Rabu, 19 Desember 2012

IRSYADUL ANAM FI TARJAMATI ARKANIL ISLAM Bag 2 Pasal Ke sembilan Rukun Air Wudhu Perihal rukun air wudhu yaitu 6 (enam) perkara: 1. Niat didalam hati diwaktu membasuh muka, seperti “aku mengambil fardhu air wudhu” atau “aku mengangkat hadash yang kecil”. 2. Membasuh muka. 3. Membasuh kedua tangan sampai sikunya. 4. Menyapu (kulit) kepala dengan air sekalipun sedikit. 5. Membasuh kedua kaki hingga mata kakinya. 6. Tertib, yaitu beraturan membasuh anggota yang tersebut satu persatunya. Adapun sunnah dalam berwudhu diawali dengan membaca بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ , bersugi (bersikat gigi), kumur-kumur, memasukkan air ke hidung, dan sunnah membasuh maupun menyapu semua anggota wudhu dengan basuhan atau sapuan sebanyak tiga kali, mendahulukan yang kanan atas yang kiri, serta menghadap kiblat. Dan sunnah menyapu semua (kulit) kepala seluruhnya dengan air. Sunnah pula membaca do’a berikut ini jika selesai daripada mengambil air wudhu sambil menengadahkan muka ke atas serta mengangkat kedua tangannya, inilah do’a-nya: أَشْهَدُ أَنْ لآَ إِلَـهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَلَهُ، وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِىْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِىْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَ وَبِحَمْدِكَ، اَشْهَدُاَنْ لآَ إِلَـهَ اِلاَّ اَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ. Artinya: Aku ketahui dengan ikrar bahwasanya tiada Tuhan yang disembah hanya Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku ketahui dengan ikrar bahwasanya Nabi Muhammad hamba Allah dan Utusan-Nya. Wahai Tuhanku jadikanlah aku daripada orang yang bertaubat dan jadikanlah aku daripada orang yang bersuci, Mahasuci Engkau wahai Tuhanku dan segala Puji bagi Engkau, aku ketahui dengan ikrar bahwasanya tiada Tuhan yang disembah dengan sebenar-benarnya hanya Engkau, aku mohon ampun kepada Engkau dan aku bertobat kepada Engkau. Pasal Ke sepuluh Mandi Hadash Jika mendapat hadash besar daripada jima’ (berhubungan suami istri) atau keluar mani, atau selesai daripada haid (mens) atau nifash (wanita sehabis melahirkan), maka diwajibkan mandi atas sekalian badan dengan dua rukun, yaitu: 1. Niat didalam hati diwaktu permulaan mandi, seumpama berkata dalam hatinya “aku mengangkat hadash besar daripada sekalian badan” atau “aku niat mandi fardhu”. 2. Membasuh sekalian badan. Adapun sunnah dalam mandi bermula daripada itu mendahulukan membasuh najis yang dibadan dan membasuh segala kotoran yang dibadan. Sunnah membaca بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ di permulaan mandi dan mendahulukan mengambil air wudhu, menghadap kiblat, membasuh badan sebanyak tiga kali, serta membaca do’a setelah selesai daripada mandi yaitu do’a seperti selesai mengambil air wudhu yang tersebut di atas. Pasal Ke sebelas Syarat Air Wudhu & Mandi Hadash Syarat Air Wudhu dan Syarat Mandi Hadash yaitu 8 perkara, yaitu: 1. Beragama Islam 2. Tamyiz, yakni sudah bisa olehnya membedakan mana barang yang suci daripada barang yang keji (najis) dan bisa melakukan makan dan minum sendiri. 3. Suci daripada haid dan nifash. 4. Bahwa tiada ada yang mencegah air kepada anggota seumpama lilin atau getah atau sisik ikan (atau tato, cat dsb). 5. Mengetahui akan segala Fardhu-nya. 6. Jangan meng-I’tiqad-kan (berkeyakinan) bahwa sesuatu daripada segala fardhu-nya itu adalah sunnah. 7. Dengan menggunakan air yang suci dan menyucikan. 8. Jangan ada didalam anggota badannya barang yang merubahkan air (baik merubah rupa, warna, rasa, maupun bau) Adapun jikalau orang yang mengambil air wudhu itu memiliki hadash daim yakni senantiasa keluar air kencing atau darah (pada kemaluan depan maupun belakang), maka ditambah syaratnya yaitu (mengambil air wudhunya) sudah masuk waktu dan segera (melakukan shalatnya). Pasal Ke duabelas Yang Membatalkan Air Wudhu Yang membatalkan air wudhu 4 perkara, yaitu: 1. Mengeluarkan najis atau angin atau lainnya daripada qubul atau duburnya (kemaluan depan atau belakang). 2. Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan tiada ada dinding (lapisan penghalang) diantara keduanya dan keduanya itu berseru atas digembirahi (dewasa). 3. Bersentuhan akan kemaluan qubul atau dubur dengan telapak tangan. 4. Hilang akalnya karena gila atau ayan atau karena tidur, melainkan tidur yang tetap (dalam posisi) duduk bersila. Pasal Ke tigabelas Hukum bagi orang yang Tidak Berwudhu Apabila batal air wudhunya maka haram hukumnya melakukan shalat, dan haram melakukan tawaf di Ka’bah, dan haram hukumnya memegang Al-Qur’an atau mengangkatnya, melainkan kanak-kanak yang hendak melakukan pengajian. Pasal Ke empatbelas Hukum bagi orang yang Hadash Besar Apabila mendapat hadash besar daripada jima’ (berhubungan seks) atau keluar air mani, maka haram hukumnya yang tersebut itu (pada pasal 13) dan ditambah lagi haram hukumnya membaca Al-Qur’an dengan qasad tilawah (niat membaca) dan haram duduk di Masjid. Adapun bagi perempuan yang mendapatkan haid atau nifash maka haram hukumnya atas sekalian yang tersebut itu (pasal 13 dan pasal 14) dan ditambah lagi haram hukumnya berjalan di dalam Masjid, dan haram atasnya berpuasa, dan haram melakukan jima’ atau bergurau yakni bercanda (bercumbu) antara pusar sampai lututnya, dan haram hukumnya atas seorang suami menjatuhkan thalaq (perceraian) diwaktu istrinya itu sedang haid, melainkan jika atas permintaan istrinya diwaktu itu. Pasal Ke limabelas Perihal Tayammum Tayammum (bersuci dengan debu) yaitu jikalau ketiadaannya air atau mendapatkan penyakit yang menjadikan darurat (membahayakan) kalau terkena air, maka wajib tayammum sebagai pengganti daripada mengambil air wudhu, atau daripada mandi wajib (hadash besar) atau mandi sunnah. Adapun syaratnya tayammum adalah: 1. Wajib menggunakan tanah debu yang suci. 2. Sesudah (melakukan) istinja’ (bersuci). 3. Suci daripada najis. 4. Sudah masuk waktu shalat. 5. Sekali tayammum hanya diperbolehkan untuk satu shalat fardhu saja adapun shalat sunnah boleh berkali-kali. Rukun tayammum adalah sebagai berikut: 1. Memindahkan tanah debu itu ke muka sekali saja, dan kedua tangannya sekali. 2. Berniat “sahjaku mengharuskan bershalat fardhu dengan ini tayammum” maka adalah niat ini wajib berbarengan pada meletakkan kedua telapak tangannya di atas debu itu dan jangan lenyap niat ini hingga menyapu muka dengan debu itu. 3. Menyapu muka sekali. 4. Menyapu kedua tangan hingga sikunya sekali pula. Tidak sunnah dua tiga kali. 5. Tertib, yaitu antara menyapu muka dan menyapu kedua tangannya. Adapun sunnahnya membaca بِسْـمِ اللهِ الرَّحْمَـنِ الرَّحِيْمِ di permulaan tayammum dan jika telah selesai maka sunnah membaca do’a seperti sesudahnya mengambil air wudhu. Sedangkan yang membatalkan tayammum yaitu seperti tiap-tiap yang membatalkan air wudhu. Pasal Ke enambelas Barang-barang yang Najis Perihal barang-barang yang najis adalah: 1. Anjing dan babi. 2. Arak (minuman keras) dan tiap-tiap minuman yang memabukkan. 3. Air kencing manusia atau binatang. 4. Kotoran manusia atau kotoran binatang. 5. Darah. 6. Nanah. 7. Madzi (cairan yang keluar sebelum keluar air mani) dan wadhi (cairan yang keluar bila seseorang yang bekerja keras) 8. Bangkai segala binatang kecuali bangkai ikan dan balang kayu. 9. Segala anggota tubuh binatang yang hidup jika berpisah daripada binatangnya maka hukumnya itu seperti bangkai, kecuali bulu binatang yang halal dimakan dagingnya. Pasal Ke tujuhbelas Membasuhkan Barang yang terkena Najis Membasuh barang yang terkena najis yang mughalladhah (najis besar) yaitu anjing dan babi, maka wajib di sertu yaitu membasuhkannya tujuh kali, dan yang sekalinya itu dengan campuran tanah atau lumpur yang suci, sesudah hilang akan rasa, bau dan rupanya. Adapun najis yang lain maka jika najis ‘ayniyah, yaitu najis yang ada rupanya atau rasanya atau baunya, maka wajib dibasuh hingga hilang ketiga-tiganya itu. Adapun jikalau najis hukmiyah, yaitu bekas terkena najis akan tetapi tidak ada rupanya atau rasanya atau baunya, maka memadai membasuhnya dengan menyiram air padanya sekali saja, yaitu jika rata terkena air berjalan pada tempat-tempat yang terkena najis itu. Pasal Ke delapanbelas Perihal Haid dan Nifash Bermula sekurang-kurangnya waktu haid (mens) sehari semalam, dan ghalibnya (umumnya) enam atau tujuh hari, dan sebanyak-banyaknya lima belas hari, inilah yang dihinggakan (batas) hari banyaknya (bilamana lebih dari 15 hari adalah darah dari suatu penyakit). Sedangkan sekurang-kurangnya suci antara dua haid yaitu lima belas hari, dan tidak dihinggakan (batas) hari banyaknya. Sekurang-kurangnya nifash itu sekali mengeluarkan darah sehabis melahirkan, dan ghalibnya (umumnya) empat puluh hari, dan sebanyak-banyaknya enampuluh hari. Akan tetapi apabila dapat suci (bersih darah) daripada haidh, sekalipun belum cukup hari sebagaimana biasanya, atau dapat suci (bersih darah) daripada nifash sekalipun belum empatpuluh hari, maka wajib atas keduanya itu mandi hadash, kemudian melakukan shalat jika masih ada waktu shalat. Dan apabila waktu itu tiada boleh (tidak cukup waktu) buat mandi hadash beserta shalat, maka diwajibkan qadha’ shalatnya itu sekalipun di akhir waktu sekedar takbiratul ihram lamanya. Dan apabila mendapat suci itu (bersih darah) di akhir waktu ashar, maka wajib mengqadha’ Ashar dan Zhuhur. Demikian pula jika mendapat suci (bersih darah) di waktu Isya’ maka wajib mengqadha’ Isya dan Maghrib. Akan tetapi jika mendapat suci (bersih darah) diluar akhir waktu shalat itu (misalnya diakhir waktu zhuhur atau maghrib), maka diwajibkan mengqadha’ shalat di waktu itu saja. Adapun perempuan yang kedatangan haid atau nifash sesudah masuknya waktu shalat fardhu sekedar cukup waktunya untuk melakukan shalat, padahal ia belum melakukan shalat, maka diwajibkan atasnya mengqadha’ shalat tersebut setelah suci nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar