tiga permintaan: (1) agar kota tersebut makmur, (2) airnya berkah, dan (3) dihuni oleh banyak orang-orang saleh. Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Ba'abad berkata bahwa: "al-Shiddiq akan memberikan syafa'at kepada penduduk Tarim secara khusus". Menurut suatu catatan dalam kitab al-Ghurar yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ali bin Alawi Khirid, bahwa keluarga Ba'alawi pindah dari Desa Bait Jubair ke kota Tarim sekitar tahun 521 hijriyah. Setelah kepindahan mereka kota Tarim dikenal dengan kota budaya dan ilmu. Diperkirakan, pada waktu itu di kota Tarim ada sekitar 300 orang ahli fiqih, bahkan pada barisan yang pertama di masjid agung kota Tarim dipenuhi oleh ulama fiqih kota tersebut. Adapun orang pertama dari keluarga Ba'alawi yang hijrah ke kota Tarim adalah Syaikh Ali bin Alwi Khali' Qasam dan saudaranya Syaikh Salim, kemudian disusul oleh keluarga pamannya yaitu Bani Jadid dan Bani Basri. Diceritakan bahwa pada kota Tarim terdapat tiga keberkahan: (1) keberkahan pada setiap masjidnya, (2) keberkahan pada tanahnya, (3) keberkahan pada pergunungannya. Keberkahan masjid yang dimaksud adalah setiap masjid di kota Tarim pada waktu sesudah kepindahan Ba'alawi menjadi universital-universitas yang melahirkan ulama-ulama terkenal pada masanya. Di antara masjid-masjid di kota Tarim yang bersejarah ialah masjid Bani Ahmad yang kemudian dikenal dengan masjid Khala' Qasam setelah beliau berdomisili di kota tersebut. Masjid tersebut dibangun dengan batu, tanah dan kayu yang diambil dari desa Bait Jubair karena tanah dari desa tersebut dikenal sangat bagus, kemudian masjid tersebut dikenal dengan masjid Ba'alawi. Bangunan masjid Ba'alawi nyaris sebagian tiangnya roboh dan direnovasi oleh Muhammad Shahib Mirbath. Pada awal abad ke sembilan hijriyah, Syaikh Umar Muhdhar merenovasi kembali bagian depan dari masjid tersebut. Naqib dan Munsib. Di lembah yang terletak antara Syibam dan Tarim dengan Saiyun di antaranya terdapat lebih dari sepertiga penduduk Hadramaut. Dari sini pula kebanyakan orang Arab di Indonesia. Di antara penduduk Hadramaut terdapat kaum Alawiyin yang lebih dikenal dengan golongan Sayid. Golongan Sayid sangat besar jumlah anggotanya di Hadramaut terutama di kota Tarim dan Saiyun, mereka membentuk kebangsawanan beragama yang sangat dihormati, sehingga secara moral sangat berpengaruh pada penduduk. Mereka terbagi dalam keluarga-keluarga (qabilah), dan banyak di antaranya yang mempunyai pemimpin turun temurun yang bergelar munsib. Munsib merupakan perluasan dari tugas 'Naqib' yang mulai digunakan pada zaman Imam Ahmad al-Muhajir sampai zaman Syekh Abu Bakar bin Salim. Seorang 'naqib' adalah mereka yang terpilih dari anggota keluarga yang paling tua dan alim, seperti Syekh Umar Muhdhar bin Abdurahman al-Saqqaf. Ketika terpilih menjaga 'naqib', beliau mengajukan beberapa persyaratan, diantaranya: 1. Kepala keluarga Alawiyin dimohon kesediaannya untuk menikahkan anak-anak perempuan mereka dari keluarga kaya dengan anak laki-laki dari keluarga miskin, begitu pula sebaliknya untuk menikahkan anak laki-laki dari keluarga kaya dengan anak perempuan dari keluarga miskin. 2. Menurunkan besarnya mahar pernikahan dari 50 uqiyah menjadi 5 uqiyah, sebagaimana perintah shalat dari 50 waktu menjadi 5 waktu. 3. Tidak menggunakan tenaga binatang untuk menimba air secara berlebihan. Setelah Syekh Umar Muhdhar wafat, jabatan 'naqib' dipegang oleh Syekh Abdullah Alaydrus bin Abu Bakar al-Sakran, Syekh Abu Bakar al-Adeni Alaydrus, Sayid Ahmad bin Alwi Bajahdab, Sayid Zainal Abidin Alaydrus. Menurut Syekh Ismail Yusuf al-Nabhani dalam kitabnya 'Al-Saraf al-Muabbad Li Aali Muhammad' berkata: "Salah satu amalan yang khusus yang dikerjakan oleh keluarga Rasulullah, adanya 'naqib' yang dipilih di antara mereka". Naqib dibagi menjadi dua, yaitu: Naqib Umum ( al-Naqib al-Am ), dengan tugas: 1. Menyelesaikan pertikaian yang terjadi di antara keluarga 2. Menjadi ayah bagi anak-anak dari keluarga yatim 3. Menentukan dan menjatuhkan hukuman kepada mereka yang telah membuat suatu kesalahan atau menyimpang dari hukum agama. 4. Mencarikan jodoh dan menikahkan perempuan yang tidak punya wali. Naqib khusus (al-Naqib al-khos), dengan tugas: 1. Menjaga silsilah keturunan suatu kaum 2. Mengetahui dan memberi legitimasi terhadap nasab seseorang. 3. Mencatat nama-nama anak yang baru lahir dan yang meninggal. 4. Memberikan pendidikan akhlaq kepada kaumnya. 5. Menanamkan rasa cinta kepada agama dan melarang untuk berbuat yang tidak baik. 6. Menjaga keluarga dari perbuatan yang dilarang oleh ajaran agama. 7. Menjaga keluarga bergaul kepada mereka yang mempunyai akhlaq rendah demi kemuliaan diri dan keluarganya. 8. Mengajarkan dan mengarahkan keluarga tentang kebersihan hati 9. Menjaga orang yang lemah dan tidak menzaliminya. 10. Menahan perempuan-perempuan mereka menikah kepada lelaki yang tidak sekufu'. 11. Menjaga harta yang telah diwakafkan dan membagi hasilnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. 12. Bertindak tegas dan adil kepada siapa saja yang berbuat kesalahan. Dewan naqabah terdiri dari sepuluh anggota yang dipilih. Setiap anggota mewakili kelompok keluarga atau suku dan dikukuhkan lima orang sesepuh suku itu dan menjamin segala hak dan kewajiban yang dibebankan atas wakil mereka. Dewan yang terdiri dari sepuluh anggota ini mengatur segala sesuatu yang dipandang perlu sesuai kepentingan, dan bersesuaian pula dengan ajaran syari'at Islam serta disetujui oleh pemimpin umum. Apabila keputusan telah ditetapkan maka diajukanlah kepada pemimpin umum (naqib) untuk disahkan dan selanjutnya dilaksanakan. Dari waktu ke waktu tugas 'naqib' semakin berat, hal itu disebabkan banyak keluarga dan mereka menyebar ke berbagai negeri yang memerlukan perjalanan berhari-hari untuk bertemu 'naqib' jika mereka hendak bertemu untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Untuk meringankan tugas 'naqib' tersebut, maka terbentuklah 'munsib'. Para munsib berdiam di lingkungan keluarga yang paling besar atau di tempat asal keluarganya. Jabatan munsib diterima secara turun menurun, dan di antara tugasnya selalu berusaha mendamaikan suku-suku yang bersengketa, menjamu tamu yang datang berkunjung, menolong orang-orang lemah, memberi petunjuk dan bantuan kepada mereka yang memerlukan. Sebagaian besar munsib Alawiyin muncul pada abad sebelas dan abad ke dua belas hijriyah, diantaranya keluarga bin Yahya mempunyai munsib di al-Goraf, keluarga al-Muhdar di al-Khoraibah, keluarga al-Jufri di dzi-Asbah, keluarga al-Habsyi di khala' Rasyid, keluarga bin Ismail di Taribah, keluarga al-Aidrus di al-Hazm, Baur, Salilah, Sibbi dan ar-Ramlah, keluarga Syekh Abu Bakar di Inat, keluarga al-Attas di al-Huraidah, keluarga al-Haddad di al-Hawi dan keluarga Aqil bin Salim di al-Qaryah. Keluarga golongan sayid. Keluarga golongan Sayid yang berada di Hadramaut adalah: Aal-Ibrahim Al-Ustadz al-A'zhom Asadullah fi Ardih Aal-Ismail Aal-Bin Ismail Al-A'yun Aal-Albar Aal-Battah Aal-Albahar Aal-Barakat Aal-Barum Aal-Basri Aal-Babathinah Aal-Albaiti Aal-Babarik Aal-Albaidh Al-Turobi Aal-Bajahdab Jadid Al-Jaziroh Aal-Aljufri Jamalullail Aal-Bin Jindan Al-Jannah Aal-Junaid Aal-Aljunaid Achdhor Aal-Aljailani Aal-Hamid Aal-Alhamid Aal-Alhabsyi Aal-Alhaddad Aal-Bahasan Aal-Bahusein Hamdun Hamidan Aal-Alhiyyid Aal-Khirid Aal-Balahsyasy Aal-Khomur Aal-Khaneiman Aal-Khuun Aal-Maula Khailah Aal-Dahum Maula al-Dawilah Aal-Aldzahb Aal-Aldzi'bu Aal-Baraqbah Aal-Ruchailah Aal-Alrusy Aal-Alrausyan Aal-Alzahir Aal-Alsaqqaf Al-Sakran Aal-Bin Semith Aal-Bin Semithan Aal-Bin Sahal Aal-Assiri Aal-Alsyatri Aal-Syabsabah Aal-Alsyili Aal-Basyamilah Aal-Syanbal Aal-Syihabuddin Al-Syahid Aal-Basyaiban Al-Syaibah Aal-Syaikh Abi Bakar Aal-Bin Syaichon Shahib al-Hamra' Shahib al-Huthoh Shahib al-Syubaikah Shahib al-Syi'ib Shahib al-Amaim Shahib Qasam Shahib Mirbath Shahib Maryamah Al-Shodiq Aal-Alshofi Alsaqqaf Aal-Alshofi al-Jufri Aal-Basuroh Aal-Alshulaibiyah Aal-Dhu'ayyif Aal-Thoha Aal-Al thohir Aal-Ba'abud Al-Adeni Aal-Al atthas Aal-Azhamat Khan Aal-Aqil Aal-Ba'aqil Aal-Ba'alawi Aal-Ali lala Aal-Ba'umar Aal-Auhaj Aal-Aydrus Aal-Aidid Al-Ghozali Aal-Alghozali Aal-Alghusn Aal-Alghumri Aal-Balghoits Aal-Alghaidhi Aal-Fad'aq Aal-Bafaraj Al-Fardhi Aal-Abu Futaim Al-Faqih al-Muqaddam Aal-Bafaqih Aal-Faqih Aal-Bilfaqih Al-Qari' Al-Qadhi Aal-Qadri Aal-Quthban Aal-Alkaf Kuraikurah Aal-Kadad Aal-Karisyah Aal-Mahjub Al-Muhdhar Aal-Almuhdhar Aal-Mudhir Aal-Mudaihij Abu Maryam Al-Musawa Aal-Almusawa Aal-Almasilah Aal-Almasyhur Aal-Masyhur Marzaq Aal-Musyayakh Aal-Muzhahhir Al-Maghrum Aal-Almaqdi Al-Muqlaf Aal-Muqaibil Aal-Maknun Aal-Almunawwar Al-Nahwi Aal-Alnadhir Al-Nuqa'i Aal-Abu Numai Al-Wara' Aal-Alwahath Aal-Hadun Aal-Alhadi Aal-Baharun Aal-Bin Harun Aal-Hasyim Aal-Bahasyim Aal-Bin Hasyim Aal-Alhaddar Aal-Alhinduan Aal-Huud Aal-Bin Yahya Keluarga Alawiyin di atas adalah keturunan dari Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi, sedangkan yang bukan dari keturunan Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi, adalah: Aal-Hasni Aal-Barakwan Aal-Anggawi Aal-Jailani Aal-Maqrabi Aal-Bin Syuaib Aal-Musa al-Kadzim Aal-Mahdali Aal-Balakhi Aal-Qadiri Aal-Rifai Aal-Qudsi Sedangkan yang tidak berada di Indonesia kurang lebih berjumlah 40 qabilah, diantaranya qabilah Abu Numai al-Hasni yaitu leluhur Almarhum Raja Husein (Yordania) dan sepupunya Almarhum Raja Faisal (mantan raja Iraq) dan qabilah al-Idrissi, yaitu leluhur mantan raja-raja di Tunisia dan Libya. Pemakaman Zanbal, Furait dan Akdar di Tarim. Pusat pemukiman Kaum Alawiyin di Hadramaut ialah kota Tarim. Di sana terdapat tanah perkuburan Bisyar yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Zanbal, Furait dan Akdar. Di perkuburan Zanbal, al-Faqih Muqaddam dan semua sayyid terkemuka dari Kaum Alawiyin dimakamkan, di Furait terdapat perkuburan para masyaikh, dan Akdar merupakan perkuburan umum. Di pemakaman Zanbal, para Saadah al-Asraf, Ulama Amilin, Auliya' dan Sholihin yang tidak terhitung jumlahnya dikuburkan di sana. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah berkata: "Lebih dari sepuluh ribu auliya' al-akbar, delapan puluh wali quthub dari keluarga alawiyin di makamkan di Zanbal". Seperti diriwayatkan oleh Syaikh Saad bin Ali: "Di pemakaman Zanbal dikuburkan para sahabat Rasulullah saw , mereka wafat ketika menunaikan tugas untuk memerangi ahli riddah. Mereka banyak yang wafat di Tarim dan tidak diketahui kuburnya". Akan tetapi Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah, berkata: "Sesungguhnya letak kubur mereka sebelah Timur dari kubur al-Ustadz al-A'zhom Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam". Berkata Syaikh Muhammad bin Aflah: "Sesungguhnya dari masjid Abdullah bin Yamani sampai akhir pemakaman Zanbal terdapat perkuburan para ulama dan auliya". Menurut ulama kasyaf, Rasulullah dan para sahabatnya sering berziarah ke pemakaman tersebut. Pertama kali makam yang diziarahi di perkuburan Zanbal adalah makam al-Ustadz al-A'zham Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam. Berkata Syaikh Ahmad bin Muhammad Baharmi: "Saya melihat Syaikhoin Abu Bakar dan Umar ra dalam mimpi berkata kepada saya, jika engkau ingin berziarah maka yang pertama kali diziarahi ialah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, kemudian ziarahilah siapa yang engkau kehendaki". Berkata sebagian para Saadah al-Akbar: "Barangsiapa berziarah kepada orang lain sebelum berziarah kepada al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, maka batallah ziarahnya". Kemudian ziarah kepada cucunya Syaikh Abdullah Ba'alwi, kemudian kubur ayahnya Alwi bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian Imam Salim bin Basri, kemudian ziarah kepada Syaikh Abdullah bin al-Faqih al-Muqaddam, Ali bin Muhammad Shahib Marbath, Ali bin Abdullah Ba'alwi, kemudian Syaikh Abdurahman Assaqqaf dan ayahnya Muhammad Maula Dawilah, ayahnya Ali bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian kakeknya Ali bin Alwi Khali' Qasam, Muhammad bin Hasan Jamalullail dan ayah serta kakeknya, kemudian Syaikh Muhammad bin Ali Aidid, Ali, Muhammad, Alwi, Syech bin Abdurahman Assaqqaf, kemudian ziarah kepada Syaikh Umar Muhdhor, Syaikh Ali bin Abi Bakar al-Sakran, kemudian Syaikh Hasan Alwara' dan ayahnya Syaikh Muhammad bin Abdurahman, kemudian para auliya' sholihin seperti al-Qadhi Ahmad Ba'isa, kemudian Syaikh Abdullah Alaydrus, Syaikhoin Muhammad dan Abdullah bin Ahmad bin Husin Alaydrus, kemudian Syaikh Abdullah bin Syech, Sayid Ali Zainal Abidin bin Syaikh Abdullah. Selain pemakaman Zanbal, terdapat pula pemakaman Furait. Dalam kamus bahasa Arab arti Furait adalah gunung kecil. Di tempat tersebut dikuburkan keluarga Bafadhal serta para ulama, auliya', sholihin yang tak terhitung jumlahnya. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah berkata: "Di tempat itu dikuburkan lebih dari sepuluh ribu wali" Beberapa ulama kasyaf menyaksikan, sesungguhnya rahmat Allah yang turun pertama kali di dunia ini di pemakaman Furait. Syaikh Abdurahman Assaqqaf, Sayid Abdullah bin Ahmad bin Abi Bakar bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan sebagian ulama di Makkah menceritakan bahwa dibawah tanah Furait terdapat taman dari taman-taman surga. Di pemakaman Furait, mulai ziarah diawali kepada Syaikh Salim bin Fadhal, kemudian Syaikh Fadhal bin Muhammad bin al-faqih Ahmad, Syaikh Fadhal bin Muhammad, kemudian kepada Syaikh Ahmad yahya dan ayah serta pamannya, kemudian Syaikh Ibrahim bin Yahya Bafadhal, Syaikh Abu Bakar bin Haj, kemudian kepada Imam al-Qudwah Ali bin Ahmad Bamarwan, al-Arif Billah Umar bin Ali Ba'umar, Imam Ahmad bin Muhammad Bafadhal, Ali bin al-Khatib, Syaikh Abdurahman bin Yahya al-Khatib, Syaikh Ahmad bin Ali al-Khatib, Imam Ahmad bin Muhammad bin Abilhub dan anaknya Said, Imam Saad bin Ali. Pemakaman ketiga yang terkenal di kota Tarim adalah pemakaman Akdar. Di perkuburan Akdar, yang dimakamkan di sana di antaranya para ulama, auliya' al-arifin dari keluarga Basri, keluarga Jadid, keluarga Alwi, keluarga Bafadhal, keluarga Baharmi, keluarga Bamahsun, keluarga Bamarwan, keluarga Ba'Isa, keluarga Ba'ubaid dan lainnya. Akhlaq dan kebiasaan kaum Alawiyin. Kaum Alawiyin tetap dalam kebiasaan mereka menuntut ilmu agama, hidup zuhud di dunia (tidak bergelimang dalam kesenangan duniawi) dan mereka juga menghindar dari popularitas (syuhrah). Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad berkata: " Syuhrah bukan adat kebiasaan kami, kaum Alawiyin … " selanjutnya beliau berkata: " kedudukan kami para sayid Alawiyin tidak dikenal orang. Jadi tidak seperti yang ada pada beberapa wali selain mereka (kaum Alawiyin), yang umumnya mempunyai sifat-sifat berlainan dengan sifat-sifat tersebut. Sifat tersebut merupakan soal besar dalam bertaqarrub kepada Allah dan dalam memelihara keselamatan agama (kejernihan iman)." Imam al-Haddad berkata pula: " Dalam setiap zaman selalu ada wali-wali dari kaum Alawiyin, ada yang dzahir (dikenal) dan ada yang khamil (tidak dikenal). Yang dikenal tidak perlu banyak, cukup hanya seorang saja dari mereka, sedangkan yang lainnya biarlah tidak dikenal. Dari satu keluarga dan dari satu negeri tidak perlu ada dua atau tiga orang wali yang dikenal. Soal al-sitru (menutup diri) berdasarkan dua hal: pertama, seorang wali menutup dirinya sendiri hingga ia sendiri tidak tahu bahwa dirinya adalah wali. Kedua, wali yang menutup dirinya dari orang lain, yakni hanya dirinya sendiri yang mengetahui bahwa dirinya wali, tetapi ia menutup (merahasiakan) hal itu kepada orang lain. Orang lain tidak mengetahui sama sekali bahwa ia adalah wali. Sehubungan dengan tidak tampaknya para wali, Habib Abdullah al-Haddad menulis syair: "Apakah mereka semua telah mati, apakah mereka semua telah musnah, ataukah mereka bersembunyi, karena semakin besarnya fitnah." Tidak tampaknya para wali merupakan hikmah Allah, begitu pula tampaknya para wali. Tampak atau tidak tampak, para wali bermanfaat bagi manusia. Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi ditanya: "Apakah manfaat dari ketidak tampakan para wali ?". Beliau menjawab: "Tidak tampaknya para wali bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi wali itu sendiri. Sebab, sang wali dapat beristirahat dari manusia dan manusia tidak beradab buruk kepadanya. Mungkin kau meyakini kewalian seseorang, tetapi setelah melihatnya kau lalu berprasangka buruk. Seorang yang saleh bukanlah orang yang mengetahui kebenaran melalui kaum sholihin. Akan tetapi orang saleh adalah orang yang mengenal kaum sholihin melalui kebenaran." Sayid Ahmad bin Toha berkata kepada Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, "Aku tidak tahu bagaimana para salaf kita mendapatkan wilayah (kasyaf), padahal usia mereka masih sangat muda. Adapun kita, kita telah menghabiskan sebagian besar umur kita, namun tidak pernah merasakan walau sedikitpun. Aku tidak mengetahui yang menyebabkan itu ?". Habib Ali lalu menjawab:"Ketaatan dari orang yang makannya haram, seperti bangunan didirikan di atas gelombang. Karena ini dan juga karena berbagai sebab lain yang sangat banyak. Tidak ada yang lebih berbahaya bagi seseorang daripada bergaul dengan orang-orang jahat. Majlis kita saat ini menyenangkan dan membangkitkan semangatmu. Ruh-ruh mengembara di tempat ini sambil menikmati berbagai makanan hingga ruh-ruh itu menjadi kuat. Namun, sepuluh majlis lain kemudian mengotori hatimu dan merusak apa yang telah kau dapatkan. Engkau membangun, tapi seribu orang lain merusaknya. Apa manfaatnya membangun jika kemudian dirusak lagi ? kau ingin meningkat ke atas tapi orang lain menyeretmu ke bawah." Menurut ulama ahlul kasyaf , wali quthub adalah pemegang pimpinan tertinggi dari para wali. Ia hanya satu orang dalam setiap zaman. Quthub biasa pula disebut Ghauts (penolong), dan termasuk orang yang paling dekat dengan Tuhan. Selain itu, ia dipandang sebagi pemegang jabatan khalifah lahir dan bathin. Wali quthub memimpin pertemuan para wali secara teratur, yang para anggotanya hadir tanpa ada hambatan ruang dan waktu. Mereka datang dari setiap penjuru dunia dalam sekejap mata, menembus gunung, hutan dan gurun. Wali quthub dikelilingi oleh dua orang imam sebagai wazirnya. Di samping itu, ada pula empat orang autad (pilar-pilar) yang bertugas sebagai penjaga empat penjuru bumi. Masing-masing dari empat orang autad itu berdomisili di arah Timur, Barat, Utara dan Selatan dari Ka'bah. Selain itu, terdapat pula tiga orang nuqaba', tujuh abrar, empat puluh wali abdal, tiga ratus akhyar dan empat ribu wali yang tersembunyi. Para wali adalah pengatur alam semesta, setiap malam autad mengelilingi seluruh alam semesta dan seandainya ada suatu tempat yang terlewatkan dari mata mereka, keesokkan harinya akan tampak ketidaksempurnaan di tempat itu dan mereka harus memberitahukan hal ini kepada wali quthub, agar ia dapat memperhatikan tempat yang tidak sempurna tadi dan dengan kewaliannya ketidaksempurnaan tadi akan hilang. Seorang wali quthub, al-Muqaddam al-Tsani, Syaikh Abdurahman al-Saqqaf beliau terkenal di mana-mana, ia meniru cara hidup para leluhurnya (aslaf), baik dalam usahanya menutup diri agar tidak dikenal orang lain maupun dalam hal-hal yang lain. Dialah yang menurunkan beberapa Imam besar seperti Syaikh Umar Muhdhar, Syaikh Abu Bakar al-Sakran dan anaknya Syaikh Ali bin Abu Bakar al-Sakran, Syaikh Abdullah bin Abu Bakar yang diberi julukan al-'Aidrus. Syaikh Abdurahman al-Saqqaf selalu berta'abbud di sebuah syi'ib pada setiap pertiga terakhir setiap malam. Setiap malam ia membaca Alquran hingga dua kali tamat dan setiap siang hari ia membacanya juga hingga dua kali tamat. Makin lama kesanggupannya tambah meningkat hingga dapat membaca Alquran empat kali tamat di siang hari dan empat kali tamat di malam hari. Ia hampir tak pernah tidur. Menjawab pertanyaan mengenai itu ia berkata, "Bagaimana orang dapat tidur jika miring ke kanan melihat surga dan jika miring ke kiri melihat neraka ?". Selama satu bulan beliau beruzlah di syi'ib tempat pusara Nabi Hud, selama sebulan itu ia tidak makan kecuali segenggam (roti) terigu. Demikianlah cara mereka bermujahadah dan juga cara mereka ber-istihlak ( mem-fana'-kan diri ) di jalan Allah SWT. Semuanya itu adalah mengenai hubungan mereka dengan Allah. Adapun mengenai amal perbuatan yang mereka lakukan dengan sesama manusia, para sayyid kaum 'Alawiyin itu tidak menghitung-hitung resiko pengorbanan jiwa maupun harta dalam menu naikan tugas berdakwah menyebarluaskan agama Islam
KEAJAIBAN KALIMAT TAUHID Abu Muhammad ibn Ibrahim al-Wasithi menuturkan, “Ada seseorang yang berdiri di padang ‘Arafah. Lalu ia bertawaf dengan menggenggam tujuh batu. Ia berseru, ‘Hai batu-batu, saksikanlah bahwa saya telah bersaksi tiada tuhan yang patut disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’ Orang itu lalu tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat seakan-akan hari kiamat telah datang dan ia pun dihisab. Ternyata, ia diputuskan untuk dijebloskan dalam api neraka. Ketika para malaikat menggiringnya ke naraka, tiba-tiba ia melihat satu batu dari tujuh batu itu yang melindungi dirinya di depan pintu neraka. Lalu para malaikat penyiksa berkumpul untuk mengangkat batu-batu itu. Anehnya, para malaikat itu tidak sanggup menggeser batu-batu tersebut barang se dikit pun. Orang itu pun dibawa ke pintu lainnya. Tiba-tiba ia pun melihat satu batu dari tujuh batu itu yang telah menutup pintu neraka. Lagi-lagi, para malaik at tidak mampu mengangkat batu tersebut. Hingga akhirnya, ia dibawa ke pintu-pintu lainnya sampai pada pintu yang ketujuh, namun keadaannya pun sama. Di setiap pintu neraka, terdapat sebuah batu dari tujuh batu itu. Kemudian orang itu dibawa ke ‘Arasy. Allah Swt. berfirman, ‘Hamba-Ku itu telah disaksikan oleh batu-batu. Batu-batu itu tidak menyia-nyiakan hakmu. Maka, bagaimana mungkin Aku akan menyia-nyiakan hakmu. Aku menjadi saksi atas kesaksian yang telah kamu ucapkan. Karena itu, masukkanlah dia ke surga.’ Ketika orang itu telah dekat dengan pintu surga, ternyata pintu-pintu surga masih terkunci rapat. Tiba-tiba datanglah kesaksian bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Maka, dengan otomatis pintu-pintu surga terbuka dan akhirnya orang itu pun masuk ke dalam surga.” Abu Abdullah r.a. berkata, “Lâ ilaha illa Allâh Muhammad Rasûlullâh terdiri dari 24 huruf. Jika seorang hamba mengucapkan kalimat ini dengan jujur, maka Allah Swt. akan berfirman, ‘Aku telah mendatangkan 24 huruf dan Aku telah menciptakan waktu sehari semalam selama 24 jam. Setiap dosa yang kamu perbuat di jam-jam tersebut, baik dosa kecil maupun dosa besar; dosa yang dilakukan secara terang-terangan maupun dosa yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi; kesalahan yang disengaja maupun kesalahan yang tidak disengaja; dan dosa yang berupa perkataan maupun dosa yang berupa perbuatan; maka Aku akan mengampuni dosamu dengan kemuliaan kalimat ‘Lâ ilaha illa allâh Muhammad Rasûlullâh.’” ‘Ubadah ibn al-Shamit r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan neraka kepadanya.” (HR Muslim).
Belajar Dari Pohon Suatu ketika, seorang guru bertanya pada Sang Maha Guru, “Wahai Maha Guru, aku ingin menjadi guru yang sejati bagi anakku, juga bagi murid-muridku. Apakah Maha Guru memiliki pesan untukku, agar setiap kali mengajar aku akan selalu teringat pesan bijaksanamu?” Sang Maha Guru terdiam sejenak. Lalu sambil tersenyum arif ia bertanya, “Apakah kamu pernah melihat pepohonan di sekitarmu?” “Ya, tentu saja,” kata si guru. Sang Maha Guru bertanya kembali, “Apakah kamu benar-benar melihat dan memperhatikan apa yang mereka lakukan?” Si guru menggaruk-garuk kepalanya, “Setahuku mereka diam saja dan tidak melakukan apa-apa.” Sang Maha Guru tersenyum lagi, lalu mulailah ia berpesan : “Jadilah seperti pohon. Perhatikanlah, ia diam tak banyak bicara hingga kamu tidak menyadari apa yang dilakukannya. Padahal ia selalu memberimu udara untuk dihisap. Lihatlah bagaimana ia memberi udara pada semua orang tanpa memandang apakah kamu miskin atau kaya. Atau apakah kamu lahir dari kelompok etnik tertentu. Ia memberi udara bagi semua orang tanpa memandang agama, ras dan suku bangsa. Apakah kamu bersedia membagi ilmumu untuk semua orang tanpa pilih kasih?” “Jadilah seperti pohon. Ia tidak banyak berbicara tapi terus bertumbuh setiap hari. Jika sudah tidak bertumbuh maka ia akan mati. Apakah dirimu merasa terus bertumbuh?” “Jadi seperti pohon. Apabila sudah besar, ia akan menaungi siapa saja yang berada dibawahnya, tak peduli itu manusia atau hewan. Apakah kamu merasa dirimu sudah semakin besar dan menaungi apa saja yang berada dibawahmu?” “Jadilah seperti pohon yang selalu menyejukkan, memperindah dan mempercantik tempat-tempat gersang. Apakah kamu merasa kehadiranmu telah membuat hati-hati yang gersang menjadi sejuk dan indah kembali?” “Jadilah seperti pohon. Satu-satu kehidupan yang tumbuh ke atas dan berhasil melawan kuatnya gravitasi Bumi. Apakah kamu merasa dirimu telah berhasil melawan kuatnya godaan dan tantangan akan terus bertumbuh menjadi manusia dan guru yang lebih baik dari hari ke hari?” “Jadilah seperti pohon yang menyuburkan tanah di sekitarnya dan menyimpan air di bawahnya untuk kehidupan semua makhluk hidup lainnya. Apakah kamu sudah menyuburkan lingkungan sekitarmu?” “Jadilah seperti pohon, Seandainya sudah mati pun tubuhnya masih berguna bagi kesuburan tanah atau menjadi bahan baku tempat tinggal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.”
Pesan-pesan moral syekh ahmad at-tijani r.a. Pesan ini diambil dari kitab"WASHOYA" Yg ditulis oleh As-sayyid muhammad bin muhammad Asy-syinqithi. Yg memuat banyak washiat-washiat syekh Ahmad at-tijani diantaranya.: "Jagalah hati kalian ketika kalian melihat seseorang melakukan sesuatu perbuatan hak (kebenaran) yg tidak sesuai dengan hawa nafsumu atau merobohkan kebatilan yang sesuai hawa nafsumu jangan sampai kalian membencinya atau menyakitinya karena perbuatan itu termasuk syirik. Sebagai mana Nabi SAW bersabda: "Perbuatan syirik di dalam umatku itu lebih samar daripada merangkaknya semut diatas batu yang halus". Dan minimal dari perbuatan syirik itu ketika engkau mencintai sesuatu hal yang bathil dan membenci yang hak (benar) atau sebagai mana sabda Nabi Muhammad Saw yang semakna. Dan j agalah hati kalian dari orang yang berbuat kebatilan atau merobohkan hal yang hak (benar) tetapi sesuai dengan hawa nafsumu jangan sampai engkau mencintainya atu memujinya karena itu juga termasuk perbuatan syirik kepada Allah SWT. Karena sebenarnya orang mukmin yang hakiki akan menyatakan kebenaran dan mencintai ahlinya serta mencintai ditegakanya kebenaran dan diamalkanya. Dia juga harus membenci hal yang bathil,benci ahlinya dan benci untuk dilakukan dan ditegakannya kebathilan. Maksudnya adlh Jglh hati dari pada As Syirkul Akhfa atau Syirkul Aghradl Kesimpulannya adlh : Kemurnian Tauhid wajib dijaga dan dibuktikan , baik dlm Dzat Nya , Sifat2 Nya , maupun dlm Af'al Nya . atau dlm istilah lain Wajib memurnikan Tauhid dlm Uluhiyah , Rububiyah dan Asma' wa Shifät Nya .

Kamis, 22 November 2012

MINUMAN COPI BAGI SEBAGIAN KAUM SUFI Sayyid Abdurrohman bin Muhammad bin Abdurrohman bin Muhammad as-Saqqaf al-Husainy al-Hadramy dari marga al-Idrus (1070 H-1113 H) mengatakan dalam kitabnya Iinaasush Shofwah bi Anfaasil Qahwah: Biji kopi baru ditemukan pada akhir abad VIII H di Yaman oleh penemu kopi Mukha, Imam Abul Hasan Aliy asy-Syadziliy bin Umar bin Ibrahim bin Abi Hudaimah Muhammad bin Abdulloh bin al- Faqih Muhammad Disa’in (nasabnya bersambung hingga kepada seorang sahabat bernama Khalid bin Asad bin Abil Ish bin Umayyah al- Akbar bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay). Beliau adalah pengikut tarekat Syadiliyah, bukan pendirinya (karena pendiri tarekat Syadiliyah, Imam Abu Hasan asy-Syadziliy telah wafat pada tahun 828 H) Dalam penemuan biji kopi, Imam Abul Hasan mendahului Imam Abu Bakr al-Idrus. Sehingga Imam Abul Hasan Aliy adalah penemu biji kopi sedangkan Imam Abu Bakr al-Idrus adalah penyebar kopi di berbagai tempat. Beliau menggubah syair mengenai kopi sebagai beikut: Wahai orang- orang yang asyik dalam cinta sejati dengan-Nya, kopi membantuku mengusir kantuk Dengan pertolongan Alloh, kopi menggiatkanku taat beribadah kepada-Nya di kala orang-orang sedang terlelap. [Qahwah (kopi)], qaf adalah quut (makanan), ha adalah hudaa (petunjuk), wawu adalah wud (cinta), dan ha adalah hiyam (pengusir kantuk). Janganlah kau mencelaku karena aku minum kopi, sebab kopi adalah minuman para junjungan yang mulia. Syeikh Abu Bakr bin Abdulloh al- Idrus berkata tentang kopi yang digemarinya: Wahai qahwatul bunn (kopi)! Huruf qaf di awalmu adalah quds (kesucian), huruf kedua ha adalah hudaa (petunjuk), dan huruf ketigamu adalah wawu. Huruf keempatmu adalah ha, berikutnya alif adalah ulfah (keakraban), lam sesudahnya adalah lutfh (belas kasih dari Alloh). Ba adalah basth (kelapangan), dan nun adalah nur (cahaya). Oh, kopi, kau laksana purnama yang menerangi cakrawala. Imam Hamzah bin Abdullah bin Muhammad an-Nasyiriy al-Yamaniy asy-Syafi’I, penduduk Zabid (832 H-936 H) adalah seorang sastrawan ulung yang ahli tumbuh-tumbuhan. Dia menggubah seribu bait nadzam mengenai kemukjizatan al-Qur”an, menulis kumpulan fatwa, dan menggubah nadzam lebih dari 80 bait mengenai manfaat kopi, yang antara lain isinya adalah kopi bisa membangkitkan semangat seseorang dan mengantarkannya mencapai kesuksesan. Disebutkan dalam kitab al-Iinas bahwa huruf ba dan nun pada kata bunn (kopi), masing-masing berarti bidayah (permulaan) dan nihayah (akhir/puncak), yakni mengantarkan seseorang dari awal langkah hingga akhir/sampai sukses. KOPI ADALAH MINUMAN HALAL Mayoritas ulama tidak meragukan lagi kehalalan kopi. Dalam kitab Syarh al-’Ubab Syeikh Ibnu Hajar menjelaskan bahwa menggunakan sesuatu yang jaiz sebagai sarana hukumnya tergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Jika tujuannya untuk kebaikan maka penggunaan sarana tersebut bernilai pahala, dan jika tujuannya untuk maksiat maka bernilai dosa (untuk meniru niat para ulama Sufi, lihat tips Dliya’ tentang Fatihah yang dibaca sebelum meminum kopi). Para ulama yang menghalalkan kopi antara lain: Syeikhul Islam Zakariya al-Anshori, Syeikh Abdurrahman bin Ziyad az-Zabidiy, Syeikh Zaruq al- Malikiy al-Maghribiy, Syeikh Abdulloh bin Sahl Baqusyair, Syeikh Muhammmad bin Abdulqadir al- Habbaniy, Syeikh Abdulmalik bin Disa’in, dll. Para ulama yang menyanjung kopi antara lain: Abu Bakr bin Abdullah al-Idrus, Abdurrahman bin ‘Aliy, Syeikh bin Ismail, Ahmad bin ‘Alawy Bajahdab, Abu Bakr bin Salim, Abdullah bin Alawy al-Haddad, Hatim al-Ahdal, as-Sudiy, Umar bin Abdulllah Bamakhramah beserta putranya, Al-Amudiy, dll. Banyak ulama Sufi yang berkomentar tentang kopi yang pada prinsipnya mereka menggemari kopi karena dengan meminumnya mereka lebih giat beribadah, terutama pada malam hari ketika banyak manusia yang tertidur lelap. Syeikh Umar bin Abdullah Bamakhramah, Syeikh Abdul Mu’thiy bin Hasan bin Abdullah bin Ahmad Bakatsir al-hadramiy (Makkah 905- Ahmadabad India 989 H) juga putranya yang bernama Ahmad dan beberapa nama lain menggubah nadzam dalam untaian bait yang amat banyak yang berisi sanjungan terhadap kopi sebagai minuman yang amat bermanfaat untuk penggiat ibadah kepada Alloh. Perhatikan dua bait syair berikut: Kopi memang hitam tapi menyalakan semangat, bahkan memancarkan cahaya. Hitamnya kopi membuat hati orang- orang kelas tinggi memutih, sehingga mereka terpuji melebihi kebanyakan manusia. Sumber: Tafriihul Quluub wa tafriihul Kuruub karya Sayyid Habib Umar bin Saqqaf (terjemahan, hal. 209-215, Bintang Terang, Jakarta)
KEUTAMAAN DAN AMALAN MALAM JUM'AT DAN HARI JUM'AT Malam Jum'at adalah malam yang paling utama, harinya hari yang paling utama dari semua hari. Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya malam Jum'at dan hari Jum'at adalah 24 jam milik Allah Azza wa Jalla. Setiap jamnya ada enam ratus ribu orang yang diselamatkan dari api neraka." (Mafatihul Jinan) Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: "Sesungguhnya Allah swt memilih Jum'at, lalu menjadikan harinya sebagai hari raya, dan memilih malamnya menjadi malam hari raya. Di antara keutamaannya adalah orang yang momohon hajatnya kepada Allah Azza wa Jalla pada hari Jum'at Allah mengijabahnya; suatu bangsa yang sudah layak menerima azab lalu mereka memohon pada malam dan hari Jum'at Allah pasti menyelamatkan mereka darinya. Tidak ada sesuatu pun yang Allah tentukan dan utamakan kecuali Ia menentukannya pada malam Jum'at. Karena itu, malam Jum'at adalah malam yang paling utama, dan harinya adalah hari yang paling utama." Dalam hadis yang mu'tabar, Imam Ja'far Ash-Shadiq berkata: "Sesungguhnya orang mukmin yang memohon hajatnya kepada Allah, Dia menunda pemberian hajat yang dimohonnya hingga hari Jum'at agar ia memperoleh keutamaan yang istimewa (dilipatgandakan karena keutamaan hari Jum'at)." Imam Ja'far Ash-Shadiq (sa) berkata: " Jauhilah maksiat pada malam Jum'at, karena pada malam itu keburukan dilipatgandakan dan kebaikan dilipatgandakan. Baransiapa yang meninggalkan maksiat kepada Allah pada malam Jum'at Allah mengampuni semua dosa yang lalu, dan barangsiapa yang menampakkan kemaksiatan kepada Allah pada malam Jum'at Allah menyiksanya dengan semua perbuatannya yang ia lakukan sepanjang umurnya dan melipatgandakan siksa padanya akibat maksiat itu." Di antara Amalan Malam Jum'at Pertama: Memperbanyak mendoakan kaum muslimin dan mukminin sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw dan Ahlul baitnya. Kedua, membaca doa: Wahai Yang Selalu Memberi karunia kepada makhluk-Nya, wahai Yang Maha Dermawan, wahai Pemilik karunia yang mulia, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya manusia yang terbaik akhlaknya, ampuni kami pada malam ini wahai Yang Maha Mulia. Ketiga, membaca doa: Ya Allah, wahai Yang Menyiapkan dan Mempersiapkan diri-Nya untuk datang kepada makhluk yang mengdambakan kedatangan-Nya, dan mengharap karunia dan pengam-punan-Nya. Kepada-Mu ya Rabbi, aku persiapkan diriku untuk mengharap ampunan- Mu, dan memperoleh karunia dan ampunan dari-Mu, maka jangan sia- siakan doaku wahai Yang tak pernah menyia-nyiakan orang yang bermohon dan tidak berkurang karena orang yang memperolehnya. Aku datang kepada-Mu karena mengharap maaf-Mu yang besar, dengannya Kau maafkan orang- orang yang bersalah, dan besarnya kezaliman mereka tidak menghalangi-Mu untuk menyayangi mereka. Wahai Yang luas rahmat-Nya dan besar ampunan-Nya, wahai Yang Maha Agung, wahai Yang Maha Agung, wahai Yang Maha Agung, tak akan ada yang mampu menolak marah-Mu kecuali santun-Mu, tak akan terselamatkan dari murka-Mu kecuali menghampiri-Mu. Karena itu, ya Ilahi, karuniakan padaku kebahagiaan dengan kekuasaan-Mu, dengannya Kau hidupkan kematian negeri, jangan binasakan aku karena penderitaan sehingga Kau perkenankan doaku dan Kau perkenalkan padaku ijabah doaku. Karuniakan padaku kelezatan keselamatan sampai akhir ajalku, dan jangan biarkan musuhku menghancurkanku, menguasaiku dan membelengguku. Ya Allah, jika Kau hinakan aku, siapa lagi yang mampu memuliakan aku; jika Kau muliakan aku, siapa lagi yang mampu menghinakan aku; jika Kau binasakan aku, siapa lagi yang mampu menghalangi-Mu atau siapa yang akan memohon pada-Mu tentang persoalannya. Sungguh, aku tahu tidak ada kezaliman dalam hukum-Mu, tidak ada yang tergesa- gesa dalam siksaan-Mu. Karena tergesa-gesa itu hanya terjadi pada orang yang takut ketinggalan, dan butuh pada kezaliman mansua yang sebenarnya lemah. Sementara Engkau ya Ilahi benar-benar Maha Mulia dari semua itu. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu, maka lindungi aku; aku memohon keselamatan pada-Mu, maka selamatkan aku; aku memohon rizki pada-Mu, maka berilah aku rizki; aku bertawakkal kepada-Mu, maka cukupi aku; aku memohon pertolongan kepada-Mu atas musuhku, maka tolonglah aku; aku memohon bantuan kepada-Mu, maka bantulah aku; aku memohon ampunan kepada-Mu ya Ilahi, maka ampuni aku, amin amin amin. Semoga Bermanfa'at Keutamaan dan Amalan ini disarikan dari kitab Fafâtihul Jinân, bab 1, pasal 4, halaman 28-38.
SEBELUM tidur, Rasulullah SAW berpesan kepada Aisyah ra : "Ya Aisyah jangan engkau tidur sebelum melakukan empat perkara, yaitu : 1. Sebelum khatam Al Qur'an 2. Sebelum membuat para Nabi memberimu syafaat di hari akhir 3. Sebelum para muslim meridhoi kamu 4. Sebelum kau laksanakan haji dan umroh" Bertanya Aisyah : "Ya Rasulullah.. Bagaimana aku dapat melaksanakan empat perkara seketika?" Rasul tersenyum dan bersabda : 1. "Jika engkau tidur bacalah : Al Ikhlas tiga kali seakan-akan kau mengkhatamkan Al Qur'an." Bismillaahir rohmaanir rohiim, Qulhualloohu ahad' Alloohushshomad' lam yalid walam yuulad' walam yakul lahuu kufuwan ahad' (3x) 2. "Membaca sholawat untuk ku dan para nabi sebelum aku, maka kami semua akan memberi syafa'at di hari kiamat“. Bismillaahir rohmaanir rohiim, Alloohumma shollii 'alaa Muhammad wa'alaa alii Muhammad (3x)“ 3. "Beristighfarlah untuk para muslimin maka mereka akan meridhoi kamu“. Astaghfirulloohal adziim aladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum wa atuubu ilaih (3x) 4. "Perbanyaklah bertasbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir maka seakan - akan kamu telah melaksanakan ibadah haji dan umroh“. Bismillaahir rohmaanir rohiim, Subhanalloohi Walhamdulillaahi walaailaaha illalloohu alloohu akbar (3x)

Rabu, 21 November 2012

Allah murka atas sepuluh perilaku Yang melekat pada sepuluh pelaku : 1.Sifat bakhil pada orang kaya 2.Sifat sombong pada orang tak punya 3.Sifat tamak pada orang berilmu 4.Sifat tak tahu malu pada perempuan 5.Sifat cinta harta pada orang tua 6.Sifat malas pada pemuda 7.Sifat aniaya pada penguasa 8.Sifat penakut pada perwira 9.Sifat ujub pada orang yang zuhud dunia 10.Dan sifat riya’ pada seorang hamba.
‎1. Rukun islam itu fiqih 2. Rukun iman itu tauhid 3. Ilmu ikhsan itu tasawwuf _____________________________________________________ 1. Wahabi anti fiqih bagaimana bisa memahami adab2 ibadah, sedangkan adab2 ibadan rukun islam yg lima itu kuncinya fiqih. 2. Wahabi anti ta'wil, jadi jgn salah kalau dalam I'tiqod tauhidnya salah dan menjadikan mahluk sebagai tuhannya. 3. Wahabi anti ilmu ikhsan adabul suluk tasawwuf, jgn heran bila mereka kurang punya adab/sopan santun/saling menyayangi seluruh mahluk2Nya.. Ngaji diri, ngaji rasa, tidak akan menemui dirinya sendiri dalam hakikatnya karna anti ikhsan. Penjelasannya. Nasihat Imam Asy-Syafi'I Rohimalloh : فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا فإني و حـــق الله إيـــاك أنــــصح فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى وهذا جهول كيف ذوالجهل يصلح Berusahalah engkau menjadi seorang yg mempelajari ilmu fiqih dan juga menjalani tasawwuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhnya demi Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yag hanya mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mau menjalani tasawwuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelazatan taqwa. Sedangkan orang yg hanya menjalani tasawwuf tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik. [Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47] sayang bait dari diwan ini telah dihilangkan oleh wahabi dalam kitab diwan syafi'i yg dicetak oleh percetakan wahabi, sungguh jahat para perampok aqidah. Na'udzu Billahi min dzalik..... Taswwuf menurut 4 madzhab Imam Abu Hanifah (Pendiri Mazhab Hanafi) berkata : "Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar” (Kitab Durr al Mantsur) Imam Maliki (Pendiri Mazhab Maliki) berkata “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawwuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawwuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawwuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran. (’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan). Imam Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i) berkata, Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu: Mereka mengajariku bagaimana berbicara, Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati, Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawwuf.” (Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, juz. 1, hal. 341) Imam Ahmad bin Hanbal (Pendiri mazhab Hambali) berkata, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka (Ghiza al Albab, juz. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi) Imam asy-Syafi’i berkata: واعلموا أن الله تعالى لا مكان له، والدليل عليه هو أن الله تعالى كان ولا مكان له فخلق المكان وهو على صفته الأزلية كما كان قبل خلقه المكان، إذ لا يجوز عليه التغير في ذاته ولا التبديل في صفاته، ولأن من له مكان فله تحت، ومن له تحت يكون متناهي الذات محدودا والحدود مخلوق، تعالى الله عن ذلك علوا كبيرا، ولهذا المعنى استحال عليه الزوجة والولد لأن ذلك لا يتم إلا بالمباشرة والاتصال والانفصال (الفقه الأكبر، ص13) Ketahuilah bahwa Allah tidak bertempat. Dalil atas ini adalah bahwa Dia ada tanpa permulaan dan tanpa tempat. Setelah menciptakan tempat Dia tetap pada sifat-Nya yang Azali sebelum menciptakan tempat, ada tanpa tempat. Tidak boleh pada hak Allah adanya perubahan, baik pada Dzat-Nya maupun pada sifat-sifat-Nya. Karena sesuatu yang memiliki tempat maka ia pasti memiliki arah bawah, dan bila demikian maka mesti ia memiliki bentuk tubuh dan batasan, dan sesuatu yang memiliki batasan mestilah ia merupakan makhluk, Allah Maha Suci dari pada itu semua. Karena itu pula mustahil atas-Nya memiliki istri dan anak, sebab perkara seperti itu tidak terjadi kecuali dengan adanya sentuhan, menempel, dan terpisah, dan Allah mustahil bagi-Nya terbagi-bagi dan terpisah-pisah. Karenanya tidak boleh dibayangkan dari Allah adanya sifat menempel dan berpisah. Oleh sebab itu adanya suami, istri, dan anak pada hak Allah adalah sesuatu yang mustahil. (al-Fiqh al-Akbar, h. 13). Allah ada tanpa tempat dan arah. Kalau mengimani bersemayam/bertempat tinggal itu non muslim, lihat saja pada tempat2 ibadah non muslim mereka mengimani yg ada wujud dan bertempat :D Nabi Muhammad saw bersabda. ان خياركم أحسنكم أخلاقا Sesungguhnya manusia pilihan di antara kalain adalah manusia yg paling bagus akhlaknya. ان من أحبكم الي و أقربكم منى مجلسا يوم القيامة أحسنكم أخلاقا Sesungguhnya orang yg paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya dgn aku pada hari kiamat nanti adalah orang yg paling bagus akhlaknya. Nabi Muhammad saw bersabda: ما شيئ أثقل فى الميزان من حسن الخلق Tidak ada sesuatu (amal kebajikan) yg lebih berat timbangannya (pada hari kiamat kelak) daripada akhlak yg bagus. (Hadits shohih diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Hibban) ألاسلام يصلح بالجود و السماحة و اللين و المودة و الرفق و تجنب البخل و الضيق و العجلة و الحقد و الحرص (فيض القدير شرح الجامع الصغير من أحاديث البشير النذير للعلامة محمد عبد الرؤوف الناوى الجزء الأول صحيفة 348 ) Islam itu akan menjadi baik (mashlahat) jika ummat Islamnya mempunyai sifat-sifat: baik hati, toleransi, lembut-lembut, kasih sayang & ramah-tamah, dan menjauhi dari segala sifat-sifat: kikir, sempit, tergesa-gesa (dalam berbuat sesuatu), dengki dan ambisi. Ummat Islam harus berakhlak mulia dgn cara membina budi pekerti yg luhur dan kasih sayang di antara sesama ummat manusia. Hal itu diterangkan didalam kajian kitab. (Faidhul Qadir Syarah Al-Jami'us Shaghir min Ahaditsil Basyirin Hadzir 6 jilid karya Imam Muhammad Abdurra'uf juz 1 halaman 348)
Imam Madzhab dan Qoul Madzhab. _____________________________________________________ Madzhab Syafi’i –madzhab yang ketiga diantara madzhab-madzhab Ahli al-Sunnah yang tumbuh dan terkenal - sejak awalnya berkembang dalam sebuah perjalanan panjang yang berbeda dengan madzhab-madzhab yang lain. Dalam kenyataannya, sejarah mencatat bahwa madzhab Syafi’i berkembang dalam beberapa phase :Phase pertama : Masa-masa dasar .Phase kedua : Masa-masa perpindahan (pancaroba).Phase ketiga : Masa-masa pemurnian .Phase keempat : Masa-masa akhir/ketetapan . Pada abad pertama dan kedua hijriyah adalah masa lahir dan tumbuhnya madzhab-madzhab Fiqh.Mazhab Hanafi adalah madzhab yang pertama lahir, diikuti madzhab Maliki, kemudian disusul madzhab Syafi’i yang pelopori oleh Imam al-Syafi’i. Madzhab Syafi’i –madzhab yang ketiga diantara madzhab-madzhab Ahli al-Sunnah yang tumbuh dan terkenal. 1. Sejak awalnya berkembang dalam sebuah perjalanan panjang yang berbeda dengan madzhab-madzhab yang lain.Dalam kenyataannya, sejarah mencatat bahwa madzhab Syafi’i berkembang dalam beberapa phase :Phase pertama : Masa-masa dasar .Phase kedua : Masa-masa perpindahan (pancaroba).Phase ketiga : Masa-masa pemurnian .Phase keempat : Masa-masa akhir/ketetapan . I- PHASE DASAR :Pada abad pertama dan kedua hijriyah adalah masa lahir dan tumbuhnya madzhab-madzhab Fiqh.Mazhab Hanafi adalah madzhab yang pertama lahir, diikuti madzhab Maliki, kemudian disusul madzhab Syafi’i yang diotaki oleh Imam al-Syafi’i. Dan kehadiran serta pemikiran madzhab Syafi’i tidak bisa dilepaskan dari dua madzhab pendahulunya, sebab Imam Syafi’i adalah murid Imam Malik, kemudian walaupun Imam Syafi’i tidak berguru langsung pada Imam Abu Hanifah. [Dalam kenyataannya, madzhab-madzhab Fiqh banyak sekali jumlahnya, hanya saja yang mashur dan tumbuh sampai saat ini ada 4 madzhab, itupun dari kelompok SUNNI] 2. Tetapi beliau telah berhasil menyerap ilmu-ilmu madzhab Hanafi melalui “arsitek madzhab Hanafi” yang juga murid Imam Abu Hanifah : Imam Muhammad bin Hasan. Dalam kenyataannya, keuletan Imam Syafi’i dalam berijtihat, telah me lahirkan dua istilah yang terkenal dengan sebutan ‘Qoul Qodim’ dan ‘Qoul-Jadid’ ; dua istilah yang juga dua phase bagi perkembangan madzhab Syafi’i dizaman pendirinya.Dan munculnya dua istilah tersebut, adalah bukti bagi perkembangan ilmu Imam Syafi’i, yang sekaligus juga merupakan bukti dari keinginan Imam Syafi’i untuk menetapkan hukum-hukum Islam sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits secara benar. Adapun yang dimaksud dengan ‘Qoul-Qodim’ : adalah istilah ulama-ulama Syafi’i bagi semua pendapat dan ijtihad Imam Syafi’i ketika beliau masih berada di Baghdad; sedang‘Qoul-Jadid’, adalah istilah ulama Syafi’i bagi semua pendapat dan ijtihad Imam Syafi’i ketika beliau di MesirUlama sepakat, bahwa semua pendapat Imam Syafi’i ketika beliau masih di Baghdad sampai menjelang keberangkatan beliau ke Mesir disebut Qoul Qodim; sebagaimana juga ulama sepakat, bahwa semua pendapat dan perkataan Imam Syafi’i sejak beliau memasuki dan menetap di Mesir disebut Qoul Jadid Imam Abu Hanifah wafat ditahun dimana Imam Syafi’I dilahirkan (tahun 150 H). .3. Perbedaan pendapat terjadi atas perkataan dan pendapat Imam Syafi’i sejak beliau meninggalkan Baghdad sampai menjelang masuk dan menetapnya Imam Syafi’i di Mesir.Menurut Ibn Hajar ( 974 H), Qoul-Qodim adalah semua pendapat dan perkataan Imam Syafi’i sebelum masuk Mesir. Sementara itu ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa Qoul-Qodim hanya pendapat beliau ketika beliau masih berada di Baghdad, dengan begitu masa antara Baghdad dan Mesir termasuk Qoul-Jadid. Dan sebagian lagi merinci, dengan mengatakan bahwa masa antara Baghdad dan Mesir yang awal disebut juga Qoul-Qodim, dan yang kemudian dikatagorikan Qoul-Jadid. Imam Syafi’i meninggalkan Baghdad th 198 H. dan masuk Mesir th. 199 H dan ada pendapat bahwa Imam Syafi’i meninggalkan Baghdad th. 199 H. dan masuk Mesir th. 200 H. [Al-Majmu’:1/9] [Miftah as-Sa’adah : 2/225] 4. Dan diantara ketiga pendapat tersebut, yang pertamalah yang paling kuat yang menjadi pilihan mayoritas Ulama Syafi’iyyah, diantaranya Imam Romli. [Thuhfah : 1/554] [Mughnil Muhtaj: 1/12 ] [Hasyisah Syarqowi : 1/54] .5. Adapun perowi Qoul-Qodim adalah. Ahmad bin Hambal ( 241 H). Al-Za’faroni ( Hasan bin Muhammad : 260 H) Al-Karobisyi ( 245 H./248H.) Abu Tsur (Ibrahim bin Kholid : 240 H). Sedangkan perowi Qoul-Jadid. Al-Buwaithi (231 H). Al-Muzani (264 H). Robi’ Al-Murodi (270 H). Robi’ Al-Jizi (256 H). Yunus bin Abd. A’la (264 H). Abdullah bin Zubair Al-Makki (219 H) Muhammad bin Abdullah bin Abd Hakam dan Harmalah (243 H). Tiga yang terdahulu adalah yang paling banyak andilnya dalam penyebaran dan pengembangan madzhab Syafi’i, dan diantara ketiganya, Robi’ Al-Muradi lah yang paling banyak meriwayatkan perkataan Imam Syafi’i, dan itu diakui sendiri oleh Imam Syafi’i dalam sabdanya: “Robi’ adalah perowi saya. [Nihayah : 1/50] 6. KEDUDUKAN QOUL-QODIM DAN QOUL-JADID DALAM MADZHAB. Secara umum bisa di katakan bahwa yang dianggap pendapat Madzhab adalah ‘Qoul-Jadid’ seperti yang di katakan Imam Syafi’i : “tidak dibenarkan menganggap Qoul Qodim sebagai pendapat madzhab [Thobaqot Fuqoha’ al-Syirozi : 97-98] [ Hasyiyah Syarwani ‘ala Al-Thuhfah 1/54] [AlMajmu 1/68] [Mugnil Muhtaj 1/12] 7. Dan ini sesuai dengan Qoidah Usuliyah : Jika seorang mujtahid berpendapat, kemudian setelah itu dia berpendapat lain, maka yang kedua dianggap Ruju’/ralat bagi yang pertama.Tetapi Ulama Syafi’iyah merinci lebih jelas lagi :1. Qoul-Jadid yang harus di pakai, sedang Qoul-Qodim harus ditinggalkan, kecuali beberapa masalah yang berkisar antara 14 sampai dengan 30 masalah. [Al-Madzhab Inda Syafi’iyah, 29] 8. 2. Qoul-Jadid tidak bisa dianggap pendapat madzhab kecuali dengan jelas Imam Syafi’i mengatakan bahwa dia sudah meralat Qoul-Qodim. Sedang bilamana tidak ada penjelasan dari Imam Syafi’i, maka dianggap ada 2 pendapat dalam madzhab. 3. Qoul Jadid secara mutlak dianggap sebagai pendapat madzhab. Dan pendapat ketiga inilah yang lebih medekati kebenaran, mengingat ulama Syafi’iyyah. Setelah meneliti dengan seksama, menyimpulkan bahwa masalah-masalah yang tersebut dalam qoul-qodim ternyata semuanya tersebut dalam qoul-jadid. [Al-Majmu’ 1/66; Al-Tuhfah 1/54] [An-Nihayah 1/50] 9. kalaupun ada ulama Syafi’iyyah yang memakai dan berfatwa dengan qoul qodim, pada hakikatnya beliau berijtihad dan ternyata sesuai dengan qoul qodim, seperti yang disampaikan Imam Nawawi( 676 H). [Al-Majmu’ 1/66; Hasyiyah Syarwani 1/54] 10. Sedangkan pendapat yang kedua, ditolak oleh mayoritas ulama, sebagaimana dikatakan Abu Ishaq Al-Syiroozi ( 476 H) dan Imam Nawawi : “Pendapat ini jelas salah, sebab antara Qoul Qodim dan Qoul Jadid seperti dua nash yang bertentangan, apabila tidak mungkin dipadukan, maka yang terakhir yang harus dipakai sedang yang pertama di buang [Al-Majmu’ 1/66.] 11. Sementara itu ada yang membandingkan dengan madzhab Hanafi, yang bertentangan dengan madzhab Hanafi adalah dianggap sebagai pendapat madzhab bukan yang sejalan, sebab tidak mungkin Imam Syafi’i berbeda pendapat kecuali ada dalil yang lebih kuat, dan itu adalah pilihan Syaikh Abu Hamid Al-Ashfarooiniy ; tapi menurut Al-Qoffal Al-Syasyi ( 365 H ) justru sebaliknya. [Nuzhah Musytaq Syarh A-Lumma’ 817] [Al-Majmu’ 1/67]. 12. II- PHASE PERPINDAHAN / PANCAROBA.Imam Syafi’i wafat tahun 204 H. dengan meninggalkan pemikiran yang tetap selalu dijadikan rujukan bagi generasi selanjutnya, dan dari tangan beliau lahir tokoh-tokoh terkenal yang melanjutkan pemikiran beliau dibawah komando Al-Buwaithi, dan beliau inilah ‘pewaris tahta’ madzhab syafi’i sebagaimana di sampaikan oleh Imam Syafi’i : “Tak seorangpun yang berhak menempati kedudukan saya selain Yusuf bin Yahya (yakni Al-Buwaithi), dan tak seorangpun dari murid-murid saya yang lebih alim darinya. [Al-Majmu’ 1/68-69] 13. Dari murid-murid Imam Syafi’i –terutama 6 perowi- pemikiran Syafi’i di lanjutkan dan dikembangkan, dan pada kenyataannya murid-murid Imam Syafi’i tersebut bukan saja sekedar menyampaikan dan mengajarkan pendapat Imam Syafi’i pada generasi penerusnya, tapi kadang-kadang mereka juga berijtihad sendiri, dan kadang-kadang ijtihad mereka berlawanan/berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh Imam Syafi’i. [Thobaqot Fuqoha’ (Asy-Syirozi) : 98.] 14. Seperti Al-Muzani, Abu Tsur - juga generasi penerusnya (seperti ibn Mundzir (319 H) - tetap bermadzhab Syafi’i, sementara itu di sebagian masalah berijtihad sendiri yang berbeda dengan pendapat Imam Syafi’i, atau sesuai dengan Qoul-Qodim. [ Ahmad bik Al-Husaini, Daf’ul kholayat, 4.] 15 Karenanya Imam Al-Haromain (478 H) menjelaskan : “Apabila Muzani menyendiri (berpendapat yang berbeda dengan Imam Syafi’i ), maka beliau adalah bermadzhab sendiri, dan jika pendapatnya sesuai dengan Imam Syafi’i maka ijtihadnya lebih utama diikuti dari pada takhrijnya ulama Syafi’iyyah yang lainnya. [Al-Husaini, Thobaqot Asy-Syafi’iyyah : 21.] 16. Yang perlu dicatat, bahwasanya yang paling berjasa dalam penyebaran madzhab Syafi’i di Baghdad adalah Al-Anmaathi - murid Robi’ dan Muzani, perowi qoul jadid-, kemudian muridnya (Ibnu Suraij /306 H.) yang meneruskan penyebaran madzhab Syafi’i kemana-mana. [ Al-Majmu’ : 1/72] 17. Seperti juga Abu Zur’ah adalah orang yang paling berjasa bagi penyebaran madzhab syafi’i di Damaskus. [Thobaqot Fuqoha’ : 109] [Al-A’lam bit-Taubih : 190] 18. Sementara Al-Qoffaal Al-Kabiir Al-Syasyi –murid ibn Suraij- adalah perin tis madzhab Syafi’i di balik sungai Saihun dan Jaihun [Al-A’lam bit-Taubih :189.] 19. Sedangkan tersebarnya madzhab Syafi’i di Maroo dan Khuroosaan adalah hasil kerja ‘Abdan bin Muhammad Al-Maruzi (293 H). Dan yang pertama kali memperkenalkan madzhab Syafi’i di Isfirooyin adalah Abu Awaanah (316 H. salah seorang murid Robi’ dan Muzani. Demikianlah mulai tersebarnya madzhab Syafi’i di segala penjuru dunia. Sampai akhirnya muncullah syaikh Abu Hamid Al-Isfirooni (406 H) yang diikuti oleh sejumlah ulama. Diantaranya Al-Mawardi (450 H). Qodli Abu Thoyyib Al-Thobary (450 H). Qodli Abu Ali Al-Bandaniijy( 425 H). Al-Mahaamily (424 H) dan lain-lain yang membukukan masalah Furu’iyah dalam madzhab Syafi’i. Dan kelompok ini disebut kelompok Al-Iroqiyin, kelompok inilah satu-satunya yang menjadi panutan bagi pendapat madzhab Syafi’i, sementara itu dibagian bumi yang lain muncullah Al-Qoffal Al-Shoghir Al-Maruzi (417H) yang diikuti oleh sejumlah ulama, diantaranya Abu Muhammad Al-Juwaini (430 H), Al-Furooti (461 H), Al-Qodhi Husain (462 H), Abu Ali Al-Sinji (427 H), Al-Mas’udy, Muhammad ibn Abdul-Malik (423 H) dan lain-lain yang juga membukukan Fiqh Syafi’i, dan kelompok ini disebut kelompok Al-Khurosaaniyyin, yang dikenal juga dengan sebutan kelompok Al-Maroowiz. Sampai di sini, semua ilmu madzhab Syafi’i bersumber dari dua kelompok ini, dan apabila dua kelompok ini sepakat/ittifaq maka itulah madzhab Syafi’i yang paling mu’tamad. [Al-A’lam bit-Taubih :189] 20. Adapun kelebihan dan keistimewaan dua kelompok tersebut adalah sebagaimana yang digambarkan oleh imam Nawawi : “Ketahuilah bahwasanya riwayat kelompok Iroqiyyin secara umum lebih tepat, lebih akurat dan lebih bisa dipertanggung-jawabkan dalam menukil nash-nashnya Imam Syafi’i dan qoidah-qoidah madzhabnya di banding dengan riwayat kelompok Al-Khuroosaaniyin; sedang kelompok Al-Khurosaniyyin secara umum lebih baik dalam segi penjabaran, penganalisaan dan runtutannya. [Daf’u Al-Khoyaalaat : 5] 21. Kemudian lahirlah sejumlah ulama yang tidak terikat pada ketentuan dua kelompok tersebut. Seperti Al-Rowiyaani (502 H) pengarang Al-Bahru. Al-Syaasyi (505 H) pengarang Al-Hilyah. Ibn Al-Shobbagh (477 H) yang asalnya adalah kelompok Iroqiyyin. Dan Al-Mutawally (448 H) pengarang Al-Tatimmah. Imam Al-Haromain Al- Ghozali (505H) dan lain-lain dari kelompok Al-Khurosaaniyyun yang keluar dari ketentuan dua kelompok tersebut diatas. [Al-Majmu’ : 1/69] 22. Kemudian muncul generasi berikutnya yang mencoba mempersatukan dua kelompok diatas –Al-Iroqiyun dan Al-Khurosaaniyun- yang di motori oleh dua ulama terkenal: Al-Rofi’i (623 H) dan An-Nawawi (676 H), yang sangat besar andilnya bagi penjernihan madzhab Syafi’i dan qoidah-qoidahnya.Dengan munculnya dua ulama tersebut, perkembangan madzhab Syafi’i memasuki babak baru, “Phase Pemurnian Madzhab”. [Thobaqot Al-Syafi’iyah : 142-143]
Berkumpulnya para Malaikat Pada Waktu Shalat Shubuh Dan Ashar Serta Permohonan Ampun Mereka Bagi yang Hadir Para malaikat yang mulia Berkumpul (untuk menyaksikan) jamaah shalat Shubuh dan Ashar dan mereka juga memohonkan ampun bagi setiap yang datang (pada waktu itu) ke masjid untuk shalat berjamaah. Dalam Shahihain disebutkan, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda, يَتَعَاقَبُوْنَ فِيْكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُوْنَ فيِ صَلاَةِ اْلفَجْرِ وَصَلاَةِ اْلعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِيْنَ تَابُوْا فِيْكُمْ فَيَسْأَلَهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِيْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ “Para malaikat malam dan malaikat siang bergantian menyertai kalian dan mereka berkumpul pada saat (diselenggarakan jamaah) shalat Shubuh dan shalat Ashar. Lalu malaikat yang (sudah) menyertai kalian naik (ke langit), dan mereka ditanya oleh Tuhan mereka, padahal Dia lebih mengetahui daripada mereka, bagaimana keadaan hamba-hambaKu yang kalian tinggalkan? Mereka menjawab, Kami meninggalkan mereka sedang dalam keadaan shalat dan kami mendatangi mereka sedang dalam keadaan shalat (juga).” Dalam riwayat lain menurut Ibnu Khuzaimah, فَيَقُوْلُوْنَ أَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ وَتَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ فَاغْفِرْ لَهُمْ يَوْمَ الدِّيْنِ “Mereka menjawab, ‘Kami datang sedang mereka dalam keadaan shalat dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat (pula), maka ampunilah mereka pada hari pembalasan’.”
الخطيئة والحسنة يقول الإمام العارف بالله السيد الكبير أحمد الرفاعي رضي الله عنه يا ولدي إن ملكت عقلا حقيقيا ما ملت إلى الدنيا وإن مالت لك لأنها خائنة كذابة تضحك على أهلها من مال عنها سلم منها ومن مال إليها بلي فيها وفي الحديث حب الدنيا رأس كل خطيئة فكما أن حبها رأس كل خطيئة فكذلك بغضها والإعراض عنها رأس كل حسنة هي كالحية لين لمسها قاتل سمها لذاتها سريعة الزوال وأيامها تمضي كالخيال فاشغل نفسك فيها بتقوى الله ولا تغفل عن ذكره تعالى ذرة واحدة وإن طرقك طارق الغفلة ذرة فاستغفر الله وارجع لباب الملاحظة واذكر الله واستح من الله راقبه في الخلوات والجلوات واحمده واشكره على الفقر والغنى واترك الأغيار يا ولدي كن صوفيا صافيا ولا تكن صوفيا منافقا فتهلك التصوف الإعراض عن غير الله وعدم شغل الفكر بذات الله والتوكل على الله وإلقاء زمام الحال في باب التفويض وانتظار فتح باب الكرم والاعتماد على فضل الله والخوف من الله في كل الأوقات وحسن الظن به في جميع الحالات يا ولدي إذا تعلمت علما وسمعت نقلا حسنا فاعمل به ولا تكن من الذين يعلمون ولا يعملون يا ولدي نجاة العالم عمله بعلمه وهلاكه ترك العمل . KEBURUKAN DAN KEBAJIKAN Berkata Al-Imam Al'Arif Billah Assayyid Al-Kabir Ahmad Arrifa'i RA: Wahai anakku Seandainya engkau memiliki akal yg hakiki, maka tidak mungkin kau akan condong berlebihan terhadap dunia, walaupun mungkin dunia condong kepadamu. Karena dunia adalah penghianat dan tukang bohong, selalu menertawakan dan menghina orang2 yg mencintainya. Barangsiapa yg menjauhinya maka dia akan selamat, sebaliknya barangsiapa yg condong mencintainya, maka dia akan terkena musibah karenanya. Disebutkan dalam sebuah Hadits : "Mencintai dunia adalah sumber segala keluputan atau dosa". Sebagaimana mencintainya adalah sumber dosa, berarti kebalikannya, membenci dunia dan berpaling darinya adalah sumber kebajikan Dunia diibaratkan bagai seekor ular yg gemulai jalannya, namun bisanya mematikan, kenikmatannya mudah sirna, hari2nya berlalu bagai hayalan Sibukkan dirimu dengan bertaqwa pada Allah SWT, jangan lalai untuk mengingatNya walau sesaat, seandainya terketuk dalam pintu hatimu ketukan lalai akan Allah, beristighfarlah dan kembalilah pada pintu selalu merasa diawasi olehNya. Ingatlah selalu akan keagungan Allah dan malu-lah padaNya, dekati diriNya dgn selalu merasa diawasi olehNya, baik dalam keadaan sendiri maupun dalam keramaian, pujilah Dia dan berterima-kasihlah padaNya atas kefakiran dan kekayaan yg kau miliki dan tinggalkanlah selain Allah /al-aghyar Wahai anakku, jadilah engkau seorang sufi yg suci, ikhlas karena Allah, dan jangan menjadi sufi yg munafik, maka engkau akan mengalami kerusakan Tasawuf adalah berpaling dari dunia, tidak menyibukkan diri dan pikiran untuk merenungkan hakikat dzat Allah, tawakkal atas ketentuan Allah, melepaskan segala kendali zaman dan waktu dengan berpasrah diri atas ketentuanNya, selalu menunggu dibukakan pintu kemuliaan dariNya, selalu berpegang pada anugrahNya, takut akan amarah dan murkaNya dalam setiap waktu, selalu berbaik sangka padaNya dalam segala kondisi Wahai anakku di saat engkau belajar dan mendengarkan ucapan yg benar, maka ikutilah Janganlah engkau seperti orang2 yg mengerti tapi tidak mau mengamalkan ilmunya Wahai anakku keselamatan orang alim adalah di saat dia mengamalkan ilmunya, kecelakaan orang alim adalah di saat dia enggan untuk mengamalkan ilmunya
IJAZAH MUBAROKAH يَامَنْ اَظْهَرَ اْلـجَمِيْلَ. وَسَتَرَ اْلقَبِيْحَ. وَلـَمْ يُؤَاخِذْ بِاْلـجَرِيْرَةِ. وَلـَمْ يَهْتِكِ السِّتْرَ. وَياَعَظِيْمَ اْلعَفْوِ. وَياَحَسَنَ التَّجَاوُزِ. وَياَوَاسِعَ اْلـمَغْفِرَةِ. وَياَباَسِطَ اْليَدَيْنِ بِالرَّحْمَةِ. وَياَ سَامِعَ كُلِّ نَجْوَى. وَياَ مُنْتَهَى كُلِّ شَكْوَى. وَياَ كَرِيْمَ الصَّفْحِ. وَياَ عَظِيْمَ اْلـمَنِّ. وَياَ مُقِيْلَ اْلعَثَرَاتِ. وَياَ مُبْتَدِئاً بِالنِّعَمِ قَبْلَ اسْتِحْقاَقِهاَ. يَا سَيِّدِيْ وَياَمَوْلاَيَ وَياَ غَايَةَ رَغْبَتِيْ. أَسْأَلُكَ أَنْ لاَ تُشَوِّهَ خِلْقَتِيْ بِبَلاَءِ الدُّنْياَ وَلاَ بِعَذَابِ النَّارِ . Di dalam kitab al-Mustadrok, Imam al-Hakim ra mengeluarkan sebuah hadits dari Amer bin Syu`aib ra yang ia terima dari bapaknya dan kakeknya, ia berkata :”Malaikat Jibril as pernah datang kepada nabi SAW de ngan membawa do`a ini dari langit, dan ia datang dengan wajah yang indah berseri-seri sambil tertawa bersuka ria, padahal ia tidak pernah turun ke bumi seperti itu sama sekali, Jibril as berkata : “Salam sejahtera atas-mu ya Rasulallah”. Nabi menjawab : ”Salam sejahtera pula atas-mu ya Jibril”. Ia berkata :”Allah telah mengutusku untuk membawa sebuah hadiah untukmu”. “Hadiah apa ?” tanya nabi SAW. “Beberapa kalimat yang diambil-Nya dari gudang arsy” jawabnya. “Dengan kalimat ini, mudah-mudahan Allah akan memuliakanmu”. “Kalimat apa ya Jibril?” Tanya nabi. Kemudian malaikat Jibril membacakan do`a ini : Yaa man azharol jamiil, wa satarol qobiih ……….. dst Nabi bertanya lagi : “Fadhilah apa yang Allah berikan kepada pembacanya ?”. Malaikat Jibril as menjawab : “Seandainya semua malaikat yang ada di tujuh lapis langit itu berkumpul untuk menggambarkan fadhilahnya, niscaya mereka semua tidak akan mampu untuk menggambarkan fadhilahnya sampai hari kiamat tiba. Dan Allah SWT telah berfirman kepadaku : Kuberikan pahala kepada pembacanya sebanyak semua makhluk yang telah aku ciptakan, sebanyak tetesan air hujan, sebanyak pasir dan kerikil, dan Aku berikan pahala seperti yang di dapat oleh 70 orang nabi yang telah menyampaikan dakwah risalah”. Imam al-Hakim berkomentar : “Hadits ini sanadnya shohih karena perawinya kebanyakan berasal dari penduduk Madinah yang terpercaya”. ( Tuhfatuz Dzaakirin syarah al-Hishnul Hashin karya Imam Muhammad bin Ali asy-Syaukany hal 378 )
Rasulullah SAW bersabda : “Seseorang adakalanya beramal kebajikan-kebajikan sampai antara ia dengan surga hanya tinggal sejengkal, tetapi dalam ketentuan Ilahi, ia ditetapkan sebagai penghuni neraka, sehingga ia melakukan perbuatan-perbuatan amal penghuni neraka, sampai ia masuk neraka. Seseorang adakalanya beramal kejahatan-kejahatan sampai antara ia dengan neraka hanya tinggal sejengkal, tetapi dalam ketetapan Ilahi, ia ditetapkan sebagai calon penghuni surga, maka ia beramal penghuni surga, sampai ia masuk surga.” Habir Umar Al Attas menjelaskan : “Seseorang yang selalumengerjakan amalan ahli surga, kebanyakannya akan masuk ke dalam surga; sebab perbuatan lahiriyah adalah lambing perbuatan batiniyah, jika ia masuk ke dalam neraka, maka hal itu jarang sekali. Hal itu seperti orang yang jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi, tentunya orang itu tidak akan berbahaya. Demikian pula seorang yang melakukanamal-amal ahli neraka, kebanyakannya ia akan masuk ke dalam neraka; tetapi jika ia masuk ke dalam surga, maka hal itu jarang sekali terjadi. Hal itu seperti orangyang jatuh dari puncak gunung, kebanyakan akan wafat”. ini adalah penegasan akan kehati2an untuk amal yg kita lakukan, jgn sampai kita terlena dgn amal yg malah membuat kita jatuh keneraka. Kita tidak tahu ketetapan Allah akan diri kita sehingga kita harus menyadari setiap langkah kita menuju kemana. Semoga Allah terus menjaga keimanan kita. “Allahumma yaa muqallibal quluubi sabbit qalbii ‘ala diinika”. “Ya Allah, wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.
وَعَنْ أبِيْ هُرَيْرَة(ر) قَالَ: قَالَ رَسُولُ الله .صَ.: إنَّ ِللهِ مَلآئِكَةً يَطًوفُونَ فِي الطُُّرُقِ يَلْتَمِسُـونَ أهْلَ الذِّكْرِ, فَإذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَناَدَوْا: هَلُمُّـوْا إلَى حَاجَتِكُمْ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ الدّ ُنْيَا, فَإذَا تَفَرَّقُوْا عَرَجُوْا وَصَعِدُوْا اِلَى السَّمَاءِ فَيَسْألُهُمْ رَبُّهُم ( وَهُوَ أعْلَمُ بِهِمْ ) مِنْ اَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عَبِيْدٍ فِي الاَرْضِ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيُهَلِّلُوْنَكَ. فَيَقُوْلُ: هَلْ رَأوْنِي؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : لَوْ رَأوْنِي؟ فَيَقوُلُوْنَ: لَوْ رَأوْكَ كَانُوْا اَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً, وَاَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَاَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيْحًا, فَيَقُـوْلُ : فَمَا يَسْألُوْنِى ؟ فَيَقـوُلُوْنَ : يَسْألُوْنَكَ الجَنَّةَ, فَيَقُوْلُ: وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ: لاَ, فَيَقُوْلُ: كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ: لَوْ اَنَّهُمْ رَأوْهَا كَانُوْا اَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَ اَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَاَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً. فَيَقُوْلُ: فَمِمَّ يَتَعَـوَّذُوْنَ؟ فَيَقُولُوْنَ: مِنَ النَّـارِ, فَيَقُوْلُ: وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ: لَوْ رَأوْهَا كاَنُوْا اَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا, فَيَقُوْلُ: اُشْهِدُكُمْ اَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَيَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ المَلاَئِـكَةِ : فُلاَنٌ لَيْسَ مِنهُمْ, اِنَّمَا جَائَهُمْ لِحَـاجَةٍ فَيَقُوْلُ : هُمُ القَوْمُ لاَ يَشْقَى جَلِيْسُهُمْ Artinya: “Sesungguhnya Allah memilik sekelompok Malaikat yang berkeling dijalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan sekolompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru: 'Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan'. Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga kelangit. Apabila orang-orang itu telah berpisah (bubar dari majlis dzikir) maka para malaikat tersebut berpaling dan naik kelangit. Maka bertanyalah Allah swt. kepada mereka (padahal Dialah yang lebih mengetahui perihal mereka). Allah berfirman: ‘Darimana kalian semua’? Malaikat berkata: Kami datang dari sekelompok hamba-Mu dibumi. Mereka bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepada-Mu. Allah berfirman; ‘Apakah mereka pernah melihatKu’? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah berfirman; ‘Seandainya mereka pernah melihatKu’?Malaikat berkata; Andai mereka pernah melihat-Mu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepada-Mu, lebih bersemangat memuji-Mu dan lebih banyak bertasbih pada-Mu. Allah berfirman; ‘Lalu apa yang mereka pinta pada-Ku’? Malaikat berkata; Mereka minta sorga kepada-Mu. Allah berfirman; ‘Apa mereka pernah melihat sorga’? Malaikat berkata; Tidak pernah! Allah berfirman; ‘Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya’?Malikat berkata; Andai mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan ber- tambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan untuk memasukinya. Allah berfirman; ‘Dari hal apa mereka minta perlindungan’? Malaikat berkata; Dari api neraka. Allah berfirman; ‘Apa mereka pernah melihat neraka’? Malaikat berkata; Tidak pernah! Allah berfirman: ‘Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka’? Malaikat berkata; Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindar- kan diri darinya. Allah berfirman; ‘Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka’. Salah satu dari malaikat berkata; Disitu ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka, dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah dia akan diampuni juga?). Allah berfirman; ‘Mereka (termasuk seseorang ini) adalah satu kelompok dimana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa’ ". Sedangkan dalam riwayat Muslim ada tambahan pada kalimat terakhir: 'Aku ampunkan segala dosa mereka, dan Aku beri permintaan mereka'. (HR. Bukhori X1 :209 dan Imam Muslim 1V:2070) Empat hadits terakhir diatas, jelas menunjukkan keutamaan kumpulan majlis dzikir, Allah swt.akan melimpahkan rahmat, ketenangan dan ridho-Nya pada para hadirin termasuk disini orang yang tidak niat untuk berdzikir, serta majlis seperti itulah yang sering dicari dan dihadiri oleh para malaikat. Alangkah bahagianya bila kita selalu kumpul bersama majlis-majlis dzikir yang dihadiri oleh malaikat tersebut sehingga do’a yang dibaca ditempat majlis dzikir tersebut lebih besar harapan untuk diterima oleh Allah swt. Juga hadits-hadits tersebut menunjukkan mereka berkumpul berdzikir secara jahar,karena berdzikir secara sirran/pelahan sudah biasa dilakukan oleh perorangan ! Diriwayatkan juga dari Jabir ra. : “Rasulallah saw. pernah keluar menemui kami, seraya bersabda; ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu mempunyai beberapa tawanan dari (kelompok) malaikat yang berdiam (menempati tempat) dan berdiri (berhenti) pada majelis-majelis dzikir dibumi. Mereka bersenang-senang ditaman surga. Kami bertanya; ‘Dimanakah taman-taman surga itu’? Beliau saw. menjawab; ‘Pada majelis-majelis dzikir, maka pergilah pagi dan sore hari untuk berdzikir/mengingat Allah’ “. {HR.Abu Ya’la [3:391], Imam Al-Hakim dalam Al-Mustadrak [1:494]. Hadits ini shohih. Dan mengenai Umar bin Abdullah ─maula Ghufrah─ yang ada dalam sanad hadits tersebut dinilai tsiqah (dapat dipercaya) oleh Ibn Sa’id dan Imam Ahmad menilai dia tidak apa-apa. Umar bin Abdullah tidak meriwayatkan hadits tersebut dari seorang sahabat, sebab jika dia meriwayatkannya dari sahabat maka riwayatnya itu mursal (ah) } . Hadits dari Abu Darda ra. bahwa Rasulallah saw. bersabda: “Sungguh Allah akan membangkitkan beberapa kaum –pada hari kiamat– yang pada wajah mereka itu memancar cahaya dari atas mimbar pertama, mereka itu sangat di-inginkan (disukai) oleh manusia. Mereka bukanlah para nabi dan juga bukan para syuhada”. Abu Darda ra berkata: ‘Lalu ada seorang Arab Badui yang berlutut seraya berkata; Wahai Rasulallah, perlihatkanlah mereka supaya kami mengetahuinya. Beliau saw. bersabda: ‘ Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai dijalan Allah dari berbagai kabilah, dari berbagai negeri. Mereka berkumpul untuk melakukan dzikrullah (dzikir kepada Allah), mereka mengingat-Nya [dengan menyebut-nyebut-Nya]’ “. (Al-Hafidh Al-Mundziri dalam kitab At-Targhib wa At-Tarhib [2:406] mengatakan; Hadits ini diriwayatkan Imam Thabrani dengan isnad Hasan. Demikian pula (oleh) Al-Hafidh Al-Haitsami dalam Mujma’ Al-Zawaid-nya [X:77]
Riwayat Al Baihaqy dari Abu Sa’id Al Khudrij ra, Rasulallah saw bersabda : يَقُوْلُ الرَّبُّ جَلَّ وَعَلاَ يَوْمَ القِيَامَةِ سَيَعْلَمُ هَؤُلاَءِ الْجَمْعَ الْيَوْمَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ فَقِيْلَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ قَالَ : اَهْلُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ فِي الْمَسَاجِدِ (رواه البيهاقي Artinya: “Allah jalla wa ‘Ala pada hari kiamat kelak akan bersabda: ’Pada hari ini ahlul jam’i akan mengetahui siapa orang ahlul karam (orang yang mulia). Ada yang bertanya: Siapakah orang-orang yg mulia itu? Allah menjawab, Mereka adalah orang-orang peserta majlis-majlis dzikirdi masjid-masjid ”. Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan: “Dikeluarkan oleh Imam Turmudzi, Ibn Majah dan dishohihkan oleh Imam Al-Hakim dari hadits Abu Darda ra. secara marfu’ Rasulallah saw. bersabda: ‘Senangkah kalian jika aku beritahukan mengenai amal yang paling baik dan paling bersih/suci disisi Raja kalian. Lebih tinggi derajatnya bagi kalian, bahkan lebih baik bagimu daripada menginfakkan emas dan kertas (uang), serta lebih baik daripada bertemu dengan musuh kalian lalu kalian menebas leher musuh itu dan (atau) mereka membunuh kalian (menebas leher kalian)’? Mereka menjawab: ‘Ya’. Rasulallah saw. bersabda: ‘Itulah dzikrullah mengingat Allah ‘Azza wa Jalla (Yang Maha Perkasa dan Agung)’ “. (HR.Turmudzi [V:459, Ibn Majah [2:1245], Al-Hakim [1:496]. Hadits ini shohih). Ibn Hajar telah mengisyaratkan mengenai dzikir tersebut, ketika menjelaskan jihad dan keutamaan orang yang berjihad (al-mujahid). Bahwa mujahid itu seperti orang yang sedang beribadah puasa tidak berbuka (sering berpuasa), seperti yang bangun malam (untuk ibadah) tidak pernah tidur dan keutamaan-keutamaan lainnya yang menunjukkan keutamaan jihad dibandingkan dengan amal-amal sholeh lainnya. Untuk mengkompromikan dalil-dalil tersebut –wallahu a’lam– bahwa yang dimaksud dengan dzikrullah dalam hadits Abu Darda’ –yang sangat besar pahalanya– itu adalah dzikir al-kamil (yang sempurna).Yakni dzikir yang dilakukan dengan lisan dan disertai oleh hati, dengan memikirkan makna, serta menangkap keagungan Allah swt.. Dan orang yang dapat melakukan dzikir semacam itu akan mendapatkan keutamaan –dari sisi Allah swt.– lebih utama daripada orang-orang yang berperang melawan orang-orang kafir tanpa penghayatan terhadap perbuatan atau ibadahnya itu. Keutamaan jihad –berjuang untuk kemaslahatan dan kejayaan agama Islam– itu juga diakui lebih utama dibandingkan dengan dzikir denganlisan saja tanpa pemaknaan dan penghayatan. Jika ada yang kebetulan berkesempatan atau dengan sengaja menyempatkan diri untuk melakukan dzikir dengan lisan dan hati- nya, serta menghayatinya –dan itu semua dilaksanakan ketika dia melakukan sholat, puasa, sedekah atau berperang melawan orang-orang kafir– maka itulah yang mencapai derajat yang tinggi (yakni seperti digambarkan dalam hadits Abu Darda’). Sedang menurut Al-Qadhi Abu Bakar bin Al’Arabi bahwa tiada perbuatan sholeh kecuali dzikir merupakan syarat untuk membenarkan atau meluruskannya. Sehingga, siapa saja yang tidak berdzikir umpamanya ketika bersedekah atau puasa, maka amal ibadahnya tidak sempurna. Jadi, dzikir, jika dilihat dari fungsinya yang seperti itu dapat dinilai sebagai amal yang paling mulia. Perhatikanlah, hadits yang berarti : ‘Niat Mukmin itu lebih hebat (ablagh) daripada amalnya’ “ . Demikianlah menurut Ibn Hajar Al-‘Asqalani dari Al-Fath X1:210. (HR.Thabarani dalam Al-kabir V1:185; Baihaqi dalam Su’ab Al-Iman V:343; Al-Hafidh All-Sakhawi dalam Al-Maqashlud Al-Hasanah hal. 450, mengenai jalan (sanad) hadits tersebut, mengatakan : ‘Jalan-jalan hadits tersebut meski dho’if, tetapi semuanya dapat memperkuat hadits tersebut’. Lihat pula kitab Majma’ Al-Zawa’id 1:61.
MERAIH “MA’AN GHODAQO” Allah SWT berfirman : “Jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu ( thoriqoh ), sungguh Kami akan memberi minum kepada mereka air yang menyegarkan dan karunia yang cukup banyak”. ( Al-Jin : 16 ). Ada catatan dari Prof. Dr. Pfeiffer ( warga Belanda dan Dosen UI 1930 ), tentang keunikan dalam konflik thoriqoh. Beliau menulis, bahwa Sayyid Ali At-Thayyib Al-Hasani diundang ke Indonesia, dalam kunjungan beliau sebagai seorang Mufti Syafi’i ( beliau adalah Ayah dari Sayyid Muhammad al-Hasani ). Ada satu ucapannya yang cukup menggemparkan, bahkan menjadi konflik internal bagi pengamal thoriqoh, beliau berfatwa bahwa Syaikh Abul Abbas Ahmad at-Tijani ra berkata : “20 orang dari khalifah-ku lebih utama dibandingkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani”. Maka langsung sa ja hal ini menjadi per debatan yang serius dan berpolemik serta mengacaukan pemi kiran umat Islam khususnya para pengamal thariqah Qadiriyah. Kemudian ( tahun 1989 ) saat saya ( penulis ) mengun jungi pesantren Buntet di Cirebon, disana semua orang justru mampu hidup rukun dan bersaudara, padahal di Buntet para kyai mengamalkan beragam thoriqoh, diantaranya ( thoriqoh Tijaniyah, Syathariyah dan Khalwatiyah ) Kaum Tijaniyah tetap beramaliyah dengan khusyu’ sementara ahli thariqah di luar itu ( Syathariyah & Khalwatiyah ) malah mampu ngemong dan menjalani semua kebersamaan itu dengan damai. Bahkan Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari pernah berdialog langsung dengan Syaikh Abbas ( Muqaddam Thariqah Tijaniyah ) dan menanyakan perihal kontroversi dan bahaya konflik tentang fatwa Syaikh Ahmad at-Tijani tersebut. Syaikh Abbas dan adiknyaSyaikh Anas, mengakui dan menyatakan bahwa KH Hasyim Asy’ari adalah guru mereka dan mereka berdua sangat menghormatinya. Namun untuk urusan thariqah ini, adalah dimensi yang berbeda dan kami tidak akan mening galkan pendapat Mursyid Thariqah kami dan berpindah paham menuruti pendapat KH. Hasyim Asy’ari, walaupun beliau ini adalah guru kami dan ulama besar pendiri NU. Inilah keteguhan pendapat seorang murid thariqah yang berpegang teguh kepada perintah Mursyid pembimbingnya, walaupun kontroversi dengan ajakan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari. Maka akhirnya semua menjadi maklum. Yang unik dan menarik adalah pada waktu terjadi konflik tahun 1930 itu, umat justru mampu bersatu dan berperang melawan penjajah. Jika “Ma’an Ghadaqa” ( air yang menyejuk kan ) ini diturunkan oleh Allah SWT melalui telaga para kekasih -Nya, maka semua perjuangan itu sukses dan diberkahi.
Sayyidina Umar ibnil Khoth-thob Rodliyallahu Anhu berkata artinya : “ Samudera itu ada Empat " Hawa Nafsu itu samudera dosa. Nafsu itu samudera Keinginan/ Syahwat. Kematian itu samudera Umur. Dan Kubur itu Samudera Penyesalan. Hawa Nafsu ialah kecenderungan nafsu untuk memenuhi keinginannya yang diluar perintah syara’. Hawa Nafsu adalah menjadi sumber/pangkal perbuatan dosa. Nafsu ialah elemen jiwa yang. berpotensi mendorong pada tabiat/biologis dan mengajak diri pada berbagai kelezatan. Nafsu adalah menjadi sumber/pangkal kejelekan dan sumber perangai yang tercela. Kematian itu samudera umur artinya bahwa kematian itu menghimpun seluruh umur yang telah ada. Kubur itu samudera penyesalan artinya bahwa di alam kuburlah terjadi berbagai penyesalan seluruhnya. Renungkanlah nasihat yang singkat ini !!! (Kitab Nashoihul Ibad)
Saat Terakhir Imam Ghazali Imam Ghazali terjaga awal pada pagi itu dan sebagaimana biasanya melakukan solat dan kemudian beliau bertanya pada adiknya, “Hari apa hari ini?” Adiknya pun menjawab, “Hari Isnin.” Beliau kemudian meminta kepadanya untuk mengambil sejadah putihnya, beliau menciumnya, menebarkannya dan kemudian berbaring di atasnya sambil berkata lembut, “Ya Allah, hamba mematuhi perintah~Mu,” …dan beliau pun menghembuskan nafas terakhirnya. Di bawah bantalnya mereka menemukan bait-bait berikut, ditulis oleh Al-Ghazali ra., barangkali pada malam sebelumnya. “Katakan pada para sahabatku, ketika mereka melihatku mati, menangis untukku dan berduka bagiku. Janganlah mengira bahawa jasad yang kau lihat ini adalah aku. Dengan nama Allah, kukatakan padamu, ini bukanlah aku, Aku adalah jiwa, sedangkan itu hanyalah selonggok daging. Jasad itu hanyalah rumah dan pakaianku sementara waktu. Aku adalah harta karun, azimat yang tersembunyi, Dibentuk oleh debu, yang menjadi singgahsanaku, Aku adalah mutiara, yang telah meninggalkan rumahnya, Aku adalah burung, dan badan ini hanyalah sangkarku. Dan kini aku lanjut terbang dan badan ini kutinggal sebagai kenangan. Puji Tuhan, yang telah membebaskan aku. Dan menyiapkan aku tempat di syurga tertinggi, Hingga hari ini, aku sebelumnya mati, meskipun hidup di antaramu. Kini aku hidup dalam kebenaran, dan pakaian kuburku telah ditanggalkan. Kini aku berbicara dengan para malaikat di atas, Tanpa hijab, aku bertemu muka dengan Tuhanku. Aku melihat Lauh Mahfuz, dan di dalamnya aku membaca Apa yang telah, sedang dan akan terjadi. Biarlah rumahku runtuh, baringkan sangkarku di tanah, Buanglah sang azimat, itu hanyalah sebuah kenang-kenangan, tidak lebih Sampingkan jubahku, itu hanyalah baju luarku, Letakkan semua itu dalam kubur, biarkanlah terlupakan Aku telah melanjutkan perjalananku dan kalian semua tertinggal. Rumah kalian bukanlah tempatku lagi. Janganlah berfikir bahawa mati adalah kematian, tidak, itu adalah kehidupan, Kehidupan yang melampaui semua mimpi kita di sini, Di kehidupan ini, kita diberikan tidur, Kematian adalah tidur, tidur yang diperpanjangkan Janganlah takut ketika mati itu mendekat, Itu hanyalah keberangkatan menuju rumah yang terberkati ini Ingatlah akan ampunan dan cinta Tuhanmu, Bersyukurlah pada kurnia~Nya dan datanglah tanpa takut. Seperti aku yang sekarang ini, akan berlaku juga kepadamu Kerana aku tahu kau dan aku adalah sama Jiwa-jiwa yang datang dari Tuhannya Badan-badan yang berasal sama Baik atapun jahat, semua adalah milik kita Aku sampaikan pada kalian sekarang pesan yang menggembirakan Semoga kedamaian dan kegembiraan Allah menjadi milikmu selamanya
Imam Ghazali, 40 Jilid Kitabnya Musnah Dibakar (Bagian Kedua-Habis) Di kalangan para sufi, Imam Ghazali adalah ikon tersendiri. Ia sangat produktif, sementara karya-karyanya sungguh luar biasa. Dalam beberapa tulisannya, tasawuf disuguhkan dalam penalaran dan argumentasi yang sungguh mencengangkan. Hampir semua karyanya menjadi rujukan dan bahan penelitian hingga kini. Bagi Ghazali, tasawuf merupakan himpunan antara akidah, syariat dan akhlak. Baginya perjalanan spritual seseorang mampu menjernihkan hati secara berkesinambungan sehingga mencapai tingkat Musyahadah (kesaksian). Menurut Ghazali, kehidupan seorang muslim tidak dapat dicapai dengan sempurna kecuali dengan mengikuti jalan Allah yang di lalui secara bertahap. Tahapan itu antara lain tobat, sabar, kefakiran, zuhud, tawakal, cinta dan makrifat. Setelah ketujuh tahapan itu, manusia memperoleh Ridla. Oleh karena itu seseorang yang mempelajari taawuf wajib mendidik jiwanya. Lebih dari itu juga harus mendidik akhlaknya. Menurut dia, hati adalah cermin yang sanggup manangkap makrifat. Kesanggupan itu terletak pada hati yang jernih dan suci. Setiap karya Ghazali mempunyai keunikan tersendiri dengan gagasan-gagasan yang orsinil. Tidak kurang dari 228 kitab ditulisnya, meliputi berbagai disiplin ilmu, anatara lain, tasawuf, Fikih, Teologi, Logika, dan Filsafat. Di antara karya-karyanya adalah “Ihya Ulumuddin, Bidayat al-Hidayah, Misykat al-Anwar, Minhaj al-Abidin ila Jannati Rabbil Alamin, al-Munqidz min al-Dhalal, al-Arbain fi Ushuluddin, dan lain-lain. Yang paling berbobot ialah Ihya Ulumuddin, yang terdiri dari empat jilid, kitab ini memuat segudang teori dan jalan yang harus ditempuh oleh mereka yang mendalami tasawuf. Hingga kini kitab yang sangat monumental ini menjadi bacaan wajib di beberapa pesantren salaf. Jangan lupa, Ghazali bukan hanya pakar tasawuf, ia juga kampiun dalam ilmu filsafat. Dua karyanya di bidang Filsafat yang sangat mengagumkan ialahTahafutu al-Falasifah dan Maqasishid al-Falasifah. Di zamannya belum ada seorang pun yang mampu dan berani mengkritik pemikiran para fisul dengan senjata logika. Maka layaklah jika mendapat julukan Hujjatul Islam atau tempat kaum muslimin merujuk ilmu agama. Sayang, sebagian besar karya besar Imam Ghazali yang sudah menjadi harta budaya dan khasanah intelektual itu musnah dibakar oleh tentara mongol yang menyerbu Baghdad abad XIII, sehingga yang tersisa tinggal 54 kitab. Kitab tafsirnya yang 40 jilid ikut musnah. Bayangkan, betapa kaya khasanah intelektual kita andai semua karya Hujjatul Islam masih utuh….! Pujian dan Teguran Sang Adik Banyak cerita menarik seputar Imam Ghazali, yang paling terkenal ialah cerita tentang Ahmad, adiknya, melalui jalan saudaranya inilah jalan tasawuf menjadi pilihan Ghazali. Saking berterima kasihnya Ghazali mendedikasikan sebuah kitabnya, Madhunun bih Ala Ghairi Ahlih, untuk sang adik. Cerita tentang adik kakak ini sering diperdengarkan di pesantren-pesantren. Alkisah, suatu hari Ghazali menjadi Imam shalat di masjid, sementara adiknya menajdi makmum. Ketika itu adiknya melihat tubuh sang kakak berdarah, maka ia pun membatalkan makmum kepada kakaknya, dan meneruskan shalat sendiri. Usai shalat, Ghazali bertanya, “Mengapa kamu membatalkan makmum kepadaku?” jawab Ahmad, adiknya, “Aku melihat kanda penuh darah.” Sejenak Ghazali termenung. “Memang dalam shalat saya sedang berpikir tentang persoalan haid.” Adik kandung Imam Ghazali memang dikenal sebagai ahli Kasyf, mampu melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh orang awam. Seketika itu Ghazali sadar tentang pentingnya dunia sufi. Dan kejadian inilah yang mendorongnya mendalami tasawuf. Maka ia memutuskan untuk menjadikan tasawuf sebagai jalan mengenal Allah – yang tujuan akhirnya disebut makrifat. Menurut Ghazali, makrifat tidak hanya berarti mengenal Allah, tetapi juga mengenal alam semesta. Makrifat bukan hanya pengenalan biasa, meliankan juga ilmu yang tak diragukan kebenaranya, yang disebutAinu al-Yaqin – tersingkapnya sesuatu secara jelas, tidak ada keraguan, tidak mungkin salah dan keliru. Makrifat sebenarnya diperoleh melalui llham. Allah memancarkan Nur ke dalam kalbu seseorang agar ia mengenali hakikat Allah dan segala ciptaannya. Hanya kalbu yang bersihlah yang bisa menerima Nur Ilahi. Apa syaratnya? Harus menyucikan diri dari dosa dan tingkah laku tercela, membersihkan diri dari keyakinan selain keyakinan kepada Allah. Kalbu harus total berdzikir kepada Allah sehingga dapat mencapai fana (kesirnaan) secara total. Jika sudah mampu mencapai tahapan ini (maqamat), ia bisa mendapatkan mukasyafah (mampu menjawab persoalan) dan musyahadah (mampu melihat Allah dalam hati). Banyak pujian dialamatkan kepadanya, orientalis beken seperti H.A.R. Gibb menyejajarkan Imam Ghazali dengan filsuf Nasrani ST Agustinus atau pembaharu Kristen Martin Luther. Gibb menulis dalam sebuah bukunya, nama yang terkait dengan pembaharuan pemahaman agama adalah Al-Ghazali, pembaharu agama yang sederajat dengan St. Agustinus dan Martin Luther dalam pendangan keagamaan dan kemampuan intelektual. Cerita tentang perjalanan spritualnya sungguh menawan hati dan sangat bernilai. Bagaimana ia menemukan dirinya sendiri dalam pemberontakannya melawan keruwetan para teolog yang berusaha mencari realitas tertinggi lewat seluruh sistem keagamaan dan filsafat muslim pada masanya. Sementara menurut Samuel M. Zwemer, ilmuwan asal Jerman dan peneliti dunia sufi, ada empat tokoh yang paling besar jasanya terhadap Islam, yaitu Nabi Muhammad SAW, Imam Bukhari RA yang berjasa dalam pengumpulan Hadits, Imam Asy’ari sebagai teolog terbesar dan penentang rasionalisme, dan Imam Al-Ghazali sebagai sufi dan pembaharu. Al-Ghazali telah meninggalkan pengaruh paling luas atas sejarah Islam dibanding siapapun setelah Nabi Muhammad SAW.
Imam Ghazali, Filsuf Besar dan Sufi Brilian Berilmu Tinggi (Bagian Pertama) Ia pembaharu tasawuf dan filsafat dalam Islam. Gagasan dan karya-karya Hujatul Islam ini, menjadi rujukan sampai sekarang. Dalam rak-rak di sebuah toko buku, tampak berjejer buku-buku tentang sufi. Tetapi ada hal yang mencolok. Buku-buku karya Al-Ghazali begitu dominan. Hampir dua puluh buku karya ulama besar ini banyak diminati calon pembeli. Karya Imam Al-Ghazali memang menarik. Tulisannya tidak hanya memikat, tetapi juga selalu aktual sepanjang zaman. Tidak salah jika gagasan dan pikirannya tentang Tasawuf banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Imam Ghazali adalah ulama yang mampu mendiskripsikan tasawuf, syari’at dan Akhlak dengan jelas dan argumentatif. Nama lengkapnya adalah Abu Hamid ibnu Muhammad ibnu Ahmad, lahir di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H atau 1058 M. Karya masterpiece-nya Ihya Ulumuddin yang empat jilid itu menjadi bacaan wajib bagi orang-orang yang ingin belajar tasawuf. Ia hidup dalam keluarga yang sangat taat beragama. Ayahnya yang berasal dari desa Ghazalah adalah seorang pemintal Wool. Nama desa inilah yang kelak menjadi nama sebutan bagi anaknya, Abu Hamid, yaitu Ghazali. Imam Al-GhazaliSejak kecil sudah tampak tekadnya yang kuat untuk mendalami ilmu-ilmu agama. Mula-mula ia belajar kepada Ahmad ibnu Muhammad al-Razhani al-Thusi. Setelah merasa cukup, ia melanjutkan studi ke Kota Jurjan, belajar di sekolah yang dipimpin oleh intelektual terkenal saat itu, Abu Nash al-Ismail. Selain itu ia juga belajar kepada sufi besar Syekh Yusuf al-Nasaj (wafat 487 H). Rasa haus akan ilmu membawanya melanglang buana ke berbagai kota. Ia sempat belajar kepada Abu Maal al-juwaini di Naisyaburi yang tersohor karena mendapat julukan Imam al-Haramain. Di Naisyaburi, ia juga belajar Tasawuf kepada Syekh Abu Ali al-Fadhl ibnu Muhammad ibnu Ali Farmadi. Di Naisyaburi inilah kepiawaiannya mulai dikenal orang. Ia tidak hanya berguru, tetapi juga sudah menulis dan memberi beberapa kajian fikih. Setelah Imam Juwaini wafat, Al-Ghazali melanjutkan studinya ke Kota Muaskar. Di sinilah segala pergumulan intelektual ia lalui dengan prestasi cemerlang.. karena prestasinya ia diangkat sebagai guru besar sebuah perguruan tingg bergengsi Al-Nidzomiyah di Bagdd pada tahun 484 H. di sini ia mengajar sambil memperdalam kajian filsafat Yunani dan Islam. Di tengah hidupnya yang mapan, jiwanya guncang, ketika muncul pertanyaan-pertanyaan filosofis di benaknya: Apakah pengetahuan yang hakiki itu?, pengetahuan dapat diperoleh melalui indra atau akal? Hampir dua bulan pertanyaan-pertanyaan filosofis itu sempat membuatnya linglung. Belakangan problem filosofis ini ia bahas dalam kitab: Al-Munqiz min al-dzalal. Dalam kitab itu ia memperoleh jawaban: jalan sufilah satu-satunya jalan untuk mendapatkan kebenaran hakiki. Mempersiapkan Batin Ia menulis, “Setelah itu perhatianku kupusatkan pada jalan sufi. Ternyata jalan sufi tidak dapat ditempuh kecuali dengan jalan ilmu dan amal, dengan menempuh tanjakan-tanjakan batin dan penyucian diri. Hal itu perlu untuk mempersiapkan batin, kemudian mengisinya dengan dzikir kepada Allah. Bagiku, ilmu lebih mudah daripada amal. Maka segeralah aku mulai mempelajari ilmu dari beberapa kitab, antara lain, Qut’al Qulub, karya Abu Thalib al-Makki, juga beberapa kitab karya Haris Al-Muhasibi, serta ucapan-ucapan Junaid al-Bagdadi, Al-Syibli, Abu Yazid al-Bustami dan lain-lain. Ghazali melanjutkan tulisannya ”Penjelasan lebih jauh terdengar sendiri dari lisan mereka. Jelas pula bagiku, hal-hal yang khusus bagi mereka hanya dapat dicapai dengan Dzauq (perasaan), pengalaman dan perkembangan batin sangat jauh memaknai sehat atau kenyang dengan mengalaminya sendiri. Mengalami “mabuk” lebih jelas daripada hanya mendengar keterangan tentang arti “mabuk”. Padahal yang mengalaminya mungkin belum pernah mendengar keterangan tentang itu. Dokter yang sedang sakit lebih banyak mengetahui tentang cara agar dia tetap sehat, tetapi dia sedang tidak sehat. Mengetahui arti dan syarat zuhud tidak sama dengan bersifat “Zuhud”. Ketika Ghazali tengah asyik berpikir secara filosofis, pada saat yang sama ia hidup berkecukupan. Tetapi justru situasi ini membuatnya guncang. Hampir enam bulan ia terombang-ambing antara memperhatikan persoalan duniawi dan ukhrawi. Ketika itulah, mendadak pada tahun 488 H atau 1095 M ia memutuskan pergi dari Bagdad menuju Damaskus – untuk mencari ketenangan dan kesejatian hidup. Ia tinggal di Masjid Umawi bersama sufi. Pernah selama beberapa bulan ia melakukan itikaf di Menara masjid, Riyadhah dan Mujahadah juga dikerjakannya hampir setiap hari. Tak lama kemudian ia beranjak dari Damaskus menuju Palestina. Di Baitul Maqdis, Palestina, setiap hari ia bermunajat kepada Allah SWT. Di Qubah Asy-Syakhrah – gua di bawah batu cadas di tengah masjid tempat para nabi bermunajat. Semua pintu ia kunci, sehingga tidak ada yang mengganggunya. Setelah itu ia mengunjungi kota al-Khalil dan berziarah ke makam nabi Ibrahim. Setelah merasa cukup melakukan perjalanan rohaniyah, ia menuju Hijaz, (kini Arab Saudi), untuk menunaikan ibadah haji di Mekah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah. Setelah menunaikan rukun Islam yang kelima, ia pergi ke Iskandariyah, Mesir dan tinggal beberapa lama di kota pelabuhan itu. Tetapi berkali-kali perguruan tinggi Nidzamiyah memanggilnya. Akhirnya ia kembali ke Baghdad untuk mengajar. Namun baru beberapa bulan tinggal di sana, ia tidak betah. Maka pergilah ia ke Thus mendirikan sebuah Madrasah bernama Khanaqah untuk memperdalam tasawuf. Di sana pula ia wafat pada usia 55 tahun pada tahun 1111 M atau 505 H
Hajar Aswad merupakan pusat dari bumi SUBHANALLAH...misteri batu hajar aswad..yang ternyata merupakan pusat dari bumi ===================================================== gambar mekkah di lihat dari luar angkasa...(nasa dokument) Neil Amstrong(manusia pertama yang mengangkasa dan menginjakkan kakinya di bulan) telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah. Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, di berkata : “Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya ?.” Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada asalan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut. Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat. Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub. Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah. Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita. Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. ( Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877) (inilah hajar aswad....benda yang paling di idamkan jamaah haji untuk di cium..) (bentuk dalam ka'bah almukarromah) sedikit gambaran tentang pusat bumi =================================== pusat bumi merupakan wilayah dimana medan magnetnya adalah nol,sehingga semua hal dalam ilmu geografi dan tata letak bumi berdasarkan pusat bumi dan perhitungan waktu bumi pun berdasarkan pusat bumi. (hajar aswad dan kabah sebagai pusat bumi( o medang magnet) Prof. Hussain Kamel, menemukan suatu fakta mengejutkan bahawa Mekah adalah pusat bumi. Pada mulanya ia meneliti suatu cara untuk menentukan arah kiblat di kota-kota besar di dunia. Untuk tujuan itu, ia menarik garis-garis pada peta, dan setelah itu ia mengamati dengan saksama posisi ketujuh benua terhadap Mekah dan jarak masing-masing. Ia memulai untuk menggambar garis-garis sejajar hanya untuk memudahkan projek garis bujur dan garis lintang. Ia kagum dengan apa yang ditemukan, bahawa Mekah merupakan pusat bumi atau dunia. (Majalah al-Arabiyyah, edisi 237, Ogos, 1978). alt Ka'bah sebagai pusat bumi : Perhatikanlah arah panah dari setiap arah penjuru di bumi, semua Ummat Islam melakukan Ibadah dengan mengarah pada satu Pusat (Kiblat) yaitu ke Ka'bah, baik pada saat melakukan shalat maupun saat menunaikan salah satu rukun berhaji, yaitu Tawaf. Hal ini sama seperti pergerakan Bumi dan planet-planet lainnya yang berpusat pada Matahari, atau sama seperti pergerakan Matahari dan bintang-bintang yang berpusat pada satu titik sehingga membentuk satu kelompok atau kumpulan bintang-bintang atau yang disebut dengan Galaksi.Setiap arah Rotasi dari bintang-bintang, Planet-planet dan benda lainnya dalam galaksi-galaksi tersebut membentuk lingkaran/ mengelilingi suatu pusat dengan arah berlawanan dengan arah jarum jam, sesuai dengan Hukum/ aturan dalam melakukan Tawaf dalam salah satu Ritual Haji. Gambar-gambar satelit yang muncul kemudian pada tahun 90-an menekankan hasil dan natijah yang sama, ketika kajian-kajian lebih lanjut mengarah kepada topografi lapisan-lapisan bumi dan geografi waktu daratan itu diciptakan. Telah menjadi teori yang mapan secara ilmiah bahawa lempengan-lempengan bumi terbentuk selama masa geologi yang panjang, bergerak secara teratur di sekitar lempengan Arab. Lempengan-lempengan itu terus menerus memusat ke arah itu seolah-olah menunjuk ke arah Makkah. Berdasarkan kajian di atas, bahawa Mekah berada pada tengah-tengah bumi (pusat dunia), maka benar-benar diyakini bahawa Kota Suci Mekah, bukan Greenwich, yang seharusnya dijadikan rujukan waktu dunia. Hal ini akan mengakhiri kontroversi yang timbul pada empat dekade yang lalu oleh kalangan Barat. Ada banyak perdebatan ilmiah untuk membuktikan bahawa Mekah merupakan wilayah kosong bujur sangkar yang melalui kota suci tersebut. Jika waktu Mekah diterapkan, maka mudah bagi setiap orang mengetahui waktu shalat untuk melihat gambar yg lebih jelas silahkan ke tautan album ini http://www.facebook.com/media/set/?set=a.1691339741616.67509.1781430716&l=b43d924ed5&type=1 untuk sumbernya,silahkan ke website saya disini http://saairollah.indonesianforum.net/t45-misteri-batu-hajar-aswadyang-ternyata-adalah-pusat-dari-bumi-gan#49 semoga bermanfaat Diposkan oleh Thariqah Tijaniyah Lenteng Agung Jakarta Selatan di 14:41 Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook