Rabu, 20 Februari 2013
ARTI SULUK DAN TASAWUF (Imam Ghazaly)
Suluk berarti memperbaiki akhlak, mensucikan amal, dan menjernihkan pengetahuan. Suluk
merupakan aktivitas rutin memakmurkan lahir dan batin. Segenap kesibukan hamba hanya
ditujukan kepada Sang Rabb, bahkan ia selalu disibukkan dengan usaha-usaha menjernihkan hati
sebagai persiapanuntuk sampai kepada-Nya (wusul).
Ada dua perkara yang dapat merusak usaha seorang salik (pelaku suluk), yaitu :
Pertama , mengikuti selera orang-orang yang mengambil aspek-aspek yang ringan dalam
penafsiran dan Kedua, mengikuti orang-orang sesat yang selalu menurut dengan hawa nafsunya.
Barangsiapa yang menyia-siakan waktunya,maka ia termasuk orang bodoh. Dan orang yang
terlalu mengekang diri dengan waktu maka ia termasuk orang lalai. Sementara orang yang
melalaikannya, dia adalah orang-orang lemah.Keinginan seorang hamba untuk melakukan laku
suluk tidak dibenarkan kecuali ketika ia menjadikan Allah Swt. dan Rasul-Nya sebagai pengawas
hatinya. Siang hari ia selalu puasa dan bibirnya pun diam terkatup tanpa bicara, sebab terlalu
berlebihan dalam hal makan, bicara, dan tidur akan mengakibatkan kerasnya hati. Sementara
punggungnya senantiasa terbungkuk rukuk, keningnya pun bersujud, dan matanya sembab
berlinangan air mata. Hatinya selalu dirundung kesedihan (karena kehinaan dirinya dihadirat-
Nya), dan lisannya tiada henti terus berzikir.
Dengan kata simpul, seluruh anggota tubuh seorang hamba disibukkan demi untuk melakukan
suluk. Suluk dalam hal ini adalah segala yang telah dianjurkan oleh Allah Swt. dan Rasul-Nya
dan meninggalkan apa yang dibenci olehnya. Melekatkan dirinya dengan sifat wara'
meninggalkan segala hawa nafsunya, dan melakukan segala hal yang berkaitan erat dengan
perintah-Nya. Semua itu dilakukan dengan segala kesungguhan hanya karena Allah Swt., bukan
sekadar untuk meraih balasan pahala, dan juga diniatkan untuk ibadah bukan hanya sekadar
ritual kebiasaan. Karena sesungguhnya orang yang Asyiq dengan amaliahnya, tidak lagi
memandang bentuk rupa zahir amalan itu, bahkan jiwanya pun telah menjauh dari syahwat
keduniaan. Maka satu hal yang benar adalah meninggalkan segala bentuk ikhtiar sekaligus
menenangkan diri dalam hilir mudik takdir Tuhan.
Dalam sebuah syair dinyatakan;
Aku ingin menemuinya,
Namun Dia menghendakiku untuk menghindar
Lalu kutanggalkan semua hasratku
Demi apa yang Kaukehendaki
Sirnakan semua makhluk darimu dengan hukum Allah Swt. dan binasakan hawa nafsumu atas
perintah-Nya. Demikian halnya, tanggalkan seluruh hasratmu demi perbuatan-perbuatan-Nya
(af'al). Dengan demikian, maka kau telah mampu menangkap ilmu Allah Swt.
Kebebasanmu dari ketergantungan dengan makhluk ditandai dengan perpisahanmu dengan
mereka, kau tidak akan kembali dengan mereka, dan
kau pun tidak akan menyesali semua yang ada dalam genggaman mereka. Adapun tanda
kebebasanmu dari hawa nafsu adalah dengan tidak memasang harapan yang beriebihan dari
semua usahamu, dan tidak pula bergantung dengan urusan kausalitas untuk meraih sebuah
kemanfaatan ataupun untuk menghindari kebinasaan. Maka kau jangan hanya bergulat dengan
dirimu sendiri, jangan terlalu percaya diri, jangan mencelakan atau membahayakan dirimu
sendiri. Namun, pertama-tama yang harus kau lakukan adalah menyerahkan semuanya pada
Yang Berhak, agar Dia berkenan memberikan kuasa-Nya kepadamu. Seperti kepasrahanmu
kepada-Nya saat kau berada dalam rahim ibumu, atau saat kau masih dalam susuan ibumu.
Sementara, tanggalnya seluruh hasrat iradah-mu. lebur dalam iradah-Nya ditandai dengan tidak
adanya sifat menghendaki dalam dirimu (murid), dalam hal ini kau hanyalah sebagai obyek yang
dikehendaki (murad), bahkan dalam setiap lakumu ada intervensi aktivitas-Nya maka jadilah kau
sebagai obyek yang dikehendaki-Nya. Adapun aktivitas-Nya menempati semua anggota ragamu,
mententramkan jiwa, melapangkan dada, menyinari wajahmu, dan memeriahkan suasana
batinmu. Takdir menjadi nuansa dalam hatimu, azali senantiasa akan menyerumu. Rabb yang
Maha Menguasai mengajarimu dengan ilmu-Nya, menyematkan pakaian untukmu dari cahaya
hulul, dan memposisikanmu pada derajat generasi orang terdahulu di antara para ulama yang
saleh (ulu al-'ilm).
Mi'raj as-Salikin, Imam Al Gazali
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar