Jumat, 28 Desember 2012

Para Ulama Bermadzhab Syafi’iyah, Sejak Masa Imam Syafi’i Hingga Abad Ini Para ulama’ yang bermazhab Syafi’i, mulai dari pengasasnya yaitu al-Imam al-Muhaddits al-Mujtahid Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullah hingga para ulama’ Syafi’i abad ini, supaya kita dapat mengenali para ulama’ yang bermazhab Syafi’i dan jangan lagi ada orang memandang remeh dan rendah terhadap Mazhab Syafi’i. KURUN KE-TIGA HIJRIYAH Al-Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (w. 204 H) Nama asli dari al-Imam Syafi’I adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdi Manaf. Gelar beliau adalah Abu Abdillah. Orang arab biasanya jika menulis nama mendahulukan gelar daripada nama, sehingga disebut Abu Abdillah Muhammad bin Idris. Belai lahir di Gaza, bagian selatan Palestina, pada tahun 150 Hijiriyah, pertengahan abad kedua hijriyah. Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa beliau lahir di Asqalan, tatapi kedua perkataan itu tidaklah berbeda karena Gaza dahulunya adalah daerah Asqalan. Kampung halaman Imam Syafi’I bukan di Gaza (Palestina) tapi di Mekkah (Hijaz). Kedua orang tua beliau datang ke Gaza untuk sebuah keperluan dan tidak lama beliau lahir di situ. Suatu ketika ayah Imam Syafi’i wafat di Gaza dan beliau menjadi yatim, diasuh oleh Ibunya. Sejarah telah mencatat ada 2 peristiwa penting sekitar kelahiran Imam Syafi’I rahimahullah ; 1. Sewaktu Imam Syafi’imasih dalam kandungan, ibunya bermimpi bahwa sebuah bintang telah keluar dari perutnya dan terus naik membubung tinggi, kemudian bintang itu berhamburan dan berserak menerangi daerah-daerah disekelilingnya. Ahli mimpi memaknai mimpi itu bahwa ia akan melahirkan seorang putra yang ilmunya meliputi seluruh jagat. Sekarang telah menjadi kenyataan bahwa ilmu Imam Syafi’i memang memenuhi dunia, bukan saja di tanah Arab, timur tengah dan Afrikan, tetapi juga sampai kearah timur jauh, ke Indonesia, Malaysia, Thailand, Piliphina dan lainnya. 2. Sepanjang sejarah pada hari dimana Imam Syafi’I dilahirkan, meninggal dua orang Ulama Besar, seorang di Baghdad (Irak) yaitu al-Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (Pengasas Madzhab Hanafi) dan seorang Ulama lagi di Mekkah yaitu al-Imam Ibnu Jurej al-Makky, Mufti Hijaz disaat itu. Seorang ahli firasat berkata, ini merupakan pertanda bahwa anak yang lahir ini akan menggantikan yang meninggal dalam “ilmu dan kecerdasan”nya. Memang firasat ini akhirnya terbukti dalam kenyataan. Nasab Imam Syafi’I adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin al-Muththalib bin Abdi Manaf bin Qushay. Abdul Manaf bin Qusyai yang menjadi kakek ke-9 Imam Syafi’I adalah Abdul Manaf bin Qushai yang juga menjadi kakek ke-4 Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana telah diketahui, bahwa silsilah Nabi Muhammad adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qusyai bin Kilab bin Marah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Quzaiman bin Mudrikah bin Ilyas, bin Ma’ad bin Adnan sampai kepada Nabi Ismail as dan Nabi Ibrahim as. Maka jelaslah bahwa silsilah Imam Syafi’i bertemu dengan silsilah Nabi Muhammad SAW. Adapun dari pihak Ibu, Fatimah binti Abdmullah bin Hasan bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Ibu Imam Syafi’i adalah cucu dari cucu Sayyidina Ali bin Abi Thalib, menantu, sahabat Nabi dan Khalifah ke-4 yang terkenal. Sepanjang sejarah telah ditemukan bahwa Said bin Abu Yazid, kakek Imam Syafi’I ke-5 adalah sahabat Nabi Muhammad SAW. Jadi baik dilihat baik dari segi nasab maupun dari segi keturunan ilmu, maka Imam Syafi’i Rahimahullah adalah kerabat Nabi Muhammad SAW. Gelar “asy-Syafi’i” dari Imam Syafi’i rahimahullah diambil dari kakek ke-4 beliau yaitu Syafi’ib in Saib. Al-Imam al-Humaidi (w. 219 H) Nama lengkap beliau adalah ‘Abdullah bin Zuber bin ‘Isa, Abu Bakar Al-Humaidi. Beliau adalah juga murid langsung dari Imam Syafi’i. Beliaulah yang membawa dan mengembangkan Mazhab Syafi’I ketika di Makkah, sehingga beliau diangkat menjadi Mufti Makkah. Inilah di antara 11 orang murid-murid langsung dari Imam Syafi’i yang kemudian menjadi Ulama’ Besar dan tetap teguh memegang Mazhab Syafi’i. Maka dengan perantaraan beliau-beliau inilah Mazhab Syafi’i tersiar luas ke pelusuk-pelusuk dunia Islam terutama ke bahagian Timur dari Hijaz, iaitu Iraq, ke Khurasan, ke Maawara An-Nahr, ke Azerbaiyan, ke Tabristan, juga ke Sind, ke Afghanistan, ke India, ke Yaman dan terus ke Hadhramaut, ke Pakistan, India dan Indonesia. Beliau-beliau ini menyiarkan Mazhab Syafi’i dengan lisan dan tulisan. Selain dari itu ada dua orang murid Imam Syafi’i yaitu Imam Ahmad bin Hanbal (wafat 241H) yang kemudian ternyata membentuk satu aliran dalam fiqih yang bernama Mazhab Hanbali. Yang kedua Syeikh Muhammad bin ‘Abdul Hakam , seorang Ulama’ murid langsung dari Imam Syafi’i yang ilmunya tidak kalah dari Al-Buwaiti. Beliau ini pada akhir umurnya berpindah ke Mazhab Maliki dan wafat dalam tahun 268H. di Mesir. Ulama’-ulama’, murid yang langsung dari Imam Syafi’i ini boleh dinamakan Ulama’-ulama’ Syafi’iyah, iaitu Ulama’-ulama’ Syafi’iyah tingkatan pertama. Ada tingkatan kedua, iaitu Ulama’- ulama’ Syafi’iyah yang wafat dalam abad ketiga juga, tetapi tidak belajar kepada Imam Syafi’i sendiri, melainkan kepada murid-murid Imam Syafi’i. Ulama’-ulama’ itu adalah : Ahmad bin Syayyar Al-Marwazi, Imam Abu Ja’far At-Tirmizi, Abu Hatim Ar-Razi, Imam Bukhari, Al-Junaid Baghdad, Ad-Darimi, Imam Abu Daud dan lain-lain. Sebelas murid-murid langsung dari Imam Syafi’i adalah Imam Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi, Al-Buwaiti, Al-Muzani, Harmalah At-Tujibi, Az-Za’farani, Al-Karabisi, At-Tujibi, Muhammad bin Syafi’i, Ishaq bin Rahuyah dan Al-Humaidi Wafat di Makkah pada tahun 219H. Al-Imam al-Buwaiti (w. 231 H) Nama Lengkap beliau adalah Abu Ya’kub bin Yusuf bin Yahya al-Buwaiti, lahir di desa Buwaiti (Mesir) wafat 231 Hijriyah. Beliau adalah murid langsung dari Imam Syafi’I rahimahullah, sederat dengan ar-Rabi’i bin Sulaiman al-Muradi. Imam Syafi’I berkata ; “Tidak seorangpun yang lebih berhak ata kedudukanku melebihi dari Yusuf bin Yahya al-Buwaiti “ dan Imam Syafi’I berwasiat jika beliau wafat maka yang akan menggantikan kedudukan beliau mengajar adalah al-Imam Buwaiti ini. Beliau menggantikan Imam Syafi’I berpuluhan tahun dan pada akhir umur hidup beliau ditangkap kerena persoalan “fitnah Qur’an” yaitu tentang apakah al-Qur’an itu makhluk atau tidak, yang digerakkan oleh kaum Muktazilah. Akhirnya al-Imam Buwaiti ditangkap oleh Khalifah yang pro terhadap paham Muktazilah, lalu dibawa dengan ikatan rantai ditubuhnya ke Baghdad. Beliau wafat dipenjara pada tahun 231 Hijriyah. Beliau syahid karena mempertahankan kepercayaan dan i’tiqad beliau yaitu I’tiqad kaum Ahlus Sunnah wal Jamaah yang mempercayai bahwa al-Qur’an itu adalah kalamullah yang Qadim, bukan “ciptaan Allah” (Makhluk). Al-Imam Ishaq bin Rahuyah (w. 238 H) Nama lengkap beliau adalah Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad bin Ibrahim yang terkenal dengan nama Ibnu Rahuyah. Lahir tahun 166 H. Wafat tahun 238H. Beliau belajar fiqih kepada Imam Syafi’i yang terkenal. Bukan saja dalam ilmu fiqih tetapi juga dalam ilmu Hadits. Imam bBukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmizi, Ahmad bin Hanbal, banyak mengambil hadits kepada Ishaq bin Rahuyah ini. Imam Nasa’i mengatakan bahawa Ibnu Rahuyah adalah “Tsiqqah”, yaitu “dipercayai”. Al-Imam Muhammad bin Syafi’i (w. 240 H) Muhammad bin Syafi’i, gelar Abu Utsman Al-Qadi. Beliau adalah anak yang tertua dari Imam Syafi’i. Pada akhir usia beliau, menjabat kedudukan Qadi di Jazirah dan wafat di situ tahun 240H. Al-Imam al-Karabisi (w. 245 H) Nama lengkap beliau adalah Imam Abu ‘Ali, Husein bin ‘Ali Al-Karabisi. Beliau juga seorang murid langsung dari Imam Syafi’i sesudah terlebih dahulu menganut ajaran Imam Abu Hanifah (Hanafi) dan kemudian masuk dalam Mazhab Syafi’i, beliau adalah menjadi tiang tengah dalam menegakkan fatwa dan aliran-aliran Imam Syafi’i. Al-Imam at-Tujibi (w. 250H) Ahmad bin Yahya bin Wazir bin Sulaiman At-Tujibi. Beliau adalah seorang Ulama’ yang belajar langsung dalam ilmu bfiqih kepada Imam Syafi’i. Meninggal dan bermaqam di Mesir. Al-Imam al-Muzani (w. 264 H) Pengarang kitab Mukhtashar Muzanni ini, bisa di [baca selengkapnya disini]. Al-Imam Harmalah at-Tujibi (w. 243 H) Nama lengkapnya Harmalah bin Yahya Abdullah At-Tujibi, murid Imam Syafi’I Rahimahullah. Beliau adalah ulama besar penegak madzhab Syafi’i yang menyusun kitab-kitab Imam Syafi’i. Didalam madzhab Syafi’I terkenal kitab Harmalah yaitu kitab karangan Imam Syafi’I rahimahullah yang disusun oleh murid beliau yaitu Harmalah bin Yahya. Selain ahli Fiqh Syafiyyah yang terkenal, beliau juga juga ahli Hadits yang menghafal hadits-hadits Nabi. Khabarnya beliau telah menghafal 10.000 hadits Nabi. Diantara ahli hadits yang menjadi murid dari Harmalah, diantaranya adalah Imam Muslim, Imam Ibnu Qutaibah, Imam Hasan bin Sofyan dan lain-lain. Al-Imam Bukhari (w. 256 H) Nama lengkap beliau Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughitah bin Bardizbah Al-Jufri Al-Bukhari. Lahir tahun 194 H. di Bukhara Asia Tengah. Sejak kecil beliau sudah menghafal Al-Qur’an di luar kepala dan sangat menyukai mencari dan mendengar Hadits-hadits Nabi. Kemudian selama 16 tahun beliau menyusun dan mengarang kitab sohihnya yang berjudul kitab “Sohih Al-Bukhari”. Beliau selalu mengedar ke daerah-daerah dan kota-kota negeri Islam ketika itu. Beliau belajar Hadits di negerinya dan kemudian pergi ke Balkha, ke Marwa, ke Nisabur, ke Rai, ke Basrah, ke Kufah, ke Makkah, ke Madinah, ke Mesir, ke Damaskus, ke Asqalan dan lain-lain. Perjalanan beliau ini adalah dalam rangka mencari ulama’-ulama’ yang menyimpan hadits dalam dadanya untuk dituliskannya di dalam kitab yang ketika itu sangat kurang sekali. Kitab Sohih Bukhari itu adalah kitab agama Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an. Hadits-hadits di dalamnya menjadi sumber hukum yang kuat dalam fiqih (hukum) Islam. Pada mulanya beliau sampai menghafal hadits sebanyak 600,000 hadits yang diambilnya dari 1,080 orang guru, tetapi kemudian setelah disaring dan disaringnya lagi, maka yang dituliskannya dalam kitab Sohih Bukhari hanya 7,275 hadits. Kalau disatukan hadits yang berulang-ulang disebutnya dalam kitab itu, jadinya berjumlah 4,000 hadits yang kesemuanya hadits sohih dan diterima oleh seluruh dunia Islam, terkecuali oleh orang yang buta mata hatinya. Di antara guru beliau dalam fiqih Syafi’i adalah Imam Al-Humaidi, sahabat Imam Syafi’i yang belajar fiqih daripada Imam Syafi’i ketika berada di Makkah Mukarramah. Juga beliau belajar fiqih dan Hadits daripada Za’farani, Abu Thur dan Al-Karabisi, ketiganya adalah murid Imam Syafi’i. Demikianlah diterangkan oleh Imam Abu ‘Asim Al-Abbadi dalamkitab “Tobaqat”nya. Beliau tidak banyak membicarakan soal fiqih, tetapi hampir semua pekerjaan beliau berkisar kepada hadits-hadits saja yang tidak mengambil hukum dari hadits-hadits itu. Ini suatu bukti bahawa beliau bukan Imam Mujtahid, tetapi ahli hadits yang di dalam furu’ Syari’at beliau menganut Mazhab Syafi’i. Di dalam kitab “Faidhu Qadir” syarah Jamius Saghir pada juzu’ I halaman 24 diterangkan bahawa Imam Bukhari mengambil fiqih daripada Al-Humaidi dan sahabat Imam Syafi’i yang lain. Imam Bukhari tidak mengambil hadits daripada Imam Syafi’i kerana beliau meninggal dalam usia muda, tetapi Imam Bukhari belajar dan mengambil hadits daripada murid-murid Imam Syafi’i. Tetapi sesungguhnya begitu, di dalam kitab Sohih Bukhari ada dua kali Imam Syafi’i disebut, iaitu pada bab Rikaz yang lima dalam kitab Zakat dan pada bab Tafsir ‘Araya dalam kitab Buyu’. (Lihat Fathul Bari juzu’ IV, halaman 106 dan pada juzu’ V halaman 295). Al-Imam az-Za’farani (w. 260 H) Nama lengkap beliau adalah al-Imam Hasan bin Muhammad as-Sabah az-Za’farani. Lahir didusun az-Za’farani dan pindah ke kota Baghdad, disana beliau belajar kepada al-Imam Syafi’I Rahimahullah. Al-Imam az-Za’farani adalah murid langsung dari Imam Syafi’i. Imam Bukhari, seorang ahli hadits yang terkenal banyak mengambil hadits dari al-Imam Za’farani namun beliau tidak menjadi mujtahid Fiqh. Beliau tetap memegang madzhab Imam Syafi’i. Dari beliau ini mengalir madzhab Imam Syafi’I kepada Imam Bukhari sehingga beliau menganut madzhab imam Syafi’I dalam syariat dan Ibadah. Al-Imam Muslim (w. 261 H) Beliau adalah Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, yang lebih dikenal dengan Imam Muslim. Dilahirkan pada tahun 204 Hijriah dan meninggal dunia pada sore hari Ahad bulan Rajab tahun 261 Hijriah dan dikuburkan di Naisaburi. Beliau juga sudah belajar hadits sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru Al Bukhari dan ulama lain selain mereka. Orang yang menerima Hadits dari beliau ini, termasuk tokoh-tokoh ulama pada masanya. Ia juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat. Yang paling bermanfaat adalah kitab Shahihnya yang dikenal dengan Shahih Muslim. Kitab ini disusun lebih sistematis dari Shahih Bukhari. Kedua kitab hadits shahih ini; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim biasa disebut dengan Ash Shahihain. Kadua tokoh hadits ini biasa disebut Asy Syaikhani atau Asy Syaikhaini, yang berarti dua orang tua yang maksudnya dua tokoh ulama ahli Hadits. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin terdapat istilah akhraja hu yang berarti mereka berdua meriwayatkannya. Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya Al-Jami` ash-Shahih atau lebih dikenal sebagai Sahih Musli Al-Musnad al-Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits) Kitab al-Asma wal-Kuna Kitab al-Ilal Kitab al-Aqran Kitab Su`alatihi Ahmad bin Hambal Kitab al-Intifa` bi Uhubis-Siba` Kitab al-Muhadramin Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahid Kitab Auladish-Shahabah Kitab Auhamil-Muhadditsin Al-Imam Ahmad bin Syayyar al-Marwazi (w. 268 H) Nama lengkap beliau adalah Ahmad bin Syayyar bin Ayub Abu Hasan Al-Marwazi. Beliau adalah murid dari Ishaq bin Rahuyah dan Ulama’- ulama’ Syafi’i yang lain, ulama’-ulama’ seperti Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, Imam Bukhari dan lain-lain, mengambil ilmu kepada beliau. Syeikh Ahmad bin Syayyar yang membawa dan memajukan Mazhab Syafi’i ke Marwin, ke Ghazanah di India, ke Afghanistan dan lain-lain. Beliau adalah pengarang kitab “Tarikh Marwin”. Al-Imam ar-Rabi’ ibn Sulaimanal-Muradi (w. 270 H) Beliau adalah murid langsung dari Imam Syafi’i Rahimahullah, dibawa dari Baghdad sampai ke Mesir. Lahir tahun 174 Hijriyah dan wafat pada tahun 270 Hijriyah. Beliau inilah yang membantu Imam Syafi’I menulis kitabnya al-Umm dan kitab ushul Fiqh pertama didunia yaitu kitab ar-Risalah al-Jadidah.Berkata Muhammad bin Hamdan, “saya datang ke kediaman Rabi’I pada suatu hari, dimana didapati didepan rumahnya 700 kendaraan membawa orang yang datang mempelajari kitab Syafi’i dari beliau”. Ini merupakan bukti bahwa al-Imam ar-Rabi’I ibnu Sulaiman al-Muradi adalah seorang yang utama, penyiar dan penyebar madzhab Syafi’i dalam abad-abad yang pertama. Disebutkan dalam kitab al-Majmu’ halaman 70, kalau ada perkataan “sahabat kitab ar-Rabi’i” maka maksudnya ar-Rabi’i Sulaiman al-Muradi. Didalam kitab al-Muhzab, tidak ada ar-Rabi’I selain ar-Rabi’I ini, kecuali ar-Rabi’I dalam masalah menyamak kulit yang bukan ar-Rabi’I ini melainkan ar-Rabi’I bin Sulaiman al-Jizi. (Beliau juga adalah sahabat Imam Syafi’i). Al-Imam Ibnu Majah (w. 275 H) Nama beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin Majah Al Quzwaini . Ia dilahirkan pada tahun 207 Hijriah dan meninggal pada hari selasa, delapan hari sebelum berakhirnya bulan Ramadhan tahun 275. Ia menuntut ilmu hadits dari berbagai negara hingga beliau mendengar hadits dari madzhab Maliki dan Al Laits. Sebaliknya banyak ulama yang menerima hadits dari beliau. Ibnu Majah menyusun kitab Sunan Ibnu Majah dan kitab ini sebelumnya tidak mempunyai tingkatan atau tidak termasuk dalam kelompok kutubus sittah (lihat di bagian hadits) karena dalam kitabnya ini terdapat hadits yang dlaif bahkan hadits munkar. Oleh karena itu para ulama memasukkan kitab Al Muwaththa karya Imam Malik dalam kelompok perawi yang lima (Al Khamsah). Menurut penyusun (Ibnu Hajar) ulama yang pertama kali mengelompokkan atau memasukkan Ibnu Majah kedalam kelompok Al Khamsah itu adalah Abul Fadl bin Thahir dalam kitabnya Al Athraf, kemudian Abdul Ghani dal kitabnya Asmaur Rijal. Al-Imam Abu Daud (w. 276 H) Nama lengkap beliau adalah Sulaimam bin Asy’ats bin Ishak As-Sijistani , yang kemudian terkenal dengan Imam Abu Daud saja. Beliau berasal dari Sijistan sebuah desa di India, lahir pada tahun 202H. Seorang ulama’ ilmu hadits yang terkenal, yang kitabnya “Sunan Abu Daud” termasuk kitab hadits yang enam, iaitu Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah dan Tirmizi. Selain dari itu beliau adalah ahli fiqih Syafi’i, yang dipelajarinya dari Ishaq Ibnu Rahuyah dan lain-lain ulama’ Syafi’iyah. Al-Imam Abu Hatim ar-Razi (w. 277 H) Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris bin Munzir bin Daud bin Mihran. Abu Hatim Ar-Razi , lahir tahun 195H. beliau adalah seorang Ulama’ Syafi’iyah yang besar, yang mengatakan bahawa beliau telah berjalan kaki mencari hadits pada tingkat pertama sepanjang 1,000 farsakh. Beliau berjalan kaki dari Bahrin ke Mesir, ke Ramlah di Palestina, ke Damaskus, ke Intakiah, ke Tarsus, kemudian kembali ke Iraq dalam usia 20 tahun. Di antara guru beliau dalam fiqih ialah Yunus bin ‘Abdul A’ala , iaitu sahabat-sahabat Imam Syafi’iyah. Al-Imam ad-Darimi (w. 280 H) Nama lengkap beliau adalah ‘Utsman bin Sa’id bin Khalid bin Sa’id As-Sijistani Al-Hafiz Abu Sa’ad Ad-Darimi. Beliau seorang ahli hadits yang terkenal dan juga ahli fiqih Syafi’i. Beliau belajar fiqih daripada sahabat-sahabat Imam Syafi’i yaitu Al-Buwaiti dan juga daripada Ishak bin Rahuyah. Beliau mengarang kitab hadits besar bernama “Musnad Darimi” dan juga mengarang kitab untuk menolak Bisyir Al-Marisi, Imam Mu’tazilah. Imam Abu Ja’far at-Tirmidzi (w. 295 H) Nama lengkap beliau ini adalah Muhammad bin Ahmad bin Nasar, Abu Ja’far At-Tirmizi . Beliau adalah seorang Ulama’ Besar Syafi’iyah di Iraq sebelum masanya Ibnu Surej. Beliau mengarang sebuah kitab dengan judul “Kitab Ikhtilaf Ahlis Salat” dalam usuluddin. Al-Imam Junaid al-Baghdadi (w. 298 H) Nama lengkap beliau, ‘Abdul Qasim Junaid bin Muhammad bin Junaid Al-Baghdadi. Beliau adalah seorang ahli tasawuf besar yang sampai sekarang masyhur namanya dalam dunia Islam. Beliau belajar ilmu fiqih daripada Abu Thur Al-Kalibi (murid Imam Syafi’i ) dan dalam usia 20 tahun sudah berfatwa. KURUN KE-EMPAT HIJRIYAH al-Imam an-Nasa’i (w. 303 H) al-Imam at-Thabari (w. 305 H) al-Imam Ibnu Surej (w. 306 H) al-Imam ‘Abdullah bin Muhammad Ziyad an-Nisaburi (w. 324 H) al-Imam Ibnu Qasi (w. 335 H) al-Imam as-Su’luki (w. 337 H) al-Imam al-Asy’ari (w. 324 H) al-Imam Abu Ishaq al-Marwazi (w.340 H) al-Imam Ibnu Abi Hurairah (w. 345 H) al-Imam al-Mus’udi (w. 346 H) al-Imam Abu Saib al-Marwazi (w. 362 H) al-Imam Abu Hamid sl-Marwazi (w. 362 H) al-Imam as-Sijistani (w. 363 H) al-Imam al-Qaffal al-Kabiir (w. 365 H) al-Imam ad-Dariki (w. 375 H) al-Imam Ibnu Abi Hatim (w. 381 H) al-Imam al-Daruquthni (w. 385 H) al-Imam al-Jurjani (w. 393 H) KURUN KE-LIMA HIJRIYAH al-Imam al-Baqilani (w. 403 H) al-Imam Hakim [Hakim al-Naisaburi] (w. 405 H) al-Imam al-Asfaraini (w. 406 H) al-Imam as-Sinji (w. 406 H) al-Imam Ibnu Mahamili (w. 415 H) al-Imam ats-Tsa’labi (w. 427 H) al-Imam al-Mawardi (w. 450 H) al-Imam al-Baihaqi (w. 458H) al-Imam al-Haramain (w. 460H) al-Imam al-Qusyairi (w. 465H) al-Imam asy-Syirazi (w. 476 H) al-Imam al-’Aziz (w. 494 H) al-Imam at-Thabari (w. 495 H) KURUN KE-ENAM HIJRIYAH al-Imam al-Kayahirasi (w. 504 H) al-Imam al-Ghazali (w. 505 H) al-Imam Abu Bakar asy-Syasyi al-Qaffal (w. 507 H) al-Imam al-Baghawi (w. 510 H) al-Imam Syahrastani (w. 548 H) al-Imam Abul Husain Yahya al-Amrani al-Yamani (w. 558 H) al-Imam Syihabuddin Abu Syuja’ (w. 593 H) KURUN KE-TUJUH HIJRIYAH al-Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdissalam (w. 606 H) al-Imam ar-Razi (wafat 606 H) al-Imam Ibnu Atsir (w. 606 H) al-Imam Ibnu Shalah (w. 643 H) al-Imam ar-Rafi’i (w. 623 H) al-Imam an-Nawawi (w. 676 H) KURUN KE-DELAPAN HIJRIYAH al-Imam Taqiyuddin Ibnu Daqiqil ‘Id (w. 702 H) al-Imam Zamlukani (w. 727 H) al-Imam Taqiyuddin as-Subki (w. 756 H) al-Imam Tajuddin Subki (w. 771 H) al-Imam Ibnu Katsir (w. 774 H) al-Imam Zarkasyi (w. 794 H) KURUN KE-SEMBILAN HIJRIYAH al-Imam al-Mahalli (w. 835 H) al-Imam Ibnu Mulaqin (w. 804 H) al-Imam Ibnu Ruslan (w. 844 H) al-Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani (w. 852 H) al-Imam al-Husaini al-Hishni (w. 829 H) al-Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad al-Manhaji al-Qahari (w. 880 H) KURUN KE-SEPULUH HIJRIYAH al-Imam as-Suyuthi (w. 911 H) al-Imam Abdullah bin Abdurramah Bafadlal al-Hadlrami (w. 918 H) al-Imam Qasthalani (w. 923 H) al-Imam Zakaria al-Anshari (w. 926 H) al-Imam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H) al-Imam Khatib Syarbaini (w. 977 H) al-’Allamah Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari (w. 987 H) al-Imam Ahmad ‘Umairah (w. 957 H) KURUN KE-SEBELAS HIJRIYAH al-Imam ar-Ramli (w. 1004 H) al-Imam ar-Raniri (w. 1068 H) al-Imam Ahmad Salamah al-Qalyubi (w. 1069 H) Imam-Imam lainnya pada abad ini sebenarnya banyak. KURUN KE-DUA BELAS HIJRIYAH al-Habib ‘Abdullah ibn ‘Alwi al-Haddad (w. 1132 H) Syaikh Sayyid Ja’far al-Barzanji (W. 1184 H) KURUN KE-TIGA BELAS HIJRIYAH al-Imam asy-Syarqawi (w. 1227 H) al-Imam al-’Allamah Syaikh Sulaiman al-Jumal (w. 1204 H) al-Imam al-Bujairami al-Mishri (w. 1221 H) Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1227 H) Syaikh asy-Syanwani (w. 1233H) Syaikh Abdus Samad al-Falembani/Palembang Syaikh Daud ‘Abdullah al-Fathani (w. 1265 H) al-Imam Al-Bajuri (w. 1276 H) KURUN KE-EMPAT BELAS HIJRIYAH Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Mufti Makkah (w. 1304 H) Syaikh al-Bakri Syatha ad-Dimyathi (w. 1302 H) Syaikh an-Nawawi al-Bantani al-Jawi (W. 1316 H) Syaikh Muhammad Khalil al-Maduri [Bangkalan] Syaikh Wan Ali Kutan (w. 1331 H) Syaikh Utsman Betawi (w. 1333 H) Syaikh Ahmad Khatib (w. 1334 H) Syaikh Utsman Senik (w. 1336 H) al-’Allamah az-Zuhri al-Ghamrawi (w. 1337 H) Syaikh Utsman as-Saraqawi (w. 1339 H) Syaikh Muhammad Sa’ad (w. 1339 H) Syaikh Muhammad Sa’id al-Linggi (w. 1345 H) Syaikh Yusuf Bin Isma’il al-Nabhani (w. 1350 H) Syaikh Muhammad Shaleh al-Minankabawi (w.1351 H) Syaikh Wan Sulaiman (w. 1354 H) Syaikh Hasan Ma’sum (w. 1355 H) Syaikh Abu Bakar Muar (w. 1357 H) Syaikh Abdul Latif at-Tanbi (w. 1358 H) Imam Ya’qub al-Kalantani (w. 1360 H) Syaikh Muhammad Jamil Jaho (w. 1360 H) Syaikh Muhammad Shaleh Kedah Syaikh Hasyim Asy’ari (w. 1367 H) Syaikh Abdul Mubin al-Jarimi al-Fathani (w. 1367 H) Syaikh Abdul Wahid (w. 1369 H) Syaikh Muhammad Fadlil Banten (w. ? H) Syaikh Mustafa Husein (w. 1370 H) Syaikh Abbas Qadi (w. 1370 H) Syaikh Tahir Jalaluddin al-Azhari (w. 1376 H) Syaikh Tengku Mahmud az-Zuhdi (w. 1376 H) Syaikh Abdullah Fahim (w. ? H) Syaikh Muda Wali (w. 1380 H) Syaikh Abdurrahman al-Kalantani (w. 1391 H) Syaikh Ismail al-Asyi (w. ? H) Syaikh Ihsan Dahlan al-Jampesi’ Syaikh Zainal Abidin bin Muhammad al-Fathani (w. ? H) KURUN KE-LIMA BElAS HIJRIYAH Syaikh [KH.] Sirajuddin ‘Abbas (w. 1400 H) Syaikh Muhammad Idris al-Marbawi (W. 1409 H) Mufti Haji Ismail Omar (w. 1413 H) Syaikh’ [Kiyai] Shamsuddin (w. 1418 H) K.H.M. Syafi’i Hadzami (w. 1427 H) Syaikh Muhammad Fuad al-Maliki Syaikh Nuh ‘Ali Salman al-Qudah (w. 1432 H) Syaikh Ahmad Sahl al-Hajini Syaikh Mushthafa al-Khin Syaikh Mushthafa al-Bugha Dan masih banyak lagi yang mungkin terlewatkan untuk kami sebutkan, pada kurun-kurun terakhir kebanyakan hanya disebutkan ulama besar yang berasal dari Nusantara, belum lagi di wilayah lainnya. Disarikan dari buku “SEJARAH DAN KEAGUNGAN MADZHAB SYAFI’I (Oleh KH. Sirajuddin Abbas)” dan dari berbagai sumber. Masih banyak ulama-ulama bermadzhab Syafi’iyyah yang tidak mungkin bisa kami sebutkan disini. Jika banyak berinteraksi kitab-kitab Ulama niscaya akan menjumpai ribuan ulama lainnya. Ad-Dimasyqiy asy-Syafi’i (‘Ulama Syafi’iyyah Damaskus). al-Imam al-Muhaddits al-Bukhariy Bermadzhab Syafi’iyyah Informasi lain tentang ulama-ulama Syafi’iyah bisa dibaca dalam kitab-kitab seperti Thabaqat al-Fuqahaa’ asy-Syafi’iyah karya al-Imam al-Hafidz Ibnu Katsir asy-Syafi’i, Thabaqat al-Syafi’iyah al-Kubraa karya al-Imam Tajuddin as-Subki, Thabaqat al-Syafi’iyah karya Ibnu Qadli Syuhbah, Thabaqat al-Syafi’iyah karya Jamaluddin Abdur Rahim bin al-Hasan al-Asnawi dan lain sebagainya.

Selasa, 25 Desember 2012

Hakekat Ilmu, Hukum Menuntut Ilmu Dan Keutama,an Ilmu...... Fasal: Hakikat Ilmu, Hukum Menuntut Ilmu dan Keutamaan Ilmu Tidak memperoleh manfaat dari ilmu artinya ilmu yang didapat tidak dapat diamalkan dan disebarkan. Salah satu penyebabnya adalah keliru ketika menuntut ilmu. Ilmu yang paling utama adalah ilmu hal. Artinya ilmu yang diperlukan saat itu. Dan yang paling penting tentu adalah ilmu agama karena setiap orang islam mestilah tahu dengan kewajibannya sebagai seorang muslim. Semisal salat, zakat, haji dan lain-lain.Dikarenakan untuk bisa mengerjakan yang diwajibkan ilmu, maka menuntut ilmu itupun hukumnya menjadi wajib pula. Setiap orang muslim juga mesti menuntut ilmu hati seperti tawakal, tobat, takut kepada Alloh, dan ridho karena semua itu terjadi pada segala keadaan. Ilmu hanyalah dimiliki manusia. Makhluk selain manusia tidak memilikinya. Dengan ilmulah Nabi Adam as mendapat kemuliaan sehingga para malaikat disuruh untuk bersujud kepadanya. Jadi intinya ilmu itu sangatlah penting karena ia menjadi wasilah untuk bertakwa. Mendapatkan petunjuk dari Alloh, ya dengan menuntut ilmu agama. Karena kalau tidak dituntut ya tidak bakal dapat. Orang yang ahli ilmu agama dan bersifat wara lebih berat bagi setan menggoda ketimbang seribu ahli ibadah yang bodoh. Orang muslim juga mesti menuntut ilmu tentang akhlak yang tercela guna menghindarinya. Setiap muslim wajib mengisi seluruh waktunya dengan berzikir kepada Alloh, berdoa, memohon seraya merendahkan diri kepadaNya, membaca alquran dan bersedekah guna terhindar dari marabahaya.Tidaklah ilmu itu kecuali untuk diamalkan. Mengamalkan ilmu berarti meninggalkan dunia untuk kebahagiaan akhirat. Setiap muslim haruslah mempelajari ilmu yang bermanfaat dan menjauhi ilmu yang tidak berguna agar ilmunya tidak membahayakan dirinya. Fasal Niat Dalam Menuntut Ilmu Niat menuntut ilmu haruslah: ikhlas mengharap ridho Alloh, mencari kebahagiaan di akhirat, menghidupkan agama, menghilangkan kebodohan, dan melestarikan Islam.Orang yang tekun beribadah namun bodoh lebih besar bahayanya daripada orang alim tapi durhaka, keduanya adalah penyebab fitnah di kalangan umat dan tidak layak dijadikan panutan.Jangan sampai dalam niat menuntut ilmu terbersit niat supaya dihormati masyarakat, untuk mendapatkan harta benda dunia, atau agar mendapat penghormatan di hadapan pejabat atau lainnya.Barang siapa yang menikmat lezatnya ilmu dan nikmatnya mengamalkannya. Maka ia tidak akan tertarik dengan harta milik orang lain.Boleh menuntut ilmu dengan tujuan untuk mendapatkan kedudukan di masyarakat yang dengannya digunakan dalam rangka amar makruf nahi munkar, menjalankan kebenaran dan menegakkan agama Alloh.Para ulama haruslah menghindari hal hal yang dapat merendahkan derajatnya. Ia harus tawadu tidak tamak terhadap harta dunia.Orang alim harus tetap berwibawa sekalipun tawadhu agar ilmu dan orang agama tidak dilecehkan. fasal Cara Memilih Ilmu, Guru, Teman dan Apa Itu Ketekunan Seorang santri harus memilih ilmu yang paling baik dan yang paling cocok baginya. Dalam ilmu agama, ilmu tauhidlah yang harus diutamakan. Tinggalkan ilmu debat karena ia menjauhkan seseorang dari ilmu fikih, menyiakan umur, menimbulkan keresahan dan menimbulkan permusuhan. Carilah guru yang alim yang wara’ dan yang lebih tua dalam pengalaman. Seharusnya setiap orang bermusyawarah dengan orang alim dalam masalah menuntut ilmu dan segala urusan yang lain. Kesabaran dan ketabahan plus ketekunan adalah pokok dari segala urusan.Keberanian adalah kesabaran menghadapi kesulitan dan penderitaan. Seorang santri harus sabar dalam mengaji kepada seorang guru dan dalam satu pelajaran sampai ia benar-benar paham. Hal itu guna tidak menyebabkan waktunya sia-sia.Santri tidak boleh menuruti hawa nafsunya karena ia rendah nilainya. Barangsiapa yang kalah dengan hawa nafsu berarti ia telah kalah dari kehinaan.Santri harus tabah dengan ujian dan cobaan karena gudang ilmu itu diliputi dengan cobaan dan ujian.Ali bin abi Talib: “ketahuilah kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan bekal enam perkara, yaitu cerdas, semangat, bersabar, memiliki bekal, petunjuk atau bimbingan dari guru dan waktu yang lama.Santri harus berteman dengan orang yang tekun belajar, besifat wara, dan berwatak isitiqomah juga orang orang yang suka memahami ayat ayat alquran dan hadis nabi.Jangan pilih teman yang malas, banyak bicara dan suka memfitnah.Bertemanlah dengan orang baik engkau pun akan mendapatkan petunjuk.Orang banyak rusak lantaran teman yang rusak.Malas adalah penyakit yang menular.Sebelum memilih seseorang untuk dijadikan teman, lihatlah terlebih dahulu siapa teman-temannya.fasal Cara Menghormati Ilmu dan Guru Tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya bila tidak mau menghormati ilmu dan gurunya.Cara menghormati guru antara lain: tidak berjalan di depan gurunya, tidak duduk di tempat yang diduduki gurunya, bila dihadapan gurunya tidak memulai pembicaraan kecuali ada izinnya.Janganlah terlalu banyak bicara di hadapan guru, tidak menanyainya dalam keadaan yang lelah atau bosan, perhatikan waktunya, tidak mengganggunya di rumahnya.Intinya santri haruslah mencari keridhoaan dari gurunya.Jangan menyakiti hati guru karena itu menyebabkan ilmu tidak dapat berkah.Cara menghormati guru adalah dengan menghormati kitab atau buku.Jangan memegang buku kecuali dalam keadaan suci.Ilmu itu adalah cahaya, sedangkan wudhu juga cahaya. Cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudhu.Menghormati buku juga dengan cara: tidak meletakkan buku di dekat kakinya ketika bersila, meletakkan buku buku tafsir di atas buku-buku lain juga tidak meletakkan apa pun di atas buku.Kecuali kalau ia tidak berniat meremehkan. Tapi alangkah lebih baiknya bila tidak melakukannya.Perbaguslah tulisan di dalam buku. Jangan terlalu kecil sehingga sulit dibaca.Sebaiknya tidak menggunakan tinta warna merah dalam menulis, karena itu kebiasaan filosof dan bukan kebiasaan ulama salaf.Cara lain dalam menghormati ilmu adalah dengan menghormati teman belajar terutama orang yang mengajarnya.Hendaknya tetap mendengarkan ilmu dan hikmah dengan hormat sekalipun ia telah berkali kali mendengarnya.Sebaiknya santri tidak sembarangan memilih ilmu, tapi diserahkan kepada gurunya. Karena gurunya biasanya lebih tahu dengan yang terbaik bagi santrinya tersebut.Janganlah terlalu dekat duduk dengan gurunya.Santri harus meninggalkan akhlak yang tercela. Karena akhlak yang tercela diumpamakan binatang anjing yang samar.Ilmu adalah musuh bagi orang orang yang congkak.Kemuliaan itu datang bukan karena usaha, tapi dari pemberian karunia Alloh.fasal Kesungguhan Dalam Menuntut Ilmu, Keistiqomahan dan Cita-cita yang Tinggi Santri harus bersungguh sungguh dalam belajar. Harus tekun.Siapa yang berusaha keras niscaya ia mendapatkannya.Mencari ilmu tidak akan berhasil tanpa kerja keras dan usaha maksimal yang penuh kesengsaraan.Naiflah seseorang yang tidak mau berusaha secara optimal padahal ia mampu.Jangan terlalu banyak tidur malam hari.Orang yang ingin mendapatkan ilmu haruslah meninggalkan tidur malam.Sebaiknya malam digunakan dalam belajar dan ibadah.Biar tidak banyak tidur di malam hari, sebaiknya tidak banyak makan agar tidak ngantuk.Sebaiknya pelajaran diulang pada awal malam dan akhir malam karena saat saat tersebut diberkahi.Bersifatlah wara, kurangi tidur, kurangi makan dan tekunlah belajar.Sekedar kerja kerasmulah kamu akan diberi.Orang yang ingin sukses sebaiknya mengurangi tidur malam.Gunakanlah masa mudamu dalam menuntut ilmu karena ia tidak akan terulang lagi.Bersungguh sungguh bukan berarti memaksakan diri.Kita tidak boleh memaksakan diri melebih dari kemampuannya.Karena kalau dipaksakan bisa melemahkan badan dan tidak mampu bekerja lagiTuntutlah ilmu itu pelan pelan saja tapi kontinyu. Intinya adalah kesabaran.Bercitalah setinggi-tingginya. Karena orang yang tinggi derajatnya lantaran pernah bercita tinggi.Modal pokok adalah kesungguhan.Semua bisa didapat dengan kesungguhan dan bercita luhur.Ingin pandai tapi tidak mau sungguh sungguh tidak dapatlah ilmu kecuali sedikit.Bersungguh sungguhi tap tidak tergesa-gesa.Kamu memang bodoh tapi itu bisa kamu usir dengan terus menerus belajar.Jauhilan sifat malas karena itu sumber keburukan dan kerusakan yang amat besar.Jangan suka menunda karena itu kebiasaan para pemalas. Dan sifat malas itu mendatangkan keburukan dan malapetaka.Tinggalkanlah malas dan menunda supaya tidak tetap dalam kehinaan.Tidak ada yang diberikan kepada pemalas kecuali penyesalan lantaran gagal meraih cita-cita.Penderitaan, kelemahan dan penyesalan bermula dari sifat malas.Malas belajar timbul karena kurang sadarnya perhatian terhadap keutamaan dan pentingnya ilmu.Ilmu akan kekal sedangkan harta benda akan sirna.Orang yang ilmunya bermanfaat akan tetap dikenang sekalipun ia telah meninggal.Lupa disebabkan banyak dahak. Banyak dahak lantaran banyak minum dan makan.Bersiwak dapat mengurangi dahak, menguatkan hapalan dan menyebabkan kefasihan.Perut yang penuh lantaran banyak makan mengurangi ketangkasan.Makan terlalu kenyang itu membahayakan. Orang yang banyak makan biasanya tidak disukai teman.Fasal Mulai Belajar, Ukuran dan Urutannya. Mulailah dari hari rabu karena pada hari itu cahaya diciptakan.Para santri seharusnya memulai belajar dengan cara menghapal kitab lalu kemudian memahaminya. Setelah paham baru menambah sedikit demi sedikit.Setiap kitab atau buku sebaiknya diulang dua kali. Tapi kalau lebih tebal kalau bisa sampai sepuluh kali. Biasakanlah hal ini.Mulailah juga dari buku buku yang mudah dipaham karena ia tidak membosankan dan tidak melekat.Setelah menghapal dan memaham baru lakukanlah pencatatan.Jangan mencatat sebelum paham karena itu membuang buang waktu.Santri harus benar benar memahami apa yang dikatakan gurunya kemudian mengulang-ngulangnya hingga benar benar mengerti.Jangan biasakan tidak mau memahami apa yang disampaikan oleh pengajar, karena bisa menjadi kebiasaan sehingga ia tidak dapat memahami apa apa kecuali sedikit.Jangan lupa untuk berdoa ketika memahami pelajarannya.Setelah benar benar paham dan tidak khawatir akan lupa baru kemudian melangkah ke pelajaran selanjutnya.Cara mudah agar tidak lupa dengan pelajaran adalah dengan mengajarkannya kepada orang lain.Hal yang baik bila suatu masalah atau satu pendapat didiskusikan. Karena belajar dengan diskusi itu lebih efektif daripada belajar sendiri. Sebab dalam diskusi kita dituntut untuk lebih berpikir dan lebih maksimal.Jangan berdiskusi dengan orang yang buruk tabiatnya atau dengan orang yang tidak mencari kebenaran yang hanya ingin mempersulit orang.Santri haruslah membiasakan berpikir keras tentang pelajaran yang sukar dipahami, karena banyak dipaham lantaran dipikirkan.Jangan berbicara atau menyampaikan sesuatu sebelum berpikir agar tidak tersalah.Para santri harus terus menerus belajar kapan saja dan dari mana saja menambah pengetahuannya.Biasakanlah lisan dalam bertanya dan biasakanlah hati yang banyak berpikir.Pertanyaan yang bagus disampaikan adalah “bagaimana pendapatmu tentang masalah ini?”Sering seringlah bertukar pikiran dengan orang lain.Tidak masalah bila santri bekerja. Tapi tetaplah belajar dan jangan malas-malasan.Jangan ada alasan untuk tidak belajar.Jangan lupa untuk bersyukur mengucap hamdalah ketika paham dengan satu masalah, semoga ditambahkan oleh Alloh swt.Jauhilan sifat kikir/pelit.Belilah buku karena itu memudahkan dalam belajar dari orang lain.Jangan rakus dengan harta orang lain.Tinggalkanlah sifat tamak dengan harta orang lain dan sifat kikir dengan harta sendiri.Orang orang dulu belajar bekerja baru mencari ilmu pengetahuan agar mereka tidak tamak dengan harta orang lain.Berharaplah hanya kepada Alloh.Santri mengulang pelajaran sebaiknya konsisten. Semisal setiap harinya ia mengulang pelajaran hingga sepuluh kali. Maka lakukanlah sejumlah itu pula di hari hari berikutnya.Ingat! Pelajaran tidak akan melekat bila tidak diulang-ulang.Biasakanlah membaca dengan keras, tanda semangat supaya tidak bosan.Santri tidak boleh berputus asa karena itu berakibat buruk.Saran yang baik dalam bidang fikih adalah dengan menghapal satu kitab saja darinya dan itu akan memudahkan dalam mempelajari kitab kitab lainnya. Fasal Tawakkal Bertawakal lah kepada Alloh dalam masalah rezeki ketika menuntut ilmu. Tidak perlu mencemaskannya. Karena ada hadis nabi yang mengatakan orang yang memperdalam ilmu agama niscaya akan Alloh cukupkan dan Ia beri rezeki dari jalan yang tidak ia sangka-sangka.Orang yang sibuk dengan perkara rezeki dalam hal makanan dan pakaian, biasanya tidak gubris lagi dengan akhlak mulia dan hal hal yang tinggi lainnya.Manshur al hallaj berkata: sibukanlah nafsumu, karena bila tidak ialah yang akan membuatmu sibuk.Orang yang berakal tidaklah boleh cemas dengan urusan dunia.Tidak memikirkan rezeki bukan berati tidak bekerja loh.Para penuntut ilmu sebaiknya menjauhi urusan duniawi sebisanya.Santri harus sabar dan tabah selama menuntut ilmu. Karena memang fitrahnya bahwa pergi menuntut ilmu berarti harus berhadapan dengan kesengsaraan.Orang yang tabah selama di dalam menuntut ilmu akan mendapatkan manis dan lezatnya ilmu.fasal Waktu-Waktu Baik Buat Belajar Janganlah menyibukkan diri kecuali dalam menuntut ilmu.Para ulama bahkan ada yang pernah tidak nyenyak selama empat puluh tahun.Masa muda harus digunakan untuk menuntut ilmu sebaik- baiknya.Waktu yang paling baik untuk belajar adalah menjelang waktu subuh dan antara maghrib dan isya.Santri harus mempergunakan seluruh waktunya hanya untuk belajar.Andai jika timbul rasa jemu pada sebuah pelajaran hendaknya beralih kepada pelajaran yang lain.fasal Saling Mengasihi dan Menasehati Orang berilmu harus saling menghormati dan menyayangi sesama dan tidak iri dengki.Anak seorang alim menjadi alim pula berkat ia mengajar anak anak orang lain terlebih dahulu daripada anaknya sendiri.Jangan suka berdebat karena hal itu menyiakan waktu.Biarkanlah orang yang berlaku jahat padamu, cukuplah apa yang ia lakukan menjadi balasan kejahatannya.Bila kau ingin musuhmu mati karena sedih hati atau bertambah gelisah, maka tambahlah ilmumu sehingga ia akan semakin bertambah menderita batin.Kamu harus sibuk melakukan kebaikan dan hindarilah permusuhan. Karena bila kebaikan semakin tampak pada dirimu, keganasan musuh pun akan lenyap.Karena permusuhan hanya akan membuatmu terpojok dan membuang waktumu.Hindarilah permusuhan terlebih kepada orang yang bodoh.Jangan suka berprasangka buruk dengan orang lain karena itu sumber permusuhan.Jika perbuatan seseorang buruk berarti dugaannya pun buruk.Tambahlah kebaikan kepada orang lain sekalipun ia berbuat buruk kepadamu. Karena kelak kamu akan terlindung dari tipu dayanya dan dia akan tertimpa apa yang telah ia lakukan.Jika kamu ditipu orang jangan balas dengan menipunya.Biasanya bagi orang pandai itu ada musuh dari orang orang bodoh yang sengaja mempersulitnya. Orang orang bodoh tadi memang ingin menzaliminya saja tapi sebaiknya ia tidak menghiraukannya dan membalasnya.fasal Mencari Tambahan Ilmu Pengetahuan Santri harus menambah ilmu setiap harinya agar mendapat kemuliaan.Jangan lupa untuk membawa buku dan alat tulis guna menulis ilmu yang bermanfaat yang ia temukan.Menghapal sebaik-baik yang didengarkan. Mengatakan sebaik-baik yang dihapal.Hapalah pelajaran sedikit demi sedikit setiap harinya. Karena sesuatu yang banyak dimulai dari yang sedikit.Malam itu terlalu panjang jangan kamu habiskan untuk tidur. Siang hari itu terang benderang jangan kau redupkan dengan dosa dosamu.Santri harus memanfaatkan benar waktu selama bersama ulama. Gunakan untuk menimba pengetahuan dari mereka. Karena kalau sampai ia telah berlalu maka kesempatan itu tidak akan datang lagi.Kehinaan dan kerugian akibat dari tidak menghiraukan ilmu Alloh pada ulama. Maka berlindunglah kepada Alloh siang dan malam.Para penuntut ilmu itu harus tahan menanggung penderitaan dan kehinaan ketika menuntut ilmu.Menuntut ilmu itu tidak bisa dipisahkan dari guru dan teman teman belajar.Kamu tidak akan memperoleh kemuliaan selama kamu tidak menghinakan dirimu sendiri dengan menuntut ilmu yang penuh penderitaan.fasal Waro’ Bersikaplah waro (menjaga dari hal hal yang tidak jelas halalnya).Rosululloh bersabda: “Barangsiapa yang tidak berlaku wara ketika belajar ilmu maka dia akan diuji oleh Alloh dengan salah satu dari tiga hal; mati muda, tinggal bersama-sama orang yang bodoh atau diuji menjadi pelayan pemerintah.Termasuk sifat wara adalah menghindari rasa kenyang perut, banyak tidur, dan banyak bicara yang tidak berguna.Jangan suka makan makanan di pasar karena ia kurang berkahnya lantaran orang miskin menginginkannya namun tidak bisa membelinya.Para ulama salaf diberi keluasan ilmu berkah dari bersikap wara.Jauhilah menggunjing dan berkumpul dengan orang yang banyak bicara.Orang yang banyak bicara telah mencuri umurmu dan membuang waktumu.Termasuk sifat wara lagi adalah: menyingkir dari orang yang suka berbuat kerusakan dan maksiat, dari orang yang suka menganggur. Karena kita bisa terpengaruh.Hadaplah kiblat ketika belajar.Jangan pernah meremehkan hal-hal adab sopan santun dan hal hal yang disunnahkan.Orang yang terbiasa meremehkan akhlak bisa meremehkan hal-hal yang sunnah dan itu bisa membawa kepada meremehkan hal-hal yang wajib. Sedangkan meremehkan ibadah wajib tentu terhalang dari perkara- perkara akhirat.Seorang santri harus memperbanyak salat dan khusyuk di dalamnya. Karena itu membantu memperoleh ilmu dan dalam belajar.Jagalah perintah dan larangan Alloh, kerjakanlah salat, tuntutlah ilmu agama, dan giatlah dalam memohon pertolongan melalui amalan yang baik, niscaya kamu akan menjadi ahli ilmu agama.Bawalah buku kemana saja untuk dipelajari. Dan catatlah apa yang kau dengar dari gurumu.fasal Hal-Hal yang Dapat Menguatkan Hapalan dan yang Melemahkannya Hal-hal yang dapat menguatkan hapalan antara lain: tekun belajar, mengurangi makan, salat malam, dan membaca Alquran.Membaca Alquran yang baik adalah dengan melihat mushaf.Perbanyaklah sholawat kepada Nabi Muhammad saw.Kuat hapalan adalah karunia dari Alloh, dan karunia Alloh tidak akan diberikan kepada orang yang maksiyat.Hal-hal yang dapat merusak hapalan antara lain: banyak berbuat maksiat, banyak dosa, banyak berpikir susah, terlalu memikirkan harta, dan terlalu banyak kerja.Orang yang cemas dengan urusan dunia biasanya karena hatinya gelap. Dan orang yang senantiasa memikirkan urusan akhirat hatinya bercahaya. Dan itu terlihat dari salatnya.Sholat dengan khusyuk dan menyibukkan diri dengan mencari ilmu dapat menghilangkan penderitaan dan kesusahan.fasal Hal-Hal yang Dapat Mempermudah Datangnya Rezeki dan yang Menghambatnya Hanya doa yang bisa menolak takdir.Terhalang rezeki lantaran dosa yang dikerjakannya. Terlebih dosa dari dusta karena dusta dapat menyebabkan kefakiran.Tidur di pagi hari bisa menyebabkan fakir harta juga fakir ilmu.Termasuk rugi bila malam dibiarkan lewat begitu saja tanpa guna, karena malam juga termasuk dari umur yang dijatah.Hal-hal lain yang dapat menghalangi rezeki ialah: tidur dengan telanjang, kencing telanjang, makan dalam keadaan junub, tidur di atas lambung, membiarkan makanan yang terjatuh, membakar kulit bawang merah dan bawang putih, menyapu rumah dengan sapu tangan, menyapu rumah pada malam hari, membiarkan sampah di dalam rumah, berjalan di muka orangtua, memanggil orangtua dengan nama keduanya, membersihkan gigi dengan sembarang kayu, membersihkan tangan dengan debu, duduk di muka pintu, bersandar di daun pintu, berwudu di tempar beristirahat, menambal baju yang sedang dikenakan, membersihkan badan dengan baju, membiarkan sarang laba-laba di dalam rumah, meremehkan salat.Hal-hal yang bisa menyebabkan kefakiran antara lain: tergesa keluar dari masjid ba’da subuh, terlalu pagi pergi ke pasar dan pulang paling akhir, membeli roti dari pengemis, mendoakan dengan doa yang buruk untuk anak, tidak menutup wadah, meniup lampu, menulis dengan pulpen yang diikat, menyisir rambut dengan sisir yang patah, tidak mau mendoakan orangtua, mengenakan surban dengan duduk, mengenakan celana dengan berdiri, kikir dan pelit, terlalu hemat, menunda atau meremehkan segala urusan.Rosululloh Saw bersabda: “Memohonlah kalian turunnya rezeki dengan bersedekah”.Adapun hal-hal yang bisa mendatangkan rezeki antara lain: bangun pagi sekali, menulis dengan tulisan yang indah, bermuka ceria, dan berbicara dengan perkataan yang baik.Hal lainnya: mencuci pakaian, menyapu halaman, sholat dengan khusyuk, sholat dhuha, membaca surah waqiah, almulk, allail, muzammil, alam nasyrah, di waktu malam, datang ke masjid sebelum azan dikumandangkan, mendawamkan wudhu, salat sunah fajar dan witir di rumah, dll.Jangan membicarakan hal-hal duniawi setelah salat witir.Jangan banyak bergaul dengan perempuan, terkecuali ada hajat.Jangan membicarakan hal hal yang tidak bermanfaat.Siapa yang mengerjakan hal tidak berguna berarti ia telah kehilangan hal yang berguna.sayyidina Ali bin Abi Thalib kwh berkata: siapa yang sempurna akalnya niscaya sedikit bicaranya.Berbicara itu hiasan sedangkan diam itu keselamatan.Jangan banyak berbicara, bicaralah seperlunya saja.Memang mungkin kita akan menyesal bila diam tapi itu tidak seberapa dengan menyesal karena bicara.Salah satu amalan murah rezeki adalah bacaan: “subhanalloh al azhim subhanalloh wa bihamdih astagfirulloh wa atubu ilaih”; ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺑﺤﻤﺪﻩ ﺍﺳﺘﻐﻔﺮﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺍﺗﻮﺏ ﺍﻟﻴﻪ dibaca setelah terbit fajar hingga menjelang sholat subuh.“La ilaha illalloh al malikul haqqul mubin” ﻻ ﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺍﻟﺤﻖ ﺍﻟﻤﺒﻴﻦ sebanyak seratus kali dibaca setiap pagi dan sore.Setiap fajar dan sehabis salat bacalah “Alhamdulillah wa subhanalloh wa la ilaha illalloh” sebanyak 33 kali. ﺍﻟﺤﻤﺪ ﻟﻠﻪ ﻭ ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﻻ ﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ Perbanyaklah membaca sholawat.Perbanyaklah membaca “la haula wala quwwata illa billah al ‘aliyil ‘azhim” ﻻ ﺣﻮﻝ ﻭﻻ ﻗﻮﺓ ﺍﻻ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﺎﻟﻲ ﺍﻟﻌﻈﻴﻢ Bacalah doa: “Ya Alloh cukupkanlah aku dengan yang halal dari yang haram, dan cukupkanlah pula aku dengan karunia-Mu dari menghajatkan kepada selain-MU”. Dibaca sebanyak tujuh puluh kali.Pujian-pujian sebagai berikut: “antalloh al aziz al alhakim antalloh ala malikull quddus antalloh alhalimul karim”.
Para ulama fiqih berkata, makruhat sholat ada 35 : قَالَ الْفُقَهَاءُ مَكْرُوْهَاتُ الصَّلاَة ُخـَمْسَةٌ وَثَلاَثُوْنَ : الَصَّلاَةُ فِي اْلـحَمَّاِم وَالصَّلاَةُ فِي اْلـمَعْطَنِ وَالصَّلاَةُ فِي اْلـمَجْزَرَةِ وَالصَّلاَةُ فِي اْلـمَقْبَرَةِ وَالصَّلاَةُ فِي الطَّرِيْقِ وَالصَّلاَةُ فِي اْلكَنِيْسَةِ وَاْلبِيْعَةِ وَالصَّلاَةُ فِي مَوْضِعِ اْلـمَكْسِ وَالصَّلاَةُ فِي السُّوْقِ وَالصَّلاَةُ اَمَامَ أَدَمِيٍّ يَسْتَقْبِلُهُ وَاْلاِيْْْْْْطَانُ وَهُوَ اِتِّخَاذُ اْلـمُصَلِّي مَوْضِعًا يُصَلِّي فِيْهِ وَلاَ يَنْتَقِلُ عَنْهُ اِلَى غَيْرِهِ وَالصَّلاَةُ مُسَاوِيًا لِلاِمَامِ فِي اْلـمَوْقِفِ وَالصَّلاَةُ حَاقِنًا وَهُوَ الَّذِيْ يُدَافِعُ اْلبَوْلَ وَالصَّلاَةُ حَاقِبًا وَهُوَ اَّلذِيْ يُدَافِعُ اْلغَائِطَ وَالصَّلاَةُ حَازِقًا وَهُوَ الَّذِيْ يُدَافِعُ الرِّيْحَ وَالصَّلاَةُ تَائِـقًا لِلطَّعَامِ اْلـحَاضِرِ اِنْ وَسِعَ اْلوَقْتُ وَالصَّلاَةُ غَضْبَانًا وَالصَّلاَةُ نَعِسًا وَالصَّلاَةُ مَكْشُوْفَ الرَّأْسِ وَالصَّلاَةُ فِي ثَوْبٍ فِيْهِ تَصَاوِيْرُ وَاْلاِسْبَالُ وَهُوَ اَنْ يُرْسِلَ ثَوْبَهُ حَتَّى يُصِيْبَ اْلأَرْضَ وَاْلاِسْرَارُ وَاْلـجَهْرُ فِي غَيْرِ مَوْضِعِهِمَا وَاِلْصَاقُ عَضُـَدَيْهِ بـِجَـنْـبَـْيهِ عِنْـدَ الرُّكُـوْعِ وَاِلْصَاقُ بَطْنِـهِ بِـفَخِـذَيْهِ عِـْندَ السُّجُوْدِ وَاْلـجَهْرُ خَلْفَ اْلاِمَامِ وَاِطَالَـُةُ التَّشَـهُّدِ اْلأَوَّلِ وَالدُّعَاءِ بَعْـدَهُ وَعَدَمُ السُّجُوْدِ عَلَى اْلأَنـْفِ وَكَـفُّ شَعْرِهِ وَثَوْبِهِ وَرَفْعُ اْلبَصَرِ اِلَى السَّمَاءِ وَمَسْحُ جَـبْهَـتِـهِ وَاْلاِلْتِـفَـاتُ بِـوَجْهِـهِ وَالتَّشْـبِيْـكُ وَاْلاِهْـتِزَازُ وَمُقَارَنَةُ اْلاِمَامِ فِي اْلأَفْعَالِ وَالتَّـثَّاؤُبُ وَاْلاِشَارَةُ بِغَيْرِ حَاجَةٍ. Para ulama fiqih berkata, makruhat sholat ada 35 : 1. Sholat di pemandian 2. Sholat di tempat penggembalaan hewan 3. Sholat di tempat penyemblihan hewan 4. Sholat di perkuburan 5. Sholat di jalanan 6. Sholat di Stagog ( tempat ibadah orang Yahudi ) dan Gereja 7. Sholat di tempat maksiat 8. Sholat di pasar 9. Sholat di hadapan orang 10. al-Ithon, yaitu menetapkan sholat di tempat yang khusus dalam berjamaah 11. Sejajar tempatnya dengan imam 12. Sholat sambil menahan kencing 13. Sholat sambil menahan buang air besar 14. Sholat sambil menahan kentut 15. Sholat dengan makanan yang sudah tersedia padahal waktu masih luas 16. Sholat dalam keadaan marah 17. Sholat dalam keadaan mengantuk 18. Sholat tidak memakai tutup kepala 19. Memakai baju yang bergambar 20. al-Isbaal, yaitu mengulurkan kain sampai menyentuh tanah. 21. Siir dan jahar bukan pada tempatnya 22. Merapatkan lengan tangan ke lambung saat ruku`. 23. Merapatkan perut ke paha saat sujud. 24. Jahar ketika sholat di belakang imam. 25. Terlalu panjang membaca do`a dalam tasyahud awal. 26. Mengangkat hidung di saat sujud. 27. Menahan rambut dan bajunya disaat sujud. 28. Memandang ke langit. 29. Mengusap dahinya. 30. Menengok-nengok 31. at-Tasybik (menyilangkan jemari tangan) 32. Bergoyang-goyang. 33. Menyamakan imam dalam gerakan. 34. Menguap 35. Berisyarat tanpa keperluan.

Jumat, 21 Desember 2012

SYA'IR SAYYIDAH FATIMAH (S.A) dan SAYYIDINA ALI K.R.W putri Rosulalloh shollallohu 'alaih wasallam احبك مثلما انتي Aku mencintaimu apapun dirimu احبك كيفما كنتي Aku mencintaimu bagaimanapun keadaanmu ومهما كان مهما صار Apapun yang terjadi dan kapanpun انتي حبيبتى انتي Engkaulah cintaku زوجتي Duhai istriku انتي حبيبتى انتي Engkaulah kekasihku حلالي انت لا اخشى عزولا همه مقتي, لقد اذن الزمان لنا بوصل غير منبتي Engkau istriku yang halal, aku tidak peduli celaan orang, kita satu tujuan untuk selamanya. سقيت الحب في قلبي بحسن الفعل والسمت, يغيب السعد إن غبت ويصفو العيش إن جئت Engkau sirami cinta dalam hatiku dengan indahnya perangaimu, kebahagiaanku lenyap ketika kamu menghilang lenyap , hidupku menjadi terang ketika kamu disana. نهاري كادح حتى إذا ما عدت للبيت, لقيتك فانجلى عني ضناى اذا ما تبسمت Hari2ku berat sampai aku kembali ke rumah menjumpaimu, maka lenyaplah keletihan ketika kamu senyum. تضيق بى الحياة اذا بها يوما تبرمتي فأسعى جاهدا حتى احقق ما تمنيتي Jika suatu saat hidupmu menjadi sedih, maka aku akan berusaha keras sampai benar mendapatkan apa yang engkau inginkan. هنائى انت فلتهنئى بدفء الحب ما عشتي فروحانا قد ائتلفا كمثل الارض والنبت Engkau kebahagiaanku. Tanamkanlah kebahagiaan selamanya., jiwa-jiwa kita telah bersatu bagaikan tanah dan tumbuhan. Indahnya sya'ir ini, سبـــــحان اللــــه أكــــــــــرم :)

Rabu, 19 Desember 2012

Pasal Ke limapuluh enam Yang Membatalkan Pahala Puasa Tersebut di dalam Hadist Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam: خَمْسُ يُفْطِرْنَ الصَّائِمَ الْكِذْبُ وَالْغِيْبَةُ وَالنَّمِيْمَةُ وَالْيَمِيْنُ الْكَاذِبَةُ وَالنَّظْرُ بِشَهْوَةٍ. Artinya: Ada lima perkara yang membatalkan pahala puasa, yaitu: Berdusta (berbohong), mengumpat (marah-marah), mengadu domba satu sama lain (menceritakan orang), bersumpah dusta (sumpah bohong), melihat dengan syahwat. Pasal Ke limapuluh tujuh Puasa-puasa Sunnah Puasa-puasa sunnah yang dapat dikerjakan adalah: 1. Sunnah berpuasa pada 6 hari di bulan Syawwal dan afdhalnya dari hari yang ke-2 setelah Hari Raya Idhul Fitri, berturut-turut. 2. Sunnah berpuasa pada tanggal 8 dan 9 bulan Zulhijjah, yaitu yang dinamakan yaumal tarwiyah (hari tarwiyah) dan yaumal arofah (hari orang berwukuf). 3. Sunnah berpuasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Muharram, yaitu yang dinamakan yauma tasu’a dan yauma ‘asyura. 4. Sunnah berpuasa di bulan Rajab, bulan Sya’ban, bulan Zulqaidah, dan bulan Zulhijjah selain daripada hari raya Idhul Adha dan hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijjah. 5. Sunnah berpuasa pada setiap hari Senin dan Kamis. Babul Hajji Bab yang menjelaskan perihal Ibadah Hajji Ibadah Hajji dan Umrah adalah wajib bagi setiap orang yang mukallaf (Islam dan Dewasa) dan mustati’ yakni mampu untuk melaksanakan keduanya itu, dalam seumur hidupnya satu kali. Maksudnya mampu disini yaitu ; 1. Memiliki biaya untuk pergi ke Mekkah dan biaya hidup disana serta memiliki biaya yang cukup untuk pulang kembali ke negerinya. 2. Biaya yang dipakai itu bukan dari hutang. 3. Ada nafkah yang cukup untuk keluarganya yang ditinggalkan selama ia pergi hingga sekembalinya. 4. Kuasa untuk melakukan perjalanan ke Mekkah. 5. Tidak ada halangan besar pada perjalanannya itu (mis.ada perang teluk dsb). Jika lengkap syarat-syarat tersebut, maka itu dinamakan mustati’ dan wajiblah atasnya untuk pergi melakukan ibadah itu. Adapun jika tidak lengkap padanya akan syarat-syarat yang tersebut, maka tidaklah wajib atasnya melakukan Ibadah Hajji dan Umrah, malahan kepadanya akan menjadi dosa jika ia melakukan kesusahan atas dirinya dan keluarganya, misalnya seperti menanggung hutang atau menyusahkan keluarganya yang ditinggalkan karena kekurangan nafkah. Ibadah Hajji Bagi Seorang Perempuan: Jikalau yang hendak melakukan Ibadah Hajji itu perempuan maka dibutuhkan biaya yang lebih besar, karena harus menyewa kamar atau pemondokan yang tidak dapat bercampur dengan laki-laki ijnabi, dan mesti ada mahramnya (orang yang tidak haram atasnya) atau bersama-sama dengan suaminya menunaikan Ibadah Hajji itu. Maka apabila tidak dengan sebagaimana yang tersebut diatas, Haram hukumnya seorang perempuan menunaikan Ibadah Hajji itu, apalagi jika sampai meninggalkan Shalat (sama saja laki-laki atau perempuan), maka adalah rugi yang teramat besar. Berkata sebahagian besar ulama bahwa, Pahala seribu kali Ibadah Hajji tidak akan cukup untuk menutupi dosa meninggalkan satu Shalat Fardhu. Adapun prihal segala amalan-amalan Ibadah Hajji dan Umrah, baik itu rukun-rukun dan syarat-syaratnya serta tata cara berziarah ke makam Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan perihal qiblat dan segala Shalat Qashar Jama’, maka sekalian yang demikian itu telah diuraikan di dalam kitab Manasik Hajji, yang kami buat beserta segala do’a-do’a yang ada di dalamnya secara lengkap dan sempurna. Maka tidak dijelaskan yang demikian itu pada kitab ini. Pasal Ke limapuluh delapan Idh-hiyyah atau Qurban Idh-hiyyah atau yang biasa disebut qurban hukumnya Sunnah Muakkadah (sunnah-sunnah yang dianjurkan), waktunya adalah dari setelah selesai Shalat Idhul Adha hingga tanggal 13 bulan Zulhijjah. Binatang yang Sah dibuat idh-hiyyah (qurban) adalah: 1. Unta, Sah dibuat Idh-hiyyah unta yang telah berumur 5 tahun atau lebih. 2. Lembu (sapi) atau kerbau; Sah dibuat Idh-hiyyah yang telah berumur 2 tahun atau lebih. 3. Kambing; Jika kambing ma’jun atau kambing jawa yang telah berumur 2 tahun atau lebih. Jika kambing Kibas atau do’an maka yang telah berumur 1 tahun atau lebih. Jika kambing itu sudah kupak (sudah bertumbuh gigi dengan lengkap) walaupun belum cukup umurnya 1 tahun maka sah dibuat idh-hiyyah. Syarat-syarat binatang/hewan yang di jadikan idh-hiyyah: 1. Janganlah binatang itu terlalu kurus. 2. Jangan yang kuring atau ompong sekalian giginya. 3. Jangan yang terpotong kupingnya atau ekornya atau buta matanya atau bermata sebelah. Keafdhalan hewan yang di jadikan idh-hiyyah adalah sbb: 1. Jenis hewannya yang paling afdhal adalah Unta, kemudian Lembu (sapi) atau kerbau, Kambing Kibas, Kambing Jawa 2. Warna bulu atau kulit binatang yang dijadikan idh-hiyyah afdhalnya adalah berbulu putih, kemudian berbulu kuning, berbulu Dauk (abu-abu), berbulu merah, berbulu belang (campur) dan berbulu hitam 3. Bertanduk lebih afdhal daripada yang tidak bertanduk. 4. Jenis kelaminnya, lebih afdhal jantan daripada betina. Adapun seekor daripada Unta, lembu (sapi) atau Kerbau, maka boleh untuk Idh-hiyyah sendiri (seorang) atau boleh juga untuk 7 orang, sedangkan seekor kambing hanya diperbolehkan untuk satu orang. Wajib niat pada saat menyembelih hewan, dan sunnahnya berlafaz: “sahajaku membuat sunnah idh-hiyyah” bagiku atau bagi si fulan jika ia wakil daripadanya. Dan sunnah membaca do’a dibawah ini pada saat menyembelih hewan: بِسْـمِ اللهِ، اَللهُ أَكْبَرُ، أَللَّهُـمَّ هَذَا مِنْكَ وَإِلَيْكَ فَتَقَبَّلَهَا مِنِّى يَا كَرِيْمُ. Artinya: Dengan Nama Allah, Allah yang Maha Besar. Ya Allah Tuhanku, ini qurban daripada Engkau dan kembali pada Engkau maka kabulkanlah wahai Tuhan yang Maha Murah. Dan wajib memberi sedekah sedikit daging daripada idh-hiyyah itu daging yang mentah, dan tidak boleh dijual akan sesuatu daripadanya sekalipun kulitnya. Sunnah membagi daging itu menjadi 3 bagian, dimana: 1. satu bagian di sedekahkan kepada fakir miskin. 2. satu bagian untuk dihadiahkan kepada sahabat dan handai taulan 3. satu bagian lagi untuk makan keluarganya. Pasal Ke limapuluh sembilan Prihal Sunnah ‘Aqiqah Sunnah hukumnya bilamana seorang ayah membuat ‘Aqiqah bagi anaknya pada lingkup waktu antara anaknya itu berumur 60 hari dari semenjak anak tersebut dilahirkan. Juga sunnah bagi seorang ayah membuat ‘Aqiqah itu dari semenjak anaknya dilahirkan hingga anak itu balligh. Jika Ayahnya tidak mampu untuk meng-‘aqiqahkan anaknya, maka sunnah bagi ibunya membuatkannya jika ia mampu, atau orang lain yang melakukannya dengan seizin ayah atau ibunya. Hewan yang sah dibuat ‘Aqiqah sama halnya dengan hewan yang sah dibuat ‘Idh-hiyyah. Dengan segala syarat-syaratnya, wajibnya dan sunnah-sunnahnya. Afdhalnya menyembelih hewan ‘Aqiqah adalah pada hari ke 7 (tujuh) dari anak tersebut dilahirkan, jika tidak maka pada hari yang ke 14 (empatbelas), jika tidak maka pada hari ke 21 (duapuluh satu). Sunnah-sunnah dalam ‘Aqiqah: 1. Sunnah mencukur rambut bayi itu pada hari menyembelih hewan ‘aqiqah. 2. Sunnah menimbang rambut bayi itu, dan berat rambutnya di nilai dengan emas atau perak, dan senilai emas atau perak itu disedekahkan kepada fakir miskin. 3. Sunnah memberi nama akan bayi itu dengan nama yang baik, maka afdholnya jika laki-laki menggunakan nama: Abdullah, Abdul Rahman atau seumpamanya. Muhammad, Ahmad atau seumpamanya. Maka yang tersebut itu lebih afdhal dari lainnya. 4. Sunnah di cicipkan pada lidah bayi itu dengan sedikit kurma atau lainnya yang manis-manis. 5. Sunnah diberikan akan paha belakang daripada kambing ‘aqiqah itu kepada dukun beranak yang membantu. 6. Sunnah dimasak daging ‘Aqiqah itu dengan campuran sedikit gula dan dihadiahkan kepada fakir miskin dan kepada sahabat serta handai taulan dan buat makan di rumah. Ulama mengatakan campuran manis itu akan menjadi manis juga perangai anak itu, yakni menjadi baik budi bahasanya dengan taqdir Allah Ta’ala. Pasal Ke enampuluh Penutup وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىسَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاصَّحْابِهِ اَجْمَعِيْنَ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَالسَّلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. Di bawah ini adalah do’a dan tasbih yang dinaqol dari kitab “maslikul akhyar”, maka hendaklah dibaca bila hendak mengaji (menuntut ilmu) ilmu syar’I, Insya Allah faedahnya lekas dapat dan faham: اَللَّـهُمَّ افْتَحْ لَنَاحِكْمَتَكَ وَانْشُرْ عَلَيْنَا رَحْمَتَكَ يَا ذَالْجَلاَ لِ وَ اْلإِكْرَامِ. Artinya: Ya Allah Tuhanku, bukakan bagi kami Ilmu daripada Engkau, dan hamburkan atas kami wahai yang mempunyai Kebesaran dan Kemulyaan. Dibawah ini tasbihnya, maka hendaklah dibaca setiap habis mengaji, Insya Allah faedahnya apa yang sudah di dapat maka tidak akan lupa dan yang belum dapat akan lebih mudah untuk mendapatkannya: سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ عَدَدَ كُلِّ حَرْفٍٍ كُتِبَ أَوْ يُكْتَبَ اَبَدَ اْلآبِدِيْنَ وَ دَهْرَءَ الدَاهِرِيْنَ Artinya: Mahasuci Allah dan segala Puji bagi Allah dan tiada Tuhan yang disembah hanya Allah dan Tuhan yang Maha Besar, sebilangan tiap-tiap huruf telah tertulis atau lagi akan tertulis selama-lamanya, artinya bertahun-tahun lamanya. Suka · · Ikuti Kiriman · 12 jam yang lalu Dilihat oleh 12 Tulis komentar... Opsi
Babush Zakah Bab yang menerangkan prihal Zakat Macam-macam Zakat ada 7 (tujuh) macam, yaitu: 1. Zakat Binatang Ternak. 2. Zakat Buah-buahan dan Tumbuh-tumbuhan. 3. Zakat Mas dan Perak. 4. Zakat Dagangan/Perniagaan. 5. Zakat Rakaz / Harta Terpendam. 6. Zakat Ma’din. 7. Zakat Fitrah. Pasal Ke empatpuluh tiga Zakat Binatang Binatang yang wajib dizakatkan daripadanya ada 3 (tiga) macam dan memenuhi syarat, yaitu: 1. Onta 2. Lembu (sapi) atau Kerbau. 3. Kambing. 1. Untuk Zakat Onta, tidak dibahas disini. 2. Zakat Lembu (sapi) atau Kerbau: Nisabnya yakni batas kewajiban mengeluarkan zakatnya, yaitu: * Jika telah cukup jumlahnya 30 (tiga puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1 (satu) ekor daripada anaknya yang telah berumur 1 (satu) tahun. * Jika telah cukup jumlahnya 40 (empat puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1 (satu) ekor daripada anaknya yang telah berumur 2 (dua) tahun. * Jika telah cukup jumlahnya 50 (lima puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1 (satu) ekor daripada anaknya yang telah berumur 3 tahun. * Jika telah cukup jumlahnya 60 (empat puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 2 (dua) ekor daripada anaknya yang telah berumur 1 (satu) tahun. * Demikian seterusnya kelipatan 30, ditambah satu ekor. 3. Zakat Kambing: Nisabnya, yakni batas kewajiban mengeluarkan zakatnya yaitu: * Jika telah cukup jumlahnya 40 (empat puluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 1 (satu) ekor daripada kambing itu yang telah berumur 2 (dua) tahun, adapun jika dari jenis kambing kibas maka yang umurnya 1 (satu) tahun. * Jika telah cukup jumlahnya 120 (seratus duapuluh) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 2 (dua) ekor. * Jika telah cukup jumlahnya 201 (duaratus satu) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 3 (tiga) ekor. * Jika telah cukup jumlahnya 400 (empat ratus) ekor, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya 4 (empat) ekor. * Demikian seterusnya setiap bertambah kelipatan seratus, maka ditambah zakatnya 1 (satu) ekor. Syarat wajib Zakat Binatang: 1. Waktunya telah cukup setahun lamanya. 2. Makanannya didapat daripada angonan (menggembala) yang tidak membeli. 3. Binatang itu tidak dipakai untuk bekerja apapun (bajak sawah dll). Pasal Ke empatpuluh empat Zakat Buah-buahan & Tumbuh-tumbuhan Yang diwajibkan mengeluarkan zakat buah-buahan adalah adalah Buah Korma dan Kismis (anggur), adapun tumbuh-tumbuhan yang diwajibkan mengeluarkan zakatnya adalah tumbuh-tumbuhan yang dimakan untuk kehidupan seperti gandum, terigu, jagung dan padi, serta kacang-kacangan. Adapun nisab yang demikian itu adalah lima wisik, yaitu sekedar tiga di atas gantung fitrah, yaitu sembilan pikul enam puluh lima kati bersih daripada kulit. Adapun bagi zakat padi maka nisabnya dua kali, yaitu sembilan belas pikul tigapuluh kati. Bagi tumbuhan yang airnya didapat dengan tidak memerlukan usaha/disiram, yang wajib dikeluarkan yaitu satu bahagian daripada sepuluh bahagian, atau yang disebut ‘usyur (sepersepuluhnya atau sepuluh persen) Sedangkan jikalau tumbuhannya dengan disiram atau memerlukan ongkos (biaya) untuk membeli air maka zakatnya adalah didalam duapuluh bahagian dikeluarkan satu bagian, atau yang disebut nisful ‘usyur (seperduapuluh atau lima persen) Yang wajib dikeluarkan itu dihitung dari seberapa dapatnya dari sawahnya itu, bukan dihitung dari hasil bersih setelah membayar cukai (pajak) dan upah memotong padi. Pasal Ke empatpuluh lima Zakat Mas dan Perak Nisabnya zakat Mas adalah duapuluh misqal, yaitu berat tiga rial ditambah dengan setengah suku. Nisabnya zakat Perak adalah beratnya duaratus dirham, yaitu limapuluh delapan rupiah zaman sekarang ditambah setengah rupiah. Yang wajib dikeluarkan daripada keduanya itu yaitu satu bahagian daripada empat puluh bagian, yaitu yang disebut rubu’ul ‘asyro (seper empatpuluh atau 2,5 persen), dan cukup setahun dari waktu memilikinya, maka wajib dikeluarkan zakatnya dan sebagaimana lebihnya Mas dan Perak itu daripada nisabnya, maka dikeluarkan zakatnya pula sekedarnya. Pasal Ke empatpuluh enam Zakat Dagangan/Perniagaan Zakat perdagangan atau zakat tijrah, yaitu apabila telah cukup satu tahun dari mulai berdagang/berusaha tiba-tiba di akhir tahun itu telah cukup nishabnya, yaitu seperti nishabnya zakat perak, maka wajib ditaksir atas dagangan itu kemudian dikeluarkan zakatnya dengan uang perak dalam empat puluh dikeluarkan satu (2,5 persen) seperti zakat perak. Adapun pada permulaan dagang maka tidak disyaratkan cukup nishabnya. Pasal Ke empatpuluh tujuh Zakat Rakaz / Harta Terpendam Harta terpendam daripada Mas dan Perak yang dipendam oleh orang-orang dahulu sebelum Nabi Muhammad Sallallohu ‘Alaihi Wasallam, jika didapat (ditemukan) harta itu dan cukup akan nishabnya, maka wajib dikeluarkan zakatnya dengan segera, yaitu Khumus (seperlima atau 20 persen) yakni satu bahagian dari lima bahagian. Pasal Ke empatpuluh delapan Zakat Ma’din Zakat Ma’din yaitu zakat Emas dan Perak yang didapat dari dalam tanah menurut asal kejadiannya (dari hasil tambang). Maka apabila didapat daripadanya mencukupi nishabnya, wajib atasnya mengeluarkan zakatnya yaitu satu bahagian dari empatpuluh bahagian yakni rubu’ul ‘asyro (seper empatpuluh atau 2,5 persen). Pasal Ke empatpuluh sembilan Zakat Fitrah Zakat Fitrah adalah wajib bagi setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan, yang mendapatkan masa sebelum waktu maghrib dan sesudahnya Maghrib di malam hari raya syawwal (Malam Hari raya Idhul Fitri). Yang dikeluarkannya adalah yang melebihi daripada makanan yang dimakan wajib nafkahnya atas dirinya pada malam hari raya itu beserta hari rayanya. (lebih kurang 2,5 kg makanan pokok). Wajib atas seorang suami membayar zakat fitrah istrinya dan anak-anaknya yang belum balligh, begitu juga membayarkan zakat fitrah bagi ayah-ibunya yang tidak mampu mengeluarkan zakat fitrah. Zakat Fitrah boleh dibayar pada awal bulan Ramadhan, tetapi afdhalnya adalah pada pagi hari raya syawwal (pagi Hari Raya Idhul Fitri) sebelum melakukan shalat Iedh, atau pada malam hari raya itu. Makruh hukumnya jika dita’khirkan hingga selesai shalat Iedh. Haram hukumnya jika dita’khirkan hingga waktu maghrib pada hari raya itu, sehingga menjadi qadha’. Pasal Ke limapuluh Yang Berhak Menerima Zakat Dari tujuh macam zakat yang tersebut, maka wajib diberikan zakat itu kepada orang-orang yang telah ditentukan dan diperintahkan oleh Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an akan memberi zakat kepada mereka itu, yang tersebut didalam Firman Allah: إِنَّمَا الصَّدَ قَـتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَـكِيْنِ وَالْعَا مِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَ لَّفَةِ قُلُوْ بُهُمْ وَفِ الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِى سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ. Bahwasanya segala zakat itu itu maka wajib diberikan kepada segala fakir dan miskin dan bagi orang yang mengurusnya, dan bagi segala mu’allaf kafir masuk islam, dan bagi budak ‘abid yang buat tebus dirinya daripada tuannya, dan bagi orang yang menanggung hutang, dan bagi orang yang di dalam sabillillah, dan bagi orang yang musafir minta zakat. Jika telah diketahui daripada ini ayat Al-Qur’an bahwasanya yang mempunyai hak yaitu delapan macam itu, dan yang ada dinegeri kita dari delapan macam itu hanya lima macam, yaitu fakir-fakir, dan miskin-miskin, dan mu’allaf, dan orang yang menanggung hutang, dan orang yang musafir minta zakat. Maka dengan perintah Allah Ta’ala di dalam Al-Qur’an atas wajib memberi zakat bagi mereka itu, maka tidak boleh dan tidak syah zakat itu diberikan kepada lain-lain orang yang bukan iya termasuk daripada delapan macam yang tersebut. Adapun aturan membagi zakat kepada mereka itu maka adalah zakat itu dibagi dengan seberapa bilangan macam-macam yang ada daripada delapan macam itu, dan tiap-tiap satu bahagian dibagi satu macam dan jikalau boleh dapat rata maka diberi pada sekalian itu tiap-tiap macam. Adapun jika tidak boleh dapat rata maka diberi pada tiap-tiap macam pada tiga orang saja. Wajib niat atas yang mengeluarkan zakat pada masa ia memberikan pada yang mempunyai hak zakat, atau kepada wakilnya yaitu dengan mengatakan di dalam hatinya dan sunnah ber lafaz “Sahjaku mengeluarkan Zakat Hartaku atau Zakat Fitrahku Lillali Ta’ala” Babush Shiyam Bab yang menjelaskan prihal Puasa Pasal Ke limapuluh satu Menentukan Awal Puasa Disini akan disebut segala sebab-sebab yang mewajibkan melakukan puasa Ramadhan: Ru’yatul Hilal: Maka adalah: 1 Setiap orang yang melihat bulan dengan matanya sendiri, maka wajib atasnya berpuasa, walaupun Sabit Ru’yah (terlihat bulan sabit) malam itu atau tidak. Begitupun bagi orang yang tidak melihat bulan, jika ia mengi’tiqadkan (meyakini diri) akan kebenaran orang yang melihat bulan itu, sekalipun yang melihatnya itu orang yang bukan adil, maka wajib atasnya berpuasa. 2 Jika orang hanya menyangka (mengira-ngira) akan kebenaran orang yang melihat bulan itu, maka boleh baginya puasa. 3 Jika ia syak (meragukan) akan kebenaran yang melihat bulan itu, maka tidak diharuskan baginya berpuasa. Hisab (hitungan): Berpuasa dengan memakai Hisab (perhitungan) dalam menetapkan bulan Ramadhan, atau bulan Sya’ban atau lainnya, maka tidak mengharuskan orang berpuasa, melainkan jika yang menghisab itu (mengitung itu) orang yang telah pandai ilmunya dalam ilmu Hisab Taqwim yaitu ilmu yang mempelajari akan perjalanan Matahari, Bulan, Buruj dan munzalah, yang berada keduanya itu pada malam ru’yah atau pada malam adanya bulan, serta ada berapa derajat didalam buruj-buruj atau munzalah dan berapa derajat antara keduanya. 1 Maka apabila seseorang mengetahui akan sekalian ilmu itu, disebutlah orang itu Hasib (ahli menghitung), boleh bagi dirinya sendiri berpuasa dengan hisab taqwimnya, itupun tidak menjadi puasanya itu pada bilangan bulan Ramadhan, Pada Syekh Ibnu Hajar di tahfid, melainkan jadi puasanya itu puasa sunnah saja. 2 Jika seseorang kepandaian ilmu hisabnya hanya sekedar taqlid (garis besar) saja, atau disebut Ahjaza Dabawuda atau dengan almunka, padahal ia tidak mengetahui akan taqwim seperti yang tersebut di atas, maka tidak boleh dan tidak sah baginya berpuasa dengan hisabnya itu. Karena bukan seperti itu yang dinamakan Hasib (ahli hitung) oleh kalangan ulama. Hisab dan Ru’yah: Jika satu orang melihat bulan Sya’ban dengan matanya sendiri atau ia mengi’tiqadkan (berkeyakinan) akan kebenaran orang yang melihatnya, sekalipun orang itu bukan adil; maka apabila cukup hitungan 30 (tigapuluh) hari akan bulan Sya’ban, wajiblah bagi keduanya itu berpuasa sekalipun orang lain kebanyakan belum berpuasa. Dan hukum ini berlaku hanya kepada orang tersebut saja. Tetapi jika hanya sekedar mendapat keterangan dari salah satu orang yang melihat bulan itu, maka tidak harus baginya berpuasa. Penentuan Puasa Secara Umum: Sedangkan hukum berpuasa secara umum pada sekalian orang adalah: 1 Jika bulan Sya’ban itu dilihat oleh banyak orang pada malam 30 (tigapuluh) Rajab. Maka apabila telah cukup 30 (tigapuluh) hari dari bulan Sya’ban, wajiblah hukumnya berpuasa bagi sekalian orang pada negeri itu, sekalipun tidak terlihat bulan Ramadhan atau tidak ada Qadhi Syar’i (orang atau lembaga yang menerima akan suatu kesaksian misalnya Departemen Agama) pada negeri itu. 2 Jika telah cukup 30 Sya’ban, 30 Kamal Rajab dan dari ru’yahnya pula yang sabit pada orang-orang banyak adanya, maka wajib berpuasa secara umum jika pada malam 30 Sya’ban dapat terlihat bulan Ramadhan oleh orang banyak. 3 Jika pada malam 30 Rajab atau 30 Sya’ban atau 30 Ramadhan tidak banyak orang yang melihat bulan, melainkan hanya dua atau tiga orang, kemudian beberapa orang itu bersaksi bahwa mereka mengaku dengan sebenar-benarnya melihat bulan, maka syarat memberlakukan puasa secara umum adalah seperti yang disebut oleh sebahagian besar ulama di dalam kitab yang mu’tamad, bahwa saksi-saksi itu harus lengkap padanya syarat-syarat adil, dan syarat-syarat mar’ut, dan diterima akan saksi-saksi itu oleh qadhi syar’i, yaitu yang sempurna baginya ruku-rukun qadhi dan syarat-syaratnya. Jika tidak sempurna baginya yang demikian itu, atau tidak sempurna bagi saksi-saksi akan syarat-syarat adil dan syarat-syarat mar’ut, maka tidak wajib dan tidak harus bagi umum sekalian berpuasa, malainkan hanya bagi orang-orang yang mengi’tiqadkan (berkeyakinan) kebenaran akan saksi-saksi itu, maka wajib baginya berpuasa, itupun jikalau tidak didapat keterangan yang menyalahkannya (membantah). Syarat-syarat adil dan syarat-syarat mar’ut maka telah tersebut sekaliannya itu di dalam segala kitab yang mu’tamad, dan syaratnya terlalu banyak. Sebahagian daripada syarat-syarat adil adalah bahwa orang tersebut memiliki sikap sebagai berikut: 1. Selalu memerintahkan akan yang wajib, dan mencegah atas perbuatan yang haram. 2. Tidak pernah mendengarkan bunyi-bunyian yang haram. 3. Mencegah orang lain meninggalkan shalat. Adapun syarat-syarat Mar’aut adalah: 1. Orang tersebut tidak pernah meninggalkan Shalat Sunnah. 2. Tidak pernah jatuh akan bulu jenggotnya. Apakah ada manusia yang memiliki syarat-syarat seperti ini pada jaman sekarang? Apalagi ditambah dengan syarat-syarat yang lain, maka hendaknya diketahui akan syarat-syarat yang lain itu dan dapat dilihat di dalam kitab Fiqih yang Mu’tamad, yaitu bagi mereka yang mengetahui akan bahasa arab dan sudah lama waktunya ia mengaji (menuntut ilmu agama) pada guru-guru yang mengerti. Maka nanti akan di dapat keterangan baginya apakah ada atau tidak di negerinya akan saksi yang memiliki syarat-syarat saksi serta rukun-rukun qadhi dan syarat-syaratnya. Bilamana hendak mengetahui akan yang demikian itu maka dapat dibaca pada kitab yang dinaqol dari kitab-kitab yang mu’tamad sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami, yaitu pada kitab Taudhihul Adillah, atau kitab Qauninul Syar’iyyah. Pasal Ke limapuluh dua Syarat-syarat Sahnya Puasa Syarat-syarat Shahnya berpuasa adalah: 1. Islam. 2. Niat setiap malam pada puasa wajib seperti Ramadhan atau puasa wajib lainnya. Jika puasa sunnah maka afdhalnya niatnya pada malamnya, tetapi boleh niatnya sebelum tergelincir Matahari dan belum makan dan minum. Lafaz niat Puasa Ramadhan yang aqmal adalah: نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ أَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَّهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى. Artinya: Sahjaku puasa esok hari daripada menunaikan fardhu bulan Ramadhan pada ini tahun Lillahi Ta’ala. (niat ini dibaca di dalam hati) 3. Mencegah diri daripada sengaja makan dan minum, serta memasukkan sesuatu barang atau benda kedalam lubang badannya. 4. Mencegah diri daripada sengaja muntah. 5. Mencegah diri daripada jima’ atau pekerjaan lainnya yang mengeluarkan mani. * Apabila makan atau minum atau jima’ oleh karena ia lupa, tidak menjadi batal puasanya. * Tetapi jika ia ingat pada tengah-tengah pekerjaan yang demikian itu maka wajib segera diberhentikan. * Tidak batal puasa jika menelan ludah yang tidak dicampur apa-apa seperti riak/lendir atau darah atau bekas-bekas sisa makanan, atau lainnya. * Adapun merokok atau menyisik tembakau maka membatal-kan puasa karena termakan sedikit diludahnya yang bercampur dengan sedikit bekas-bekas benda itu. 6. Suci daripada Haidh (menstruasi) dan Nifas (mengeluarkan darah melahirkan) pada seharian berpuasa itu. 7. Berakal pada seharian berpuasa itu. * Apabila mendapat haid (mens) atau nifas (keluar darah) sekalipun sedikit dan waktunya sebentar saja pada hari berpuasa itu, maka batal puasanya. * Demikian pula jika mendapat hilang akal seperti gila atau mabuk daripada minuman atau makanan maka batal puasanya sekalipun hilang akal atau mabuknya itu hanya sebentar saja. * Adapun mabuk yang diuzurkan oleh Syara’ misalnya, pada malamnya (atau diwaktu sahur) ia makan suatu makanan yang dia tidak mengetahui bahwa makanan itu memabukkan. Jika tiba-tiba pada siang harinya ia menjadi mabuk, maka tidak menjadi batal puasanya, jika mabuknya tidak terus-menerus pada seharian itu. * Demikian pula jika mendapat penyakit pitam (ayan), jika tidak terus-menerus pada seharian itu, maka tidak batal puasanya. Hari-hari yang diharamkan berpuasa: 1. Tidak Sah dan haram hukumnya orang yang berpuasa pada dua hari raya yaitu hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha. 2. Tidak Sah dan haram orang yang berpuasa pada hari-hari Tasyrik, yaitu tanggal 11, 12 dan 13 daripada bulan haji atau Zulhijjah. 3. Haram hukumnya mengawali puasa pada hari yang syak (ragu-ragu), yaitu pada hari tanggal 30 Sya’ban jika ada yang mengabarkan bahwa ada orang melihat bulan tetapi tidak cukup syarat qabulnya. Sebagaimana yang tersebut maka bersabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: مَنْ صَامَ يَوْمَ الشَّكِّ فَقَدْ عَصَ أَ بَا الْقَاسِمِ. Artinya: Barangsiapa berpuasa dihari Syak maka niscaya bermaksiat olehnya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 4. Haram hukumnya berpuasa sunnah yang di mulai dihari 16 bulan Sya’ban hingga akhir bulan Sya’ban. Pasal Ke limapuluh tiga Syarat-syarat Wajib Berpuasa Syarat-syarat Wajib Berpuasa: 1. Islam 2. ‘Aqil Balligh (berakal dan dewasa) 3. Kuasa. Tidak wajib qadha puasa atas seorang kafir jika masuk Agama Islam, begitu pula kepada orang gila bila sudah sembuh dan juga anak-anak jika telah balligh (dewasa). 1 Wajib atas seorang Bapak dan Ibu untuk memerintahkan anak-anaknya untuk berpuasa ketika anaknya itu telah berumur 7 tahun, dan boleh dipukul dengan pukulan yang tidak melukai bilamana anak tersebut tidak mau berpuasa padahal anak itu telah berumur 10 tahun, itupun jika anak-anak tersebut kuasa untuk berpuasa. 2 Tidak wajib berpuasa bagi orang yang tidak kuasa berpuasa dikarenakan sangat tuanya atau karena terkena suatu penyakit yang tidak dapat diharapkan lagi untuk kesembuhannya. 3 Tetapi Wajib atas keduanya itu untuk mengeluarkan fidyah setiap hari 1 (satu) mud selama ia tidak berpuasa, yaitu setengah gentong fitrah (2,5 kg) yang diberikan kepada fakir miskin seperti zakat fitrah. 4 Orang yang sakit yang tidak sanggup berpuasa atau orang yang sedang berlayar (musafir) sejauh dua marhalah (90 KM) maka boleh bagi keduanya itu tidak berpuasa, tetapi wajib qadha’ di kemudian hari, adapun jika ia tidak mengqadha’ hingga bertemu lagi pada bulan Ramadhan berikutnya, maka wajib bagi keduanya itu bersama-sama dengan qadha’ puasanya adalah membayar fidyah atas tiap-tiap hari yang tidak berpuasa 1 (satu) mud. Jika orang tersebut senantiasa sakit terus-menerus hingga meninggal dunia, maka tidak wajib suatu apapun. Jika orang tersebut telah sembuh dan sehat yang membolehkan dia membayar qadha’ puasanya, tapi tidak juga dia membayar qadha’nya itu hingga dia meninggal dunia, maka wajib padanya tiap-tiap satu hari tidak berpuasa adalah 1 (satu) mud. Pasal Ke limapuluh empat Makruh Dalam Berpuasa Makruh (dibenci Allah SWT) atas orang yang berpuasa memakai wangi-wangian, sifat mata, bersugi (sikat gigi) apabila sudah gelincir matahari. Pasal Ke limapuluh lima Sunnah-Sunnah Dalam Berpuasa Sunnah-sunah dalam berpuasa, yaitu: 1. Membaca kitab suci Al-Qur’an dengan memakai adab dan tatacaranya. 2. Sunnah berI’tikaf (berdiam) di dalam Masjid. 3. Menyegerakan berbuka puasa jika yakin sudah masuk Maghrib. 4. Mengakhirkan waktu sahur sebelum masuk waktu imsak. 5. Sunnah berbuka puasa dengan kurma. 6. Sunnah membaca do’a ini setelah berbuka puasa: أَللَّـهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، ذَهَبَ الظَمَأُ وَابْتَلَتِ الْعُرُوْقُ، وَثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَلَى. Artinya: Ya Allah Tuhanku bagi Engkau aku berpuasa dan atas rizki Engkau aku berbuka puasa, telah berlalu rasa dahaga dan telah basah selurut urat-urat badan, dan telah tetap ganjaran pahalanya Insya Allah Ta’ala.
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM Bag 6 Pasal Ke tigapuluh delapan Pakaian yang Diharamkan Bahwasanya haram hukumnya bagi laki-laki memakai pakaian dari bahan sutra seluruhnya, atau pakaian yang banyak mengandung sutra daripada benangnya menurut timbangannya. Dan boleh bagi perempuan dan bagi anak-anak yang belum balligh memakai sutra dan emas atau perak. Adapun bagi laki-laki yang sudah balligh maka haram atasnya memakai emas atau suwasa (emas dicampur tembaga) atau perak atau ketiga-tiganya dari benda itu yang berupa/berbentuk benang. Melainkan yang diperbolehkan yaitu berbentuk cincin perak yang sederhana besarnya. Haram hukumnya baik bagi laki-laki atau perempuan memakai bejana (barang-barang pecah belah, sendok, dll) yang terbuat daripada emas atau perak atau suwasa, atau sepuhan yang tebal dengan lapisan dari ketiga benda itu. Sekalipun bejana itu hanya untuk disimpan saja (dikoleksi) walaupun tidak dipakai tetap haram juga. Pasal Ke tigapuluh Sembilan Shalat Idhul Fitri dan Idhul Adha Shalat Idhul Fitri yakni shalat hari raya Syawal (lebaran) dan Idhul Adha yakni shalat hari raya Haji, sunnah melakukan Takbir Muthlaq yaitu dimulai dari waktu Maghrib pada malam hari raya keduanya itu, hingga takbiratul ihram shalat Idh itu. Lafazh takbir Muthlaq yang afdhal adalah sebagai berikut: اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهِ وَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ. (3×) اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاً. لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّ يْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، وَصَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلأَحْزَا بَ وَحْدَهُ. لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهِ وَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ. Artinya: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan yang disembah selain Allah, Allah yang Maha Besar, Allah yang Maha besar Yang Maha Terpuji.(3 kali) Allah yang Maha Besar Kebesarannya, segala puji bagi Allah akan pujian yang banyak, dan Mahasuci Allah senantiasa pagi dan petang. Tiada Tuhan yang disembah selain Allah, dan tiada kami sembah hanya pada-Nya, padahal kami berikhlas baginya kan agama Islam dan sekalipun dibenci oleh sekalian orang yang kafir. Tiada Tuhan yang disembah hanya Allah yang Maha Esa, maka benarlah janjinya, dan telah memenangkan hambanya yakni Nabi Muhammad dan telah mengalahkan semua kaum kafir dengan sendirinya. Tiada Tuhan yang disembah hanya Allah Tuhan yang Maha Besar, Tuhan yang Maha Besar dan segala Puji bagi Allah. Persamaan dan perbedaan Ibadah sunnah yang dapat dilakukan pada Hari Raya Idhul Fitri dan Idhul Adha: HARI RAYA IDHUL FITRI HARI RAYA IDHUL ADHA sunnah memperbanyak membaca takbir itu didalam malam hari raya (malam takbiran) hingga takbiratul ihram shalat Iedh. sunnah memperbanyak membaca takbir itu didalam malam hari raya (malam takbiran) hingga takbiratul ihram shalat Iedh. Tidak ada Sunnahnya membaca Takbir setelah Shalat Iedh Bagi orang yang tidak sedang mengerjakan Ibadah Haji, maka Sunnah memperbanyak membaca Takbir Muqayyad yaitu disunnahkan setiap habis shalat fardhu, disunnahkan membaca takbir mulai sehabis shalat Shubuh pada hari Arafah (9 Zulhijjah) hingga waktu Ashar di hari tgl 13 Zulhijjah Bagi orang yang sedang mengerjakan Ibadah Haji maka Sunnah memperbanyak membaca Takbir Muqayyad yaitu disunnahkan setiap habis shalat fardhu, disunnahkan membaca takbir mulai waktu Zhuhur hari nahar (10 Zulhijjah) sampai dengan waktu Shubuh di hari tanggal 13 Zulhijjah) Sunnah bergadang dengan membuat segala ibadah baik membaca Al-Qur’an maupun Takbir pada malam hari raya. Sunnah bergadang dengan membuat segala ibadah baik membaca Al-Qur’an maupun Takbir pada malam hari raya. Sunnah mandi dan memakai pakaian yang paling bagus dan yang halal pada pagi hari raya. Sunnah mandi dan memakai pakaian yang paling bagus dan yang halal pada pagi hari raya. sunnah makan dahulu sebelum pergi shalat Iedh. sunnah tidak makan dahulu sebelum shalat Iedh. Waktunya shalat Iedh di hari raya adalah mulai terbitnya Matahari sampai dengan masuknya waktu Shalat Zhuhur. Waktunya shalat Iedh di hari raya adalah mulai terbitnya Matahari sampai dengan masuknya waktu Shalat Zhuhur. Sunnah mengucapkan kata pengganti dari qamatnya dengan ucapan: أَلصَّلاَةَ جَامِعَةً. Artinya: ini shalat sunnah berjama’ah. Sunnah mengucapkan kata pengganti dari qamatnya dengan ucapan: أَلصَّلاَةَ جَامِعَةً. Artinya: ini shalat sunnah berjama’ah Niat Shalat Idhul Fitri: اُصَلِّى سُنَّةً عِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى. Artinya: Sahjaku shalat Idhul Fitri dua raka’at lillahi ta’ala. Niat Shalat Idhul adha: اُصَلِّى سُنَّةً عِيْدِ الأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى. Artinya: Sahjaku shalat Idhul Adha dua raka’at lillahi ta’ala. Sesudahnya takbiratul ihram di raka’at yang pertama sesudahnya membaca do’a istiftah sebelumnya اَعُوْذُبِاللهِ maka sunnah takbir lagi 7 (tujuh) kali, dan pada raka’at yang kedua sebelum membaca اَعُوْذُبِاللهِ 5 (lima) kali takbir Sesudahnya takbiratul ihram di raka’at yang pertama sesudahnya membaca do’a istiftah sebelumnya اَعُوْذُبِاللهِ maka sunnah takbir lagi 7 (tujuh) kali, dan pada raka’at yang kedua sebelum membaca اَعُوْذُبِاللهِ 5 (lima) kali takbir. sunnah membaca disela-sela takbir itu: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ ِللهِ، وَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. sunnah membaca disela-sela takbir itu: سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ ِللهِ، وَ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ. selesai daripada shalat ‘iedh maka tidak disunnatkan membaca takbir lagi melainkan membaca do’a saja, kemudian membaca khutbah. sunnah membaca takbir lagi sesudah shalat iedh itu, yaitu takbir muqayyad Dan sunnah dua khutbah sesudah iedh dengan segala rukun-rukun khutbah yang tersebut pada pasal 37 mengenai shalat jum’at. dan sunnah dua khutbah sesudah iedh dengan segala rukun-rukun khutbah yang tersebut pada pasal 37 mengenai shalat jum’at. sunnah takbir di awal khutbah pertama 9 (sembilan) kali berturut-turut dan di awal khutbah yang kedua 7 (tujuh) kali berturut-turut sunnah takbir di awal khutbah pertama 9 (sembilan) kali berturut-turut dan di awal khutbah yang kedua 7 (tujuh) kali berturut-turut disebutkan pada khutbah idhul fitri mengenai perihal zakat fitrah disebutkan pada khutbah idhul Adha mengenai prihal idhhiyyah (qurban). Pasal Ke empatpuluh Shalat Gerhana Sunnah melakukan Shalat Kusufil Syamsi, yakni Shalat Gerhana Matahari, dan Shalat Khusufil Qamari, yakni Shalat Gerhana Bulan. Bilamana mendapatkan Gerhana Matahari atau Gerhana Bulan maka sunnah dua raka’at dan afdhalnya berjama’ah. Niat shalat Gerhana adalah sebagai berikut: 1. Niat Shalat Gerhana Matahari: أُصَلِّى سُنَّةَ الْكُُُُُُسُوْفِ الشَّمْسِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى. Artinya: Sahjaku shalat Sunnah Gerhana Matahari dua raka’at karena Allah Ta’ala. 2. Niat Shalat Gerhana Bulan: أُصَلِّى سُنَّةَ الْخُسُوْفِ الْقَمَرِ رَكْعَتَيْنِ ِللهِ تَعَالَى. Artinya: Sahjaku shalat Sunnah Gerhana Bulan dua raka’at karena Allah Ta’ala. Niat shalat gerhana berbarengan dengan Takbiratul Ihram seperti shalat pada umumnya. Sunnah-sunnah dalam Shalat Gerhana: 1. Setelah I’tidal: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ pada tiap raka’at maka sunnah membaca Al-fatihah lagi untuk yang kedua kali dan dilanjutkan dengan bacaan surah. 2. Jadi pada tiap-tiap raka’at dilakukan 2 kali qiyam (berdiri), 2 kali membaca Al-Fatihah, 2 kali ruku’ dan 2 kali I’tidal. 3. Sunnah shalat dengan jahir (suara keras) pada Gerhana Bulan dan sir (bersuara perlahan) pada Gerhana Matahari. 4. Waktu mengerjakan shalatnya terjadi semenjak mulai gerhana Matahari/Bulan sampai dengan hilangnya gerhana itu yaitu setelah masuknya Matahari pada Gerhana Matahari atau terbitnya kembali Matahari pada Gerhana Bulan. 5. Sunnah membaca khutbah pada kedua shalat itu, afdhalnya adalah dengan 2 khutbah seperti shalat hari raya. Pasal Ke empatpuluh satu Sholat Sunnah Istisqa (Minta Hujan) Sholat sunnah Istisqa’ adalah shalat minta hujan kepada Allah Subanahu Wata’ala, ini dapat dilakukan apabila terjadi kekurangan hujan karena musim panas yang berkepanjangan yang mengakibatkan darurat misalnya menjadi mahalnya harga harga makanan karena rusaknya pohon-pohon (sawah gagal panen), atau matinya binatang ternak dan sebagainya, maka di sunnahkan melakukan shalat minta hujan tersebut. Adapun urut-urutan minta hujan pada Allah Subhanahu Wata’ala dapat dilakukan dengan 3 cara: 1. Sekurang-kurangnya minta hujan itu dengan do’a pada setiap Khutbah Jum’at dan sehabis Shalat Jum’at. 2. Shalat Istisqa’ (minta hujan) 2 raka’at dengan niat pada takbiratul ihram sebagai berikut: اُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ سُنَّةَ اْلإِسْتِشْقَآءِ ِللهِ تَعَالَى. artinya: Sahjaku shalat dua raka’at minta hujan lillahi ta’ala. 3. Yang paling afdhal adalah: a. lebih dahulu puasa selama 3 (tiga) hari yang dilakukan oleh para penduduk suatu negeri itu (yang kekurangan air). b. Kemudian masing-masing penduduk itu bertaubat kepada Allah Ta’ala serta mengembalikan (jikalau ada) semua hak orang lain yang pernah diambil dengan dzalim. c. Pada hari keempat puasa lagi dan Shalat Istisqa’ pada hari itu dua raka’at berjama’ah pada pagi hari seperti shalat Iedh yang dilakukannya boleh di alun-alun (lapangan) atau di dalam Masjid. d. Sunnah mengajak semua orang-orang tua dan kanak-kanak serta membawa binatang peliharaan yang boleh dibawa. e. Sunnah memakai pakaian biasa saja (pakaian sehari-hari), berlawanan dengan pada hari raya. f. Shalatnya dilakukan seperti shalat Iedh, yaitu dengan takbir 7 kali pada raka’at pertama dan 5 kali pada raka’at kedua. g. Sunnah melakukan 2 khutbah sebagaimana khutbah hari raya Iedh, perbedaannnya adalah takbir diawal Khutbah diganti dengan Istighfar, yaitu 9 kali istighfar berturut-turut pada awal khutbah yang pertama dan 7 kali berturut-turut pada awal khutbah yang kedua. h. Sunnah memperbanyak membaca do’a minta hujan di dalam khutbah yang kedua, yang diucapkan oleh khatib (penghutbah) terkadang dengan jahir (suara keras) dan terkadang dengan sir (suara perlahan). Adapun jika do’a itu diucapkan dengan jahir maka ma’mum mengucapkan آمِيْنْ dengan jahir pula, dan jika diucapkan dengan sir maka ma’mum berdo’a sendiri dengan sir. i. Sunnah pada akhir khutbah yang kedua ; 1) khatib menghadap qiblat. 2) bagi khatib dan sekalian ma’mum membalikkan selendangnya (sorbannya) dengan menjadikan yang sebelah atas menjadi kebawah dan yang sebelah kanan menjadi kekiri. 3) kemudian berpaling lagi oleh khatib membelakangi kiblat pada akhir khutbah yang kedua itu. Pasal Ke empatpuluh dua Shalat Janazah Shalat Janazah adalah menyalatkan mayyit atau orang yang sudah meninggal. Dan ini merupakan Fardhu Kifayah atas sekalian orang dalam suatu negeri atau kampung yang mengetahui akan meninggalnya seseorang yang Muslim. Arti Fardhu Kifayah adalah: jika sudah dikerjakan oleh sebahagian orang-orang tersebut maka terlepaslah/gugurlah kewajibannya itu atas yang lain, dan bilamana tidak dikerjakan sama-sekali oleh orang-orang yang telah mengetahui akan meninggalnya seorang mayyit muslim, maka berdosalah seluruh orang-orang itu. Ada 4 (empat) perkara yang menjadi Fardhu Kifayah, yaitu: A. Memandikan mayyit. B. Mengkafankan mayyit. C. Menyalatkan mayyit. D. Menguburkan mayyit. A. Memandikan Mayyit: Sekurang-kurangnya memandikan mayyit adalah meratakan sekalian tubuhnya dengan air yang suci dan menyucikan, dengan terlebih dahulu membasuh segala najis yang ada. Beberapa hal dalam Memandikan Mayyit: 1. Sunnah niat Memandikan Mayyit. 2. Sunnah memandikannya ditempat yang tertutup dengan pagar atau langsa. 3. Sunnah membakar dupa pada saat memandikan mayyit. 4. Wajib tidak terlihat antara pusat sampai lutut si mayyit itu. 5. Sunnah melipat sepotong kain (pakai sarung tangan) di tangan kiri bagi yang memandikan mayyit untuk membasuh najis yang ada pada mayyit, dan sepotong kain yang lain untuk suginya (giginya), dan sepotong kain lagi untuk menggosok badannya. 6. Sunnah pada permulaan memandikannya dengan air campur bidara, yang kedua dengan air biasa saja, kemudian di penghabisannya dengan air yang dicampur dengan sedikit kapur barus, semuanya tiga kali-tiga kali sambil di petel (digosok) sekalian badannya. 7. Sunnah mengambilkan wudhu (air sembahyang) bagi mayyit, sedangkan niatnya adalah wajib bagi yang mengambilkan wudhu itu. B. Mengkafankan Mayyit: Sekurang-kurangnya mengkafankan mayyit adalah dengan sehelai (satu lapis) kain yang menutupi sekalian badannya. Beberapa hal dalam Mengkafankan Mayyit: 1. Bagi mayyit laki-laki sunnah dikafankan dengan 3 (tiga) helai kain putih yang baru dan tiap-tiap helai menutupi sekalian badannya. 2. Bagi mayyit perempuan sunnah memakai ghamis yaitu baju kurung dan telengkung (mukenah) dan kain dan masing-masing 2 (dua) helai. 3. Sunnah bagi keduanya (mayit laki-laki atau perempuan) dipakaikan kapas yang dicampur dengan cendana dan kapur barus yang diletakkan diatas tiap-tiap lubang badan dan anggota sujud. C. Menyalatkan Mayyit (shalat Janazah): Rukun Shalat Janazah 7 (tujuh) perkara, yaitu: 1. Niat Shalat Janazah. 2. Shalatnya dengan 4 (empat) takbir, dimana Takbir pertama adalah Takbiratul ikhram. 3. Membaca Al-Fatihah dengan sunnah membaca اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ saja dan tidak sunnat membaca do’a istiftah. 4. Shalat dilakukan dengan berdiri jika kuasa. 5. Membaca Shalawat seperti shalawat pada tashahhud akhir sesudahnya takbir yang kedua. 6. Mendo’akan Mayyit setelah takbir yang ke tiga, sekurang-kurangnya yaitu: اَللَّـهُمَّ اغْفِرْلَهُ artinya: Ya Allah Tuhanku ampunilah bagi mayyit ini. 7. Memberi salam setelah takbir yang ke empat, sunnah dengan menambahkan وَبَرَكَاتُهُ . Adapun aturan dalam Shalat Janazah pada takbir yang pertama dan yang ke dua, maka Wajibnya dan Sunnahnya adalah sama saja bagi mayyit laki-laki atau perempuan. Sedangkan pada takbir yang ke tiga dan ke empat, maka ada perbedaan dhamirnya (sebutannya). Berikut adalah Tatacara Shalat Janazah: 1. Niat Shalat Janazah: اُصَلِّى عَلَى هَـذَا الْمَيِّتِ أَرْ بَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةٍ ِللهِ تَعَالَى. Artinya: Sahjaku shalat atas mayyit ini dengan 4 takbir fardhu kifayah lillahi ta’ala. 2. Takbiratul ihram: اَللهُ اَكْبَرُ (berbarengan dengan niat itu) 3. Dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah dan sunnah اَعُوْذُبِاللهِ, yaitu: * اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. * بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ. * اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. * اَلرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ. * مَـلِكِ يَوْمِ الدِّ يْنِ. * اِيَّا كَ نَعْبُدُ وَ اِيَّا كَ نَسْتَعِيْنُ. * اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ. * صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ،* غَيْرِالْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ،* وَلاَالضَّآلِّيْنَ. * آمِيْنْ. Tidak Sunnah membaca Surah setelah Al-Fatihah. 4. Takbir yang kedua: اَللهُ اَكْبَرُ 5. Dilanjutkan dengan membaca Shalawat: َللَّـهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وُذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْ لِكَ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وُذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ. فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. 6. Takbir yang ketiga: اَللهُ اَكْبَرُ 7. Dilanjutkan dengan do’a mayyit: Bagi mayyit laki-laki adalah sebagai berikut: اَللَّـهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّىالثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ وَأًعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ عَذَابِ النَّارِ. Bagi mayyit perempuan adalah sebagai berikut: اَللَّـهُمَّ اغْفِرْلَهَ وَارْحَمْهَ وَعَافِهَ وَاعْفُ عَنْهَ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهَ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهَ، وَاغْسِلْهَ بِالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهَ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّىالثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِ لَّهَ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهَ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهَ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَ، وَأَدْخِلْهَ الْجَنَّةَ وَأًعِذْهَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَ عَذَابِ النَّارِ. Artinya: Ya Allah Tuhanku, ampuni bagi mayyit ini dosanya dan berikan Rahmat padanya dan sentosakannya dan maafkan padanya, dan mulyakan datangnya dan luaskan kuburnya dan sucikan dia dengan embun dan dengan air dan dengan air barad, dan bersihkan dia daripada segala dosa seperti dibersihkannya kain putih daripada segala kotoran, dan gantikan baginya rumah yang terlebih baik dari rumahnya, dan keluarga yang terlebih baik daripada keluarganya, dan Istri yang lebih baik daripada istrinya (bagi wanita: dan perangai suami yang lebih baik dari perangai suaminya didunia), dan masukkan dia ke dalam syurga dan jauhkan dia dari siksa kubur dan siksa api neraka. 8. Takbir yang ke Empat: اَللهُ اَكْبَرُ 9. Dilanjutkan dengan ber do’a: Bagi mayyit laki-laki adalah sebagai berikut: اَللَّـهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا اَجْرَهُ، وَلاَ تُفْتِنَّا بَعْدَهُ، وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ. Bagi mayyit perempuan adalah sebagai berikut: اَللَّـهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا اَجْرَهَ، وَلاَ تُفْتِنَّا بَعْدَهَ، وَاغْفِرْلَنَا وَلَهَ. Artinya: Ya Allah Tuhanku, janganlah luputkan kami akan pahalanya, dan janganlah fitnahkan kami sesudahnya, dan ampuni kami dan baginya. 10. Memberi salam 2 (dua) kali, yaitu: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.(2×) D. Menguburkan Mayyit: Sekurang-kurangnya Mengubur Mayyit adalah mengubur dalam satu lobang yang dapat menutup aroma bau dan mencegahnya dari (korekan/galian) binatang-binatang buas. Sunnahnya bahwa dalamnya kubur itu sependirian ditambah satu hasta (setinggi orang dewasa yang sedang berdiri sambil mengangkat/melambaikan tangannya). Wajib menghadapkan mayyit ke arah Kiblat, dan sunnah dibacakan Talqin dan do’a wahabah, maka sekalian itu tersebut di dalam kitab “Maslikul Akhyar” dengan segala artinya.
IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM Bag 5 Pasal Ke tigapuluh lima Shalat Berjama’ah Shalat Berjama’ah (bersama-sama imam) bagi laki-laki itu lebih afdhal daripada munfarid (shalat sendiri). Sedangkan bagi perempuan afdhalnya adalah shalat di rumahnya sekalipun munfarid (shalat sendiri), dan jikalau dapat dirumahnya itu berjama’ah dengan sama-sama perempuan atau mahramnya (yang tidak menjadikan ia haram) maka itu lebih afhal lagi. Syarat-syarat Shalat Berjama’ah 10 (sepuluh) perkara: 1. Bahwa janganlah ma’mum meng-I’tiqadkan (berkeyakinan) bahwa Shalat imamnya itu batal, atau imamnya itu sedang shalat qadha’ 2. Janganlah ma’mum mengikuti ma’mum. 3. Janganlah seorang imam itu tidak pandai mengucapkan huruf bacaan Al-Fatihah, atau imam menggantikan sesuatu huruf dengan huruf yang lain, misalnya: alhamdulillah diganti dengan khabasara, melainkan jika ma’mumnya saja yang melakukan kesalahan seperti itu. 4. Janganlah ma’mum labih maju berdirinya atau duduknya daripada imam. 5. Janganlah ma’mum laki-laki mengikuti imam perempuan atau banci, akan tetapi perempuan atau banci sah mengikuti imam laki-laki. 6. Berniat (didalam hati) oleh ma’mum akan ma’muman (mengikuti imam) sewaktu di Takbirathul Ihram. 7. Bahwa ma’mum mengetahui akan imamnya ketika ruku’, sujud, duduk dan lainnya, dengan melihat padanya atau mendengar suara imamnya takbir intiqal (mengucapkan اَللهُ اَكْبَرُ) atau dengan takbir Muballigh (maksudnya suara bilal atau yang mengeraskan suara imam), atau melihat pada sebahagian ma’mum akan ruku’ sujudnya. 8. Jangan ada palang (penghalang) yang mencegah orang untuk berjalan antara tempat imam dan tempat ma’mum. Misalnya antara imam dan ma’mum dihalangi oleh bambu yang melintang, pintu tertutup, atau bale-bale yang tinggi, yang karena tingginya itu mencegah akan orang yang berjalan sebagaimana biasa orang yang berjalan, melainkan ia harus dengan sangat menunduk atau melompat. 9. Ma’mum wajib mengikuti gerakan imamnya, maka afdhalnya adalah jika imam telah sampai di batas ruku’ maka barulah ma’mum ruku’, dan jika imam telah sampai di batas berdiri maka barulah ma’mum bangkit daripada ruku’, dan jika imam telah sampai di batas sujud maka barulah ma’mum turun sujud, demikian pula pada rukun-rukun yang lain. a. Makruh hukumnya bagi ma’mum membarengi gerakan imam dalam shalat, dan haram hukumnya mendahulukan imam pada satu rukun fi’li, dan batal shalatnya ma’mum jika mendahulukan imam dengan dua rukun fi’li. b. Makruh hukumnya bagi ma’mum bila tertinggal gerakan imam dengan tiada uzur hingga imam mendapat satu rukun fi’li, dan batal shalatnya ma’mum jika tertinggal gerakan imam dengan dua rukun fi’li jika ketiadaan uzur. c. Adapun jika ada uzur seumpama ma’mum lambat membaca Al-Fatihah dan Imamnya terlalu cepat membacanya, atau ma’mum terlupa membaca Al-Fatihah maka setelah imamnya ruku’ barulah ma’mum ingat, atau ma’mum yang muwaffak membaca do’a istiftah dan imamnya ruku’ sebelum ma’mum membaca Al-Fatihah, maka dengan salah satu uzur dalam kondisi yang tersebut ini boleh ma’mum ketinggalan daripada imamnya karena menghabiskan bacaan Al-Fatihah hingga imamnya bangkit daripada sujud yang kedua. 10. Jangan berlawanan gerakan ma’mum dengan gerakan imamnya dengan perbedaan yang sangat berbeda (mencolok) dilihatnya, yaitu seumpama imam sujud tilawah atau sujud sahwi maka tidak diikuti oleh ma’mum akan sujud tilawah atau sujud sahwi itu. Perbedaan gerakan oleh sebab yang demikian itu akan menjadi batal shalat ma’mum jika ia tidak berniat mufarraqah (berpisah dari imam). Artinya muwaffak: yaitu makmum yang memulai didalam pendirian shalatnya bersama-sama imam, dimana waktu yang yang didapat ma’mum cukup muat untuk membaca Al-Fatihah seluruhnya. Artinya Masbuk: yaitu ma’mum yang tidak mendapatkan waktu yang cukup membaca Al-Fatihah seluruhnya kecuali hanya takbiratul ihram atau mendapatkan imamnya lagi ruku’. Ketentuan-ketentuan Masbuk: 1. Jika Masbuk mendapatkan imamnya lagi berdiri, maka sesudahnya ma’mum takbiratul ihram harus segera ia membaca Al-Fatihah dengan tidak perlu membaca اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ atau do’a istiftah lagi, karena apabila imam ruku’ sedangkan ma’mum belum menyelesaikan Al-Fatihah, maka ia boleh langsung mengikuti imamnya untuk ruku. Dan ma’mum mendapatkan raka’at itu. 2. Apabila Masbuk mendapatkan imam lagi ruku’, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram ia langsung ruku’ mengikuti imam dengan sunnah membaca takbir intiqal (اَللهُ اَكْبَرُ), maka jika ma’mum mendapatkan thuma’ninah (diam sekedar سُبْحَانَ اللهِ) bersama-sama imam di dalam ruku’ itu, maka dapatlah ma’mum akan raka’at itu. Akan tetapi bilamana ma’mum tidak mendapatkan thuma’ninah itu bersama-sama imam (misalnya ma’mum ruku’ bersamaan imamnya I’tidal) maka ma’mum tidak mendapatkan raka’at itu. 3. Adapun jikalau Masbuk mendapatkan imam lagi sujud atau lagi duduk antara dua sujud atau lagi tasyahhud, maka sehabis ma’mum takbiratul ihram, dia langsung mengikuti imam dimana adanya dengan tidak membaca takbir intiqal lagi. Dan ma’mum dalam hal ini tidak mendapatkan raka’at itu. Pasal Ke tigapuluh enam Shalat Qashar dan Jama’ Arti Qashar adalah: Mengurangi 2 (dua) raka’at daripada shalat (yang empat raka’at) seperti Shalat Zhuhur, Ashar dan Isya’. Arti Jama’ adalah: menggabungkan dua shalat fardhu didalam satu waktu. Syarat-syarat Qashar 7 perkara: 1. Mengetahui akan harusnya bagi orang yang berlayar (musafir/bepergian) yang perjalanannya itu berjarak dua marhalah yaitu perjalanan 90 pal (kilometer). 2. Jangan kurang kadar jarak pelayarannya itu dari yang ditentukan diatas itu. 3. Pelayarannya itu bukan dengan maksud maksiat (piknik maksiat misalnya mau nonton bola) 4. Qasadnya (tempat yang akan dituju) pada tempat yang sudah ditentukan sebelumnya. 5. Niat Qashar di dalam takbiratul ihram. 6. Jangan mengikuti imam yang sedang shalat tamam (shalat yang lengkap/biasa). 7. Senantiasa pelayarannya itu hingga akhir shalat. Arti Jama’ Taqdim yaitu: mendahulukankan Shalat Asyar diwaktu Zhuhur atau mendahulukankan Shalat Isya’ diwaktu Maghrib. Maka syaratnya ada 4 perkara: 1. Mendahulukan shalat Zhuhur baru kemudian Asyar atau mendahulukan shalat Maghrib baru kemudian Isya’. 2. Niat Jama’ di dalam shalat yang didahulukan itu (didalam shalat Zhuhur atau shalat Maghrib), dengan mengatakan di dalam hatinya saja: “sahjaku menjama’ shalat Ashar di waktu Zhuhur” atau “sahjaku menjama’ shalat Isya diwaktu Maghrib”. 3. Segera melakukan shalat antara keduanya (maksudnya setelah salam shalat Zhuhur langsung takbiratul ihram lagi untuk shalat Ashar) 4. Senantiasa pelayarannya (perjalanannya) itu hingga habis waktu untuk takbiratul ihram shalat yang kedua (shalat Ashar atau Isya’). Arti Jama’ Ta’khir yaitu: menta’khirkan shalat Zhuhur di waktu Asyar atau menta’khirkan shalat Maghrib di waktu Isya’. Maka syaratnya ada 2 perkara: 1. Niat menta’khirkan diwaktu yang awal (misalnya di waktu Zhuhur tetapi diluar shalat atau di waktu Maghrib tetapi diluar shalat) dan sunnah berlafaz akan niat itu sebagai berikut: نَوَيْتُ تَأْخِيْرَ الظُّهْرِ إِلَى الْعَصْرِ. Artinya: Aku niat menta’khirkan Zhuhur kepada Ashar. Atau: نَوَيْتُ تَأْخِيْرَ الْمَغْرِبِ إِلَى الْعِشَآءِ Artinya: Aku niat menta’khirkan Maghrib kepada Isya’ 2. Senantiasa pelayarannya (perjalanannya) itu hingga shalat yang kedua. (shalat Ashar atau Isya tetapi cukup waktunya untuk melakukan shalat jama’ tersebut). Pasal Ke tigapuluh tujuh Shalat Jum’at Bahwasanya Shalat Jum’at itu adalah Fardhu ‘Ain (fardhu yang diwajibkan kepada perorangan) atas tiap-tiap laki-laki yang balligh, merdeka dan mukim (bertempat tinggal). Pahala mengerjakan Shalat Jum’at itu sangat terlalu besar, dan dosa bagi yang meninggalkan Shalat Jum’at-pun sangat terlalu besar. Bahkan jikalau berturut-turut meninggalkan Shalat Jum’at 3 (tiga) kali dengan tiada uzur (sebab) maka menjadikan orang tersebut Munafik (keluar dari Islam). Jika suatu dusun (kampung) mudah berkumpul orang-orangnya di dalam satu Masjid maka tidak boleh beberapa Masjid yang mengadakan Shalat Jum’at (satu Masjid saja). Tetapi jika sukar untuk mengumpulkan dalam satu Masjid, maka boleh dua Masjid dan jika tidak dapat dua Masjid maka boleh tiga Masjid. Jadi bilamana harus beberapa Masjid dijadikan Shalat Jum’at itu dikarenakan uzur tidak muat atau terlalu jauh sehingga menjadi musyaqqat (darurat) maka diperbolehkan. Adapun bilamana orang-orang dalam suatu dusun (kampung) tidak cukup 40 (empat puluh) orang, maka jikalau dapat terdengar azan Shalat Jum’at dari tempat Shalat Jum’at yang cukup 40 (empat puluh) orangnya, wajib atas orang-orang di dusun (kampung) yang kekurangan itu datang ber-Shalat Jum’at ketempat yang cukup itu. Tetapi bilamana tidak dapat terdengar azan Shalat Jum’at dari tempat Shalat Jum’at yang cukup 40 (empat puluh) orang itu, maka afdhalnya mengerjakan Shalat Jum’at mengikut qaul qadim bagi Imam Syafi’I yang telah dikuatkan oleh beberapa Ulama padanya, tetapi dengan ihtiyath mengulang Shalat Zhuhur sehabis Shalat Jum’at . Syarat-syarat Shalat Jum’at: 1. Waktunya di dalam waktu Shalat Zhuhur, maka tidak Shah jika diluar waktu Zhuhur. 2. Tempat melakukan Shalat Jum’at itu masuk pada bilangan Negeri Jum’at (suatu tempat dimana diperbolehkannya mendirikan Shalat Jum’at). 3. Wajib terlebih dahulu membaca Dua Khutbah, dengan 5 (lima) rukun-rukunnya, yaitu: a. Mengucapkan اَلْحَمْدُ ِللهِ . b. Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad. c. Wasiat bit taqwa yakni memerintahkan kepada jama’ah Shalat Jum’at untuk mengerjakan yang wajib-wajib dan mencegah dari perbuatan yang haram. (Ketiga-tiganya rukun ini wajib dikerjakan di dalam Dua Khutbah itu.) d. Membaca satu ayat dari Al-qur’an di dalam salah satu khutbah dari Dua Khutbah itu. e. Mendo’akan mu’minin dan mu’minat (orang Islam yang laki-laki dan perempuan) pada khutbah yang ke dua dari Dua Khutbah itu. Sunnah-sunnah dalam ber-Shalat Jum’at: 1. Mandi Sunnah Jum’at. 2. Memakai pakaian yang berwarna putih bersih dan wangi. 3. Membaca Al-Qur’an Surah Al-Kahfi. 4. Membaca Shalawat atas Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam. 5. Setelah Shalat Jum’at sebelum berkata-kata dan sebelum berubah tempat duduknya maka sunnah membaca: a. Surah Al-Fatihah sebanyak tujuh kali. b. Surah Al-Ikhlas sebanyak tujuh kali. c. Surah An-Falaq sebanyak tujuh kali. d. Surah An-Naas sebanyak tujuh kali. 6. Dilanjutkan dengan membaca do’a dibawah ini: اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّـهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. اَللَّـهُمَّ يَاغَنِيُّ يَاحَمِيْدُ، يَامُبْدِئُ يَامُعِيْدُ، يَارَحِيْمُ يَاوَدَوْدُ. أَغْنِنِىْ بِحَلاَ لِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَبِطَاعَتِكَ عَنْ مَعْصِيَتِكَ، وَبِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ. Artinya: Segala Puji bagi Allah seru sekalian alam. Ya Allah Tuhanku, berikan Rahmat atas Sayyidina Muhammad dan atas keluarga Sayyidina Muhammad. Ya Allah Tuhanku, Engkau yang Maha Kaya, Engkau yang Maha Terpuji, Engkau yang Maha Memulakan, Engkau yang Mengulangkan, Engkau yang Maha Penyayang, Engkau yang sibuk memberi pemberian kebajikan. Kayakanlah aku dengan yang Engkau halalkan, yang jauh daripada yang Engkau haramkan, dan kayakan aku dengan membuat taat dan jauhkan aku daripada membuat maksiat, dan kayakan aku dengan kelebihan Engkau pada lain daripada Engkau.