Rabu, 20 Februari 2013
Muadz
Tujuh Langit, Tujuh Malaikat Penjaga, dan Tujuh Amal Sang
Hamba 444 hari yang lalu Allah menciptakan tujuh malaikat
sebelum Dia menciptakan langit dan
bumi. Di setiap langit ada satu malaikat
yang menjaga pintu. Dari Ibnu Mubarak dan Khalid bin
Ma'dan, mereka berkata kepada
Mu'adz bin Jabal, "Mohon ceritakan
kepada kami sebuah hadits yang telah
Rasulullah ajarkan kepadamu, yang
telah dihafal olehmu dan selalu diingat-ingatnya karena sangat
kerasnya hadits tersebut dan sangat
halus serta dalamnya makna
ungkapannya. Hadits manakah yang
engkau anggap sebagai hadits
terpenting?" Mu'adz menjawab, "Baiklah, akan aku
ceritakan..." Tiba-tiba Mu'adz
menangis tersedu-sedu. Lama sekali
tangisannya itu, hingga beberapa saat
kemudian baru terdiam. Beliau
kemudian berkata, "Emh, sungguh aku rindu sekali kepada Rasulullah.
Ingin sekali aku bersua kembali
dengan beliau...". Kemudian Mu'adz
melanjutkan: Suatu hari ketika aku menghadap
Rasulullah Saw. yang suci, saat itu
beliau tengah menunggangi untanya.
Nabi kemudian menyuruhku untuk
turut naik bersama beliau di
belakangnya. Aku pun menaiki unta tersebut di belakang beliau. Kemudian
aku melihat Rasulullah menengadah
ke langit dan bersabda, "Segala
kesyukuran hanyalah diperuntukkan
bagi Allah yang telah menetapkan
kepada setiap ciptaan-Nya apa-apa yang Dia kehendaki. Wahai Mu'adz....! Labbaik, wahai penghulu para rasul....! Akan aku ceritakan kepadamu
sebuah kisah, yang apabila engkau
menjaganya baik-baik, maka hal itu
akan memberikan manfaat bagimu.
Namun sebaliknya, apabila engkau
mengabaikannya, maka terputuslah hujjahmu di sisi Allah Azza wa Jalla....! Wahai Mu'adz...
Sesungguhnya Allah Yang Maha
Memberkati dan Mahatinggi telah
menciptakan tujuh malaikat sebelum
Dia menciptakan petala langit dan
bumi. Pada setiap langit terdapat satu malaikat penjaga pintunya, dan
menjadikan penjaga dari tiap pintu
tersebut satu malaikat yang kadarnya
disesuaikan dengan keagungan dari
tiap tingkatan langitnya. Suatu hari naiklah malaikat Hafadzah
dengan amalan seorang hamba yang
amalan tersebut memancarkan cahaya
dan bersinar bagaikan matahari.
Hingga sampailah amalan tersebut ke
langit dunia (as-samaa'I d-dunya) yaitu sampai ke dalam jiwanya.
Malaikat Hafadzah kemudian
memperbanyak amal tersebut dan
mensucikannya. Namun tatkala sampai pada pintu
langit pertama, tiba-tiba malaikat
penjaga pintu tersebut berkata,
"Tamparlah wajah pemilik amal ini
dengan amalannya tersebut!! Aku
adalah pemilik ghibah... Rabb Pemeliharaku memerintahkan
kepadaku untuk mencegah setiap
hamba yang telah berbuat ghibah di
antara manusia -membicarakan hal-
hal yang berkaitan dengan orang lain
yang apabila orang itu mengetahuinya, dia tidak suka
mendengarnya- untuk dapat melewati
pintu langit pertama ini....!!" Kemudian keesokan harinya malaikat
Hafadzah naik ke langit beserta amal
shalih seorang hamba lainnya. Amal
tersebut bercahaya yang cahayanya
terus diperbanyak oleh Hafadzah dan
disucikannya, hingga akhirnya dapat menembus ke langit kedua. Namun
malaikat penjaga pintu langit kedua
tiba-tiba berkata, "Berhenti kalian...!
Tamparlah wajah pemilik amal
tersebut dengan amalannya itu!
Sesungguhnya dia beramal namun dibalik amalannya itu dia
menginginkan penampilan duniawi
belaka ('aradla d-dunya).Rabb
Pemeliharaku memerintahkan
kepadaku untuk tidak membiarkan
amalan si hamba yang berbuat itu melewati langit dua ini menuju langit
berikutnya!" Mendengar itu semua,
para malaikat pun melaknati si hamba
tersebut hingga petang harinya. Malaikat Hafadzah lainnya naik
bersama amalan sang hamba yang
nampak indah, yang di dalamnya
terdapat shadaqah, shaum-shaumnya
serta perbuatan baiknya yang
melimpah. Malaikat Hafadzah pun memperbanyak amal tersebut dan
mensucikannya hingga akhirnya
dapat menembus langit pertama dan
kedua. Namun ketika sampai di pintu
langit ketiga, tiba-tiba malaikat
penjaga pintu langit tersebut berkata, "Berhentilah kalian...! Tamparkanlah
wajah pemilik amalan tersebut
dengan amalan-amalannya itu! Aku
adalah penjaga al-Kibr (sifat takabur).
Rabb Pemeliharaku memerintahkan
kepadaku untuk tidak membiarkan amalannya melewatiku, karena
selama ini dia selalu bertakabur di
hadapan manusia ketika berkumpul
dalam setiap majelis pertemuan
mereka...." Malaikat Hafadzah lainnya naik ke
langit demi langit dengan membawa
amalan seorang hamba yang tampak
berkilauan bagaikan kerlip bintang
gemintang dan planet. Suaranya
tampak bergema dan tasbihnya bergaung disebabkan oleh ibadah
shaum, shalat, haji dan umrah, hingga
tampak menembus tiga langit
pertama dan sampai ke pintu langit
keempat. Namun malaikat penjaga
pintu tersebut berkata, "Berhentilah kalian...! Dan tamparkan dengan
amalan-amalan tersebut ke wajah
pemiliknya..! Aku adalah malaikat
penjaga sifat 'ujub (takjub akan
keadaan jiwanya sendiri). Rabb
Pemeliharaku memerintahkan kepadaku agar ridak membiarkan
amalannya melewatiku hingga
menembus langit sesudahku. Dia
selalu memasukkan unsur 'ujub di
dalam jiwanya ketika melakukan
suatu perbuatan...!" Malaikat Hafadzah lainnya naik
bersama amalan seorang hamba yang
diiring bagaikan iringan pengantin
wanita menuju suaminya. Hingga
sampailah amalan tersebut menembus
langit kelima dengan amalannya yang baik berupa jihad, haji dan umrah.
Amalan tersebut memiliki cahaya
bagaikan sinar matahari.
Namun sesampainya di pintu langit
kelima tersebut, berkatalah sang
malaikat penjaga pintu, "Saya adalah pemilik sifat hasad (dengki). Dia telah
berbuat dengki kepada manusia
ketika mereka diberi karunia oleh
Allah. Dia marah terhadap apa-apa
yang telah Allah ridlai dalam
ketetapan-Nya. Rabb Pemeliharaku memerintahkan aku untuk tidak
membiarkan amal tersebut
melewatiku menunju langit
berikutnya...!" Malaikat Hafadzah lainnya naik
dengan amalan seorang hamba
berupa wudlu yang sempurna, shalat
yang banyak, shaum-shaumnya, haji
dan umrah, hingga sampailah ke
langit yang keenam. Namun malaikat penjaga pintu langit keenam berkata,
'Saya adalah pemilik ar-rahmat (kasih
sayang). Tamparkanlah amalan
si hamba tersebut ke wajah
pemilikinya. Dia tidak memilki sifat
rahmaniah sama sekali di hadapan manusia. Dia malah merasa senang
ketika melihat musibah menimpa
hamba lainnya. Rabb Pemeliharaku
memerintahkanku untuk tidak
membiarkan amalannya melewatiku
menuju langit berikutnya...!' Naiklah malaikat Hafadzah lainnya
bersama amalan seorang hamba
berupa nafkah yang berlimpah,
shaum, shalat, jihad dan sifat
wara' (berhati-hati dalam bermal).
Amalan tersebut bergemuruh bagaikan guntur dan bersinar
bagaikan bagaikan kilatan petir.
Namun ketika sampai pada langit
yang ketujuh, berhentilah amalan
tersebut di hadapan malaikat penjaga
pintunya. Malaikat itu berkata, 'Saya adalah pemilik sebutan (adz-dzikru)
atau sum'ah (mencintai kemasyhuran)
di antara manusia. Sesungguhnya
pemilik amal ini
berbuat sesuatu karena
menginginkan sebutan kebaikan amal perbuatannya di dalam setiap
pertemuan. Ingin disanjung di antara
kawan-kawannya dan mendapatkan
kehormatan di antara para pembesar.
Rabb Pemeliharaku memerintahkan
aku untuk tidak membiarkan amalannya menembus melewati pintu
langit ini menuju langit sesudahnya.
Dan setiap amal yang tidak
diperuntukkan bagi Allah ta'ala secara
ikhlas, maka dia telah berbuat riya',
dan Allah Azza wa Jalla tidak menerima amalan seseorang yang
diiringi dengan riya' tersebut....!' Dan malaikat Hafadzah lainnya naik
beserta amalan seorang hamba
berupa shalat, zakat, shaum demi
shaum, haji, umrah, akhlak yang
berbuahkan hasanah, berdiam diri,
berdzikir kepada Allah Ta'ala, maka seluruh malaikat di tujuh langit
tersebut beriringan menyertainya
hingga terputuslah seluruh hijab
dalam menuju Allah Subhanahu.
Mereka berhenti di hadapan ar-Rabb
yang Keagungan-Nya (sifat Jalal-Nya) bertajalli. Dan para malaikat tersebut
menyaksikan amal sang hamba itu
merupakan amal shalih yang
diikhlaskannya hanya bagi Allah
Ta'ala. Namun tanpa disangka Allah
berfirman, 'Kalian adalah malaikat
Hafadzah yang menjaga amal-amal
hamba-Ku, dan Aku adalah Sang
Pengawas, yang memiliki kemampuan
dalam mengamati apa-apa yang ada di dalam jiwanya. Sesungguhnya
dengan amalannya itu, sebenarnya
dia tidak menginginkan Aku. Dia
menginginkan selain Aku...! Dia tidak
mengikhlaskan amalannya bagi-Ku.
Dan Aku Maha Mengetahui terhadap apa yang dia inginkan dari amalannya
tersebut. Laknatku bagi dia yang telah
menipu makhluk lainnya dan kalian
semua, namun Aku sama sekali tidak
tertipu olehnya. Dan Aku adalah Yang
Maha Mengetahui segala yang ghaib, Yang memunculkan apa-apa yang
tersimpan di dalam kalbu-kalbu. Tidak
ada satu pun di hadapan-Ku yang
tersembunyi, dan tidak ada yang
samar di hadapan-Ku terhadap segala
yang tersamar..... Pengetahuan-Ku terhadap apa-apa yang telah terjadi
sama dengan pengetahuan-Ku
terhadap apa-apa yang belum terjadi.
Pengetahuan-Ku terhadap apa-apa
yang telah berlalu sama dengan
pengetahuan-Ku terhadap yang akan datang. Dan pengetahuan-Ku
terhadap segala sesuatu yang awal
sebagaimana pengetahuan-Ku
terhadap segala yang akhir. Aku lebih
mengetahui sesuatu yang rahasia dan
tersembunyi. Bagaimana mungkin hamba-Ku menipu-Ku dengan
ilmunya. Sesungguhnya dia hanyalah
menipu para makhluk yang tidak
memiliki pengetahuan, dan Aku Maha
Mengetahui segala yang ghaib.
Baginya laknat-Ku....!! Mendengar itu semua maka
berkatalah para malaikat penjaga
tujuh langit beserta tiga ribu
pengiringnya, 'Wahai Rabb Pemelihara
kami, baginya laknat-Mu dan laknat
kami. Dan berkatalah seluruh petala langit, 'Laknat Allah baginya dan
laknat mereka yang melaknat buat
sang hamba itu..! Mendengar penuturan Rasulullah Saw.
sedemikian rupa, tiba-tiba
menangislah Mu'adz Rahimahullah,
dengan isak tangisnya yang cukup
keras...Lama baru terdiam kemudian
dia berkata dengan lirihnya, "Wahai Rasulullah......Bagaimana bisa aku
selamat dari apa-apa yang telah
engkau ceritakan tadi...??" Rasulullah bersabda, "Oleh karena itu
wahai Mu'adz.....Ikutilah Nabimu di
dalam sebuah keyakinan...". Dengan suara yang bergetar Mu'adz
berkata, "Engkau adalah Rasul Allah,
dan aku hanyalah seorang Mu'adz bin
Jabal....Bagaimana aku bisa selamat
dan lolos dari itu semua...??" Nabi yang suci bersabda, "Baiklah
wahai Mu'adz, apabila engkau merasa
kurang sempurna dalam melakukan
semua amalanmu itu, maka cegahlah
lidahmu dari ucapan ghibah dan
fitnah terhadap sesama manusia, khususnya terhadap saudara-
saudaramu yang sama-sama
memegang Alquran. Apabila engkau
hendak berbuat ghibah atau
memfitnah orang lain, haruslah ingat
kepada pertanggungjawaban jiwamu sendiri, sebagaimana engkau telah
mengetahui bahwa dalam jiwamu pun
penuh dengan aib-aib. Janganlah
engkau mensucikan jiwamu dengan
cara menjelek-jelekkan orang lain.
Jangan angkat derajat jiwamu dengan cara menekan orang lain. Janganlah
tenggelam di dalam memasuki urusan
dunia sehingga hal itu dapat
melupakan urusan akhiratmu. Dan
janganlah engkau berbisik-bisik
dengan seseorang, padahal di sebelahmu terdapat orang lain yang
tidak diikutsertakan. Jangan merasa
dirimu agung dan terhormat di
hadapan manusia, karena hal itu akan
membuat habis terputus nilai
kebaikan-kebaikanmu di dunia dan akhirat. Janganlah berbuat keji di
dalam majelis pertemuanmu sehingga
akibatnya mereka akan menjauhimu
karena buruknya akhlakmu.
Janganlah engkau ungkit-ungkit
kebaikanmu di hadapan orang lain. Janganlah engkau robek orang-
orang dengan lidahmu yang
akibatnya engkau pun akan dirobek-
robek oleh anjing-anjing Jahannam,
sebagaimana firman-Nya Ta'ala, "Demi
yang merobek-robek dengan merobek yang sebenar-
benarnya..." (QS An-Naaziyat [79]: 2)
Di neraka itu, daging akan dirobek
hingga mencapat tulang........ Mendengar penuturan Nabi
sedemikian itu, Mu'adz kembali
bertanya dengan suaranya yang
semakin lirih, "Wahai Rasulullah, Siapa
sebenarnya yang akan mampu
melakukan itu semua....??" "Wahai Mu'adz...! Sebenarnya apa-apa
yang telah aku paparkan tadi dengan
segala penjelasannya serta cara-cara
menghindari bahayanya itu semua
akan sangat mudah bagi dia yang
dimudahkan oleh Allah Ta'ala.... Oleh karena itu cukuplah bagimu mencintai
sesama manusia, sebagaimana
engkau mencintai jiwamu sendiri, dan
engkau membenci mereka
sebagaimana jiwamu membencinya.
Dengan itu semua niscaya engkau akan mampu dan selamat dalam
menempuhnya.....!!" Khalid bin Ma'dan kemudian berkata
bahwa Mu'adz bin Jabal sangat sering
membaca hadits tersebut
sebagaimana seringnya beliau
membaca Alquran, dan sering
mempelajarinya serta menjaganya sebagaimana beliau mempelajari dan
menjaga Alquran di dalam majelis
pertemuannya. Al-Ghazali Rahimahullah kemudian
berkata, "Setelah kalian mendengar
hadits yang sedemikian luhur
beritanya, sedemikian besar
bahayanya, atsarnya yang sungguh
menggetarkan, serasa akan terbang bila hati mendengarnya serta
meresahkan akal dan menyempitkan
dada yang kini penuh dengan huru-
hara yang mencekam. Kalian harus
berlindung kepada Rabb-mu,
Pemelihara Seru Sekalian Alam. Berdiam diri di ujung sebuah pintu
taubat, mudah-mudahan kalbumu
akan dibuka oleh Allah dengan lemah
lembut, merendahkan diri dan berdoa,
menjerit dan menangis semalaman.
Juga di siang hari bersama orang- orang yang merendahkan diri, yang
menjerit dan selalu berdoa kepada
Allah Ta'ala. Sebab itu semua adalah
sebuah persoalan bersar dalam
hidupmu yang kalian tidak akan
selamat darinya melainkan disebabkan atas pertolongan dan
rahmat Allah Ta'ala semata. Dan tidak akan bisa selamat dari
tenggelamnya di lautan ini kecuali
dengan hadirnya hidayah, taufiq serta
inayah-Nya semata. Bangunlah kalian
dari lengahnya orang-orang yang
lengah. Urusan ini harus benar-benar diperhatikan oleh kalian. Lawanlah
hawa nafsumu dalam tanjakan yang
menakutkan ini. Mudah-mudahan
kalian tidak akan celaka bersama
orang-orang yang celaka. Dan
mohonlah pertolongan hanya kepada Allah Ta'ala, kapan saja dan dalam
kadaan bagaimanapun. Dialah yang
Maha Menolong dengan sebaik-
baiknya... Wa laa haula wa laa quwwata illa
billaah...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar